Hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas pada mahasiswa semester awal.

(1)

HUBUNGAN ANTARA KELUASAN INFORMASI DENGAN KONFORMITAS PADA MAHASISWA SEMESTER AWAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Jina NIM: 069114001

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(2)

i

HUBUNGAN ANTARA KELUASAN INFORMASI DENGAN KONFORMITAS PADA MAHASISWA SEMESTER AWAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Jina NIM: 069114001

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(3)

(4)

iii

D o N ot Ev er Gi v e U p T i ll The End

(a ut hor )

Finish what you have started, be a responsible person!

(author)

God will make a way where there seems to be no way

(Lyric of “God will make a way”)

Penelitian ini saya persembahkan untuk:


(5)

iv

D o N ot Ev er Gi v e U p Ti ll The En d

(a ut hor )

Finish what you have started, be a responsible person!

(author)

God will make a way where there seems to be no way

(Lyric of “God will make a way”)

Penelitian ini saya persembahkan untuk:

Allah Bapa, yang terus menjaga mama


(6)

(7)

vi

HUBUNGAN ANTARA KELUASAN INFORMASI DENGAN KONFORMITAS PADA MAHASISWA SEMESTER AWAL

Jina

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas pada mahasiswa semester awal.Penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian kuantitatif-korelasional. Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu keluasan informasi ,dan konformitas. Subjek yang dilibatkan berjumlah 60 mahasiswa/i yang sedang menempuh ilmu di Yogyakarta.Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan subtes informasi yang merupakan bagian dari WAIS, dan skala konformitas.Metode analisa yang digunakan adalah deskripsi data peneltian dan uji korelasi Spearman melalui bantuan SPSS versi 16, karena hasil data penelitian memiliki hubungan yang tidak linear. Hasil analisa menunjukkan bahwa mahasiswa semester awal masih melakukan konformitas, namun tidak terdapat hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas (p=0.170, p>0.01). Hal ini mengindikasikan bahwa keluasan informasi tidak memberi banyak pengaruh terhadap konformitas, dan masih ada faktor lain yang mempengaruhi konformitas.Hasil penelitian ini menyarankan mahasiswa semester awal mengembangkan independensi.


(8)

vii

THE CORRELATION BETWEEN THE BREADTH OF INFORMATION AND CONFORMITY ON EARLY SEMESTER COLLEGE STUDENT

Jina

ABSTRACT

This study aimed to determine whether there is a correlation between the breadth of information and conformity on early semester college students.This is a quantitative-correlational study. There are two variables in this study, the breadth of the information, and conformity. The subjects are included 60 college students who are studying in Yogyakarta. Means of data collection in this study are using a subtest of information that is part of the WAIS, and a scale of conformity. The analysis method is

research’s data description and the Spearman correlation test through SPSS version 16, since the result of the research data does not have a linear relationship. The analysis showsthat theearly semester students still perform conformity, butthere was no correlation between the breadth of information and conformity (p = 0.170, p> 0.01. This indicates that the breadth of information does not influence much on conformity, and there are other factors that influence conformity. Result of this study suggests the early semester students to develop independence.


(9)

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang tetap setia menyertai dan membantu penulis.Penyertaan-Nya memberikan kekuatan dan inspirasi kepada penulis selama pengerjaan skripsi, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Selama pengerjaan skripsi ini, penulis juga mendapatkan banyak bantuan, dorongan, ide, dan nasihat dari beberapa pihak. Melalui kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak terkait.

1. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen penguji I yang memberikan semangat selama pengerjaan skripsi.

3. Bapak C. Wijaya Adinugroho, M.Psi., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, dan memberikan banyak ide dan kritik dalam pengerjaan skripsi ini.

4. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan ide dan kritik dalam pengerjaan skripsi, serta semangat selama perkuliahan ini.


(11)

x

5. Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi., selaku dosen penguji II yang memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Asih, selaku staff BAA kampus Mrican Universitas Sanata Dharma yang memberikan kemudahan dan masukan selama perkuliahan ini. 7. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi., dan Ibu Sylvia Carolina M.Y.M. S.Psi., M.Si.

selaku dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang memberikan masukan kepada peneliti selama perkuliahan ini.

8. Segenap dosen, dan karyawan (Bu Nanik, Pak Giek, mas Gandung, mas Doni, dan mas Muji) Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. 9. Kepada keluarga (mama, ce Alin-Liniati, Seji-Listina, Ngiji-Rina, Hiu

Kwan, Vivian Choi, ce Ajung-Yuni, dan yang tidak bisa disebutkan satu per satu di sini) yang telah mendoakan peneliti, memberikan semangat dan dorongan, serta kepercayaan kepada peneliti selama pengerjaan skripsi ini, serta kepada kekasih (Didik Kristyawan) yang tetap memberikan semangat, perhatian, dorongan, ide, dan masukan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

10.Kepada Bapak dan Ibu Djijad, mbak Ipung, kak Anis, mbak Mira, dan mas Danang yang memberikan semangat kepada peneliti.

11.To my best friend ever in my life, Aki Woo, for the support and encouragement.


(12)

xi

12.Kepada teman-teman yang turut terlibat dalam pengumpulan data untuk kepentingan skripsi ini: tester/asisten (Geti, Alvia, dan Sendy), dan partisipan/subjek penelitian yang bersedia membantu peneliti dalam pengumpulan data ini.

13.Kepada teman-teman Fakultas Psikologi seangkatan yang telah menemani peneliti selama perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini: Fitri (yang sangat membantu peneliti selama pengerjaan skripsi ini), Yhupa, Ina, Dian, Melida, Thea, Thie, Andin, Lolita, Yoga, Chris, Bruder (Prasetyo), Sentya, Zippo, Timo, Komeng, Lisol, Lisa maria, Arya, Brigit, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu di sini.

14.Kepada teman-teman dari fakultas lain: Angga, Aan, Charles, Nana, Mareti, Ike, dan yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang memberikan dorongan kepada peneliti.

15.Kepada adik-adik tingkat Fakultas Psikologi: Lia (2007), Amanda (2007), Puji (2008), Nana(2008), Nindi (2008), Budi (2008), Kristin (2008), Icha (2008), Melisa (2008), Andi (2008), Dinar (2009), Dicky (2009), Andang (2009), Maya (2009), Anju (2010), dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu per satu di sini.

16.Kepada ex-colleagues: Mas Sinung (GoGreen), mas Anton (GoGreen), Angga (GoGreen), mas Uut (GoGreen), mas Sony (GoGreen), mas Toink (GoGreen), mas Gondo (GoGreen), Hanum (GoGreen), Bimo (GoGreen),


(13)

xii

Shyro (GoGreen), Irgi (GoGreen), mas Ari (White cell), Irwan (White cell), dan Rara (White cell).

17.Kepada teman-teman guru sekolah minggu yang mendoakan peneliti selama pengerjaan skripsi ini: Kak Henry, kak Okta, kak Ruth, kak Liza, kak Chandra, kak Putri, kak Sari, kak Tyas, kak Tomo, kak Angel, kak Daniel (Lily), kak Kristin, kak Bimo, bu Ina dan kakak-kakak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu di sini.

18.Kepada teman-teman Komisi Dewasa Muda GKI Gejayan yang memberikan semangat kepada peneliti: Altin, Yaya, Frans, Sigit, Ruth, Lia, mas Hadyan, kak Mita, Andros, Rani, Prima, Jeffery, dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu di sini.

19.Kepada semua pihak yang telah membantu dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu di sini, terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

Akhir kata, penulis mohon maaf bila terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua yang membaca.

Yogyakarta, 31 Juli 2013


(14)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING……… ii

HALAMAN PENGESAHAN……… iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. v

ABSTRAK………... vi

ABSTRACT………..……… vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……… viii

KATA PENGANTAR………... ix

DAFTAR ISI………... xiii

DAFTAR TABEL……… xvii

DAFTAR LAMPIRAN……… xix

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah..………. 1

B. Rumusan Masalah……… 8

C. Tujuan Penelitian………. 8

D. Manfaat Penelitian……… 9

1. Manfaat Teoretis………. 9


(15)

xiv

BAB II LANDASAN TEORI……… 10

A. Konformitas………..………. 10

1. Definisi Konformitas..………. 10

2. Alasan Orang Melakukan Konformitas……….. 11

3. Aspek Konformitas………. 12

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas………. 14

5. Jenis Konformitas……… 17

B. Informasi……… 18

1. Definisi Informasi………. 18

2. Pengertian Keluasan Informasi……… 19

3. Pengukuran Keluasan Informasi……….. 20

4. Fungsi dan Manfaat Informasi………. 22

C. Mahasiswa Semester Awal Sebagai Remaja Akhir………... 23

1. Definisi Mahasiswa Semester Awal……….. 23

2. Definisi dan Batasan remaja Akhir……… 24

3. Perkembangan Kognitif pada Remaja……... 26

4. Karakteristik Remaja………. 28

5. Tugas Perkembangan Remaja………... 30

D. Dinamika Hubungan antara Keluasan Informasi dengan Konformitas pada Mahasiswa Semester Awal.………..………….. 31


(16)

xv

E. Hipotesis Penelitian………... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 36

A. Jenis Penelitian………. 36

B. Identifikasi Variabel………. 36

C. Definisi Operasional……… 36

1. Keluasan Informasi……… 36

2. Konformitas……… 38

D. Subjek Penelitian………. 38

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data……… 39

1. Skala Konformitas……… 39

2. Subtes Informasi (dalam WAIS)………. 41

F. Validitas dan Reliabilitas……….. 42

1. Validitas……….. 42

2. Reliabilitas………... 43

G. Uji Coba Alat Pengumpulan Data……….……… 44

1. Pelaksanaan Uji coba Alat Pengumpulan Data……….. 44

2. Hasil Uji Coba Alat Pengumpulan Data………. 45

H. Metode Analisis Data……….. 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 53

A. Persiapan Penelitian……….. 53


(17)

xvi

C. Hasil Penelitian………. 55

1. Deskripsi Subjek……… 55

2. Deskripsi Data Tiap Aspek Konformitas………... 56

3. Deskripsi Data Penelitian……… 58

4. Kategorisasi Subjek Penelitian……… 59

5. Uji Asumsi……… 62

6. Uji Hipotesis……… 64

D. Pembahasan……… 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 68

A. Kesimpulan……… 68

B. Saran……….. 68

1. Bagi Mahasiswa Semester Awal……… 68

2. Bagi Penelitian Selanjutnya……….. 69

DAFTAR PUSTAKA……….. 70


(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Konformitas………. 40

Tabel 2. Distribusi Aitem Pra Uji Coba Skala Konformitas………... 40

Tabel 3.Penyeleksian Aitem pada Aspek Normatif………. 46

Tabel 4.Penyeleksian Aitem pada Aspek Informasional…………...………….. 47

Tabel 5. Aitem yang Sahih pada Skala Konformitas Setelah Uji Coba….…….. 47

Tabel 6. Distribusi Aitem pada Skala Konformitas Setelah Uji Coba…………. 48

Tabel 7. Reliabilitas (Aspek Normatif)………...………….…… 49

Tabel 8. Reliabilitas (Aspek Informasional)……….……….….. 49

Tabel 9. Reliabilitas (Keseluruhan)………... 50

Tabel 10. Reliabilitas (Aspek Normatif) Setelah Pengguguran Aitem……... 50

Tabel 11. Reliabilitas (Aspek Informasional) Setelah Pengguguran Aitem…… 50

Tabel 12. Reliabilitas (Keseluruhan) Setelah Pengguguran Aitem……….. 51

Tabel 13. Reliabilitas………...………...………….. 51

Tabel 14. Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian………. 55

Tabel 15. Deskripsi Tahun Angkatan Subjek Penelitian………...……….. 55

Tabel 16. Deskripsi Usia Subjek Penelitian………..………… 55

Tabel 17. Deskripsi Data pada Tiap Aspek Konformitas……….. 56

Tabel 18. Deskripsi Data Hasil Penelitian (Keseluruhan)……….………...58


(19)

xviii

Tabel 20. Kategorisasi Skor Subjek pada Tiap Aspek Konformitas…….……… 60 Tabel 21. Kategorisasi Skor Subjek Penelitian pada Masing-masing Variabel … 61 Tabel 22. Hasil Pengujian Normalitas……… 62 Tabel 23. Hasil Pengujian Linearitas………... 63 Tabel 24. Hasil Uji Analisis Korelasi………. 65


(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Format Skala Konformitas (Uji Coba) ……… 75

Lampiran 2. Uji Reliabilitas dan Seleksi Aitem (Uji Coba)………... 83

Lampiran 3. Lembar Persetujuan ………. 95

Lampiran 4. Format Skala Konformitas (Penelitian) ……….…...………... 98

Lampiran 5. Uji Asumsi ….……….. 104


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Banyak ahli psikologi perkembangan mengelompokkan remaja dalam masa remaja awal dan masa remaja akhir. Masa remaja awal mencakup masa sekolah menengah pertama dan saat perubahan pubertas, sedangkan masa remaja akhir, diyakini berada pada saat remaja berusia di atas 15 tahun. (Santrock, 2003)

Masa remaja akhir bermula saat individu mengalami perubahan status dari siswa ke mahasiswa. Pada masa transisi ini, pengaruh lingkungan atau kelompok memegang peranan yang cukup besar dalam perkembangan remaja. Hal ini menyebabkan remaja memilih kelompok yang menonjol atau yang memiliki pemikiran yang sama dengan remaja. (Santrock, 2003)

Lebih lanjut, Santrock (2002) mengemukakan remaja yang bergabung dengan suatu kelompok menganggap keanggotaan dalam suatu kelompok akan sangat menyenangkan dan menarik baginya. Kelompok tersebut juga mampu memenuhi kebutuhan remaja atas hubungan dekat dan kebersamaan. Kelompok dianggap mampu memenuhi kebutuhan remaja, di antara lain yaitu kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan akan informasi, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan akan suatu identitas (Santrock, 2003). Kelompok juga dianggap sebagai sumber informasi yang penting, karena dapat memberikan pengetahuan


(22)

yang tidak didapatkan dalam keluarga dan sekolah (Rakhmat, 2009).

Pada umumnya remaja akan melakukan konformitas pada fase ini. Konformitas merupakan proses di mana tingkah laku seseorang terpengaruh atau dipengaruhi oleh orang lain di dalam suatu kelompok (Sarwono & Meinarno, 2009). Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka (Santrock, 2002). Bila individu merasa kelompok tersebut menguntungkan, maka individu akan bertindak sesuai dengan tuntutan kelompok (Monks, 1987).

Santrock (2003) menambahkan bahwa ketika seseorang tidak lagi bertingkah laku sesuai dengan harapan dari orang lain, maka orang tersebut disebut sebagai non conformist. Santrock (2003) berpendapat bahwa orang yang

non conformist (tidak melakukan konformitas) merupakan individu yang mandiri. Kemandirian yang dimaksudkan di sini adalah perilaku yang dapat mengambil keputusan sendiri, tidak bergantung pada orang lain, serta tidak akanmengikuti keputusan dan tindakan orang lain tanpa pertimbangan yang matang. Kemandirian dalam mengambil keputusan diperlukan, terutama setelah mahasiswa lulus dan bekerja di suatu perusahaan atau organisasi. (Santrock, 2003)

Masa remaja juga merupakan masa di mana meningkatnya kemampuan mengambil keputusan (Santrock, 2003). Sebuah studi mengungkapkan bahwa usia 14 hingga 18 tahun adalah usia yang krusial, di mana seseorang mulai


(23)

memiliki prinsip sendiri dan dapat mempertahankan pendapatnya (Santrock, 2003). Lewis (dalam Santrock 2002) juga mengemukakan bahwa remaja yang berusia lebih tua memiliki kemampuan mengambil keputusan lebih tepat daripada yang lebih muda. Sehubungan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa individu yang sudah memasuki tahap remaja akhir seharusnya lebih mampu mengambil keputusan, yaitu yang berusia 15 sampai dengan 20 tahun (Santrock, 2003; Erikson, dalam Boeree 2006).

Berdasarkan tugas-tugas perkembangan remaja, mahasiswa semester awal yang berada pada tahap remaja akhir diharapkan untuk tidak melakukan konformitas (Santrock, 2003), namun masih seringkali dijumpai banyak mahasiswa semester awal yang melakukan konformitas. Fenomena konformitas pada remaja akhir atau mahasiswa semester awal juga muncul di Indonesia, khususnya di Universitas Sanata Dharma. Berdasarkan pengamatan di Universitas Sanata Dharma, ketika mahasiswa baru berada dalam suatu kelompok, anggota kelompok di dalamnya secara perlahan akan menyadari adanya suatu ”kekompakan” dalam kelompok. Setiap anggota kelompok akan melakukan hal atau perbuatan yang sama, menggunakan sesuatu yang sama, bahkan mungkin memiliki pandangan yang sama. Sebagai contoh, dalam suatu Unit Kegiatan Fakultas (UKF), terdapat beberapa mahasiswa baru yang bergabung di UKF tersebut bersamaan. Beberapa di antara mereka hanya mengikuti ajakan teman dalam kelompoknya agar bergabung dalam UKF tersebut. Tindakan atau perilaku


(24)

mahasiswa tersebut berkaitan dengan tekanan dari teman (Santrock, 2003). Perubahan perilaku individu yang disebabkan oleh tekanan dari kelompok disebut sebagai konformitas (Myers, 2012).

Adapun hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh mahasiswa Psikologi mengenai konformitas pada mahasiswa yang berada pada tahap remaja akhir, menunjukkan bahwa konformitas kelompok pada remaja akhir tergolong tinggi (Nadhirah, 2008). Hasil penelitian lainnya yang juga mengenai konformitas pada remaja akhir juga menunjukkan bahwa individu yang sudah berusia 21 tahun masih melakukan konformitas (Sumarlin, 2008).

Erikson (dalam Boeree, 2006) menyatakan bahwa setiap tahap perkembangan memiliki tugasnya masing-masing yang pada hakikatnya bersifat psikososial.Boeree (2006) menambahkan bahwa jika individu gagal dalam tugas perkembangannya, maka ada kemungkinan individu tersebut tumbuh dengan

maladaptasi atau adaptasi yang keliru. Menyikapi hal di atas, jika individu tetap berperilaku “ikut-ikutan”, ini akan berdampak pada tahap perkembangan selanjutnya.

Baron dan Byrne (2005) mengemukakan bahwa salah satu dampak dari konformitas adalah kehilangan identitas pribadi.Menurut Baron dan Byrne (2005), keinginan untuk menjadi sama dengan orang lain memungkinkan individu melepaskan individuasi. Dampak yang lainnya adalah kehilangan kontrol atas kehidupan individu itu sendiri.Individu perlu mempertahankan kontrol atas


(25)

kehidupannya sendiri. Hal tersebut diperlukan ketika individu beranjak dewasa dan memulai kehidupan mandiri. Jika individu membiarkan orang lain menentukan pilihan hidup baginya, maka ada kemungkinan muncul penyesalan dalam diri individu di masa mendatang. Dengan demikian, konformitas perlu dihindari agar individu tidak kehilangan identitas pribadi dan tetap memegang kontrol atas kehidupan diri sendiri. (Baron & Byrne, 2005)

Deutsch dan Gerard (dalam Baron & Byrne, 2005) mengemukakan bahwaada dua kebutuhan psikologis yang menyebabkan individu melakukan konformitas, yaitu kebutuhan untuk disukai (pengaruh sosial informasional), dan kebutuhan untuk benar (pengaruh sosial normatif). Pengaruh sosial normatif terjadi ketika seseorang melakukan konformitas dengan tujuan untuk disukai atau diterima oleh kelompok, sedangkan pengaruh sosial informasional terjadi ketika seseorang mengikuti anggota lain dalam kelompok untuk mendapatkan informasi yang akurat.

Eksperimen Sherif (dalam Sears et al., 1985) mengenai gejala autokinetik menjelaskan bahwa norma sosial berkembang dalam situasi ambigu. Ketika individu terjebak dalam situasi yang ambigu, individu akan merasa bingung apa yang harusnya dilakukan, kemudian individu akan mencari informasi atau jawaban melalui orang lain atau kelompok dengan mengikuti apa yang diharapkan oleh orang lain atau kelompok tersebut. Melalui hasil eksperimen Sherif (dalam Sears et al., 1985), dapat disimpulkan bahwa ketika individu


(26)

dihadapkan pada situasi yang ambigu, individu akan melakukan konformitas dengan tujuan mencari informasi dari orang lain.

Sears, Freedman, dan Peplau (1985) menambahkan bahwa seseorang melakukan konformitas karena dua alasan utama, yaitu perilaku orang lain dapat memberikan informasi yang berguna, dan adanya keinginan untuk diterima secara sosial dan menghindari celaan. Suatu hasil eksperimen, dalam tugas saksi mata identifikasi, menunjukkan bahwa kelompok eksperimen memiliki suatu tekanan untuk memberikan jawaban yang akurat. Baron, Vandello, dan Brunsman (dalam Baron & Byrne 2005) menyimpulkan bahwa ketika individu memiliki motivasi untuk mendapatkan jawaban benar, akan meningkatkan tendensi pada individu untuk melakukan konformitas. Dengan kata lain, individu yang menginginkan keakuratan akan melakukan konformitas.

Keakuratan dapat diperoleh dengan memiliki wawasan atau informasi.Informasi adalah sesuatu yang nyata atau setengah nyata yang dapat mengurangi tingkat ketidakpastian tentang suatu keadaan atau kejadian (Lucas, 1987). Estabrook (dalam Yusup & Subekti 2010) juga mengemukakan bahwa informasi dapat mengurangi ketidakpastian dalam suatu keadaan yang ambigu. Santrock (2003) berpendapat bahwa keluasan pengetahuan dapat meningkatkan pemikiran kritis pada remaja yang di mana dapat membantu meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan.


(27)

Berdasarkan penjelasan mengenai konformitas serta peran informasi, dapat dikatakan bahwa keluasan informasi memiliki peranan penting dalam konformitas. Sears et al. (1985) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan konformitas adalah kurangnya informasi yang dimiliki individu.

Berdasarkan fenomena di Indonesia, terutama di Universitas Sanata Dharma, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Nadhirah, 2008; Sumarlin, 2008), menunjukkan bahwa masih muncul konformitas pada mahasiswa semester awal (remaja akhir). Indonesia yang merupakan negara bagian timur memiliki budaya yang berbeda dengan negara bagian barat. Studi Hofstede (dalam Susana 2006) mengemukakan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke 68-69 dalam nilai indeks individualisme, sedangkan Amerika menduduki peringkat pertama dan beberapa negara barat lainnya juga berada pada peringkat atas. Hofstede (dalam Susana 2006) berpendapat bahwa semakin tinggi tingkat individualisme suatu negara, memiliki arti semakin rendah tingkat kolektivismenya. Melalui hasil peringkat nilai indeks individualisme, tampak jelas bahwa Indonesia tergolong negara yang memiliki kebudayaan kolektivisme.

Soepomo (dalam Atmaja, 2011) menjelaskan bahwa kolektivisme adalah suatu konsep yang menjunjung kekeluargaan, dan kesatuan hidup bersama dalam masyarakat, di mana tiap individu merasa dirinya satu dalam golongannya. Masyarakat Indonesia lebih mementingkan kepentingan bersama daripada


(28)

kepentingan pribadi. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia ingin menjaga hubungan kekerabatan atau kebersaman yang telah dibangun. (Atmaja, 2011)

Susana (2006) menyimpulkan, bahwa semakin sederhana suatu masyarakat, semakin erat hubungan kekerabatannya, maka semakin tinggi tingkat kolektivismenya. Pada negara yang memiliki kebudayaan kolektivisme ini, apakah pernyataan yang dikemukakan oleh Sears et al. (1985), bahwa kurangnya informasi dapat mempengaruhi konformitas, juga dapat diterapkan? Dengan demikian, muncullah sebuah pertanyaan: apakah keluasan informasi memiliki hubungan terhadap konformitas yang terjadi pada diri mahasiswa semester awal di Indonesia?

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas pada mahasiswa semester awal?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas pada mahasiswa semester awal.


(29)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan referensi terhadap disiplin ilmu pengetahuan, terutama dalam ilmu psikologi sosial terkait dengan hubungan keluasan informasi dengan konformitas.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini akan mengungkap hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas ini, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar pendampingan dalam pengembangan kemandirian dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian mengenai peran keluasan informasi terhadap konformitas dapat menjadi pertimbangan bagi remaja dalam menentukan carauntuk menjadi pribadi yang mandiri.


(30)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Konformitas

1. Definisi Konformitas

Sears, Freedman, dan Peplau (1985) menjelaskan bahwa bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena setiap orang lain menampilkan perilaku tersebut, maka disebut konformitas. Myers (2012) berpendapat bahwa konformitas adalah perubahan perilaku atau tindakan yang disebabkan oleh tekanan dari kelompok. Individu dapat terpengaruh melalui proses yang tidak disadari atau secara langsung melalui tekanan teman sebaya. Individu sering melakukan konformitas untuk mendapatkan rasa aman dalam kelompok.

Song, Ma, Wu, dan Li (2012) mendefinisikan konformitas sebagai suatu perilaku atau sikap subjek yang mengikuti perilaku atau sikap objek. Subjek yang dimaksudkan adalah individu yang melakukan conform, sedangkan objek yang dimaksudkan berupa faktor eksternal atau internal yang menyebabkan individu melakukan konformitas. Faktor eksternal dapat berupa perorangan, kelompok, organisasi, kebijakan, peraturan dan regulasi, sedangkan faktor internal dapat berupa pengalaman dan insting genetik dari subjek.

Baron, Branscombe, dan Byrne (2008) menjelaskan bahwa konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial. Pengaruh sosial ini tampak ketika individu


(31)

mengubah sikap dan tingkah lakunya agar selaras dengan norma sosial. Cara manusia mengikuti norma sosial tidak terlepas dari adanya tekanan-tekanan untuk berperilaku dengan cara-cara yang sesuai dengan aturan sosial. Tekanan tersebut dapat dinyatakan secara eksplisit atau implisit (Sarwono & Meinarno, 2009).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konformitas merupakan suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan berperilaku sesuai dengan harapan orang lain.

2. Alasan Orang Melakukan Konformitas

Sears, Freedman, dan Peplau (1985) menyatakan bahwa seseorang melakukan konformitas karena dua alasan utama, yaitu :

a. Perilaku orang lain dapat memberikan informasi yang berguna. b. Individu ingin diterima secara sosial dan menghindari celaan.

Hal serupa juga dinyatakan oleh Deutsch dan Gerard (dalam Baron & Byrne, 2005) yang mengidentifikasikan bahwa dua kebutuhan psikologis yang menyebabkan individu melakukan konformitas, yaitu:

a. Kebutuhan untuk disukai (pengaruh sosial normatif) dan; b. Kebutuhan untuk benar (pengaruh sosial informasional)

Pengaruh sosial normatif terjadi ketika seseorang melakukan konformitas dengan tujuan untuk disukai atau diterima oleh kelompok sebagai


(32)

anggota. Kebutuhan akan persetujuan dan penerimaan sosial merupakan bagian dari diri manusia. Ketika seseorang tidak melakukan konformitas dengan kelompok sehingga terjadi penyimpangan, maka kelompok akan menjauhinya bahkan menghukumnya. Pengaruh normatif biasanya berakibat dalam public compliance, melakukan atau mengatakan sesuatu memiliki keyakinan terhadap hal tersebut.

Pengaruh sosial informasional terjadi ketika seseorang melakukan konformitas pada anggota lainnya dengan tujuan mendapatkan informasi akurat tentang realita. Perilaku tersebut biasanya terjadi pada situasi tertentu: ketika ada keambiguan, individu menjadi merasa bingung apa yang harus dilakukannya dan alhasil bersandar pada orang lain untuk mendapatkan solusi atau jawaban. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang, semakin bernilai pula untuk dijadikan sebagai suatu sumber. Hal ini yang menyebabkan individu sering mencari bantuan kepada seorang yang ahli.

3. Aspek Konformitas

Berdasarkan penjelasan dari Deutsch dan Gerard (dalam Baron et al., 2005) mengenai alasan orang melakukan konformitas, maka terdapat dua aspek konformitas, yaitu (Baron et al, 2005):

a. Aspek normatif

Aspek normatif didasarkan pada keinginan untuk disukai dan rasa takut akan penolakan. Aspek ini meliputi perubahan sikap atau tingkah laku


(33)

untuk memenuhi harapan orang lain, untuk mendapatkan penerimaan yang didambakan , serta untuk menghindari penolakan.

Sejak kecil manusia telah tertanam bahwa dengan melakukan apa yang orang lain suka, maka akan mendapatkan persetujuan dan penerimaan yang diinginkan. Jika kecenderungan untuk melakukan konformitas terhadap norma sosial berakar pada keinginan untuk disukai dan diterima oleh orang lain, maka apa pun yang dapat meningkatkan rasa takut akan penolakan oleh orang lain juga akan meningkatkan konformitas.

b. Aspek informasional

Aspek ini didasarkan pada keinginan untuk merasa benar. Motivasi untuk merasa benar dan akurat mendorong individu untuk merujuk pada orang lain. Pendapat dan tindakan orang lain pun dijadikan panduan pendapat dan tindakan individu ketika berada dalam situasi ambigu atau tidak jelas. Saat individu merasa tidak yakin mengenai mana yang tepat dalam situasi tertentu, maka individu akan merujuk pada orang lain dengan tujuan mencari ketepatan tersebut. Tindakan dan pendapat orang lain memberikan gambaran tentang kenyataan sosial, dan individu menjadikan sebagai pedoman bagi tindakan dan pendapat individu itu sendiri. Dengan kata lain, individu cenderung bergantung pada orang lain sebagai sumber informasi mengenai berbagai aspek dunia sosial. Hal ini juga dapat


(34)

disimpulkan individu tersebut memiliki minat yang tinggi terhadap dunia sosial.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas

Faktor-faktor yang mempengaruhi individu melakukan konformitas, yaitu (Sears et al., 1985):

a. Kurangnya informasi

Orang lain dianggap sebagai sumber informasi yang penting karena seringkali orang lain mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh individu. Ketika individu melakukan apa yang orang lain lakukan, individu akan memperoleh manfaat dari pengetahuan orang tersebut.

b.Kepercayaan terhadap kelompok

Semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, maka semakin tinggi kemungkinan individu melakukan konformitas. Semakin tinggi tingkat keahlian kelompok dalam hubungannya dengan individu, semakin tinggi pula tingkat kepercayaan dan penghargaan individu terhadap pendapat kelompok.

c. Kepercayaan yang lemah terhadap penilaian sendiri

Kepercayaan yang tinggi terhadap penilaian sendiri akan menurunkan konformitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan individu terhadap kemampuannya sendiri, sedangkan salah satu faktor yang


(35)

mempengaruhi keyakinan individu terhadap kemampuannya adalah tingkat kesulitan penilaian yang dibuat. Semakin sulit penilaian, semakin rendah rasa percaya yang dimiliki individu dan semakin tinggi kemungkinan individu akan mengikuti penilaian orang lain.

d.Rasa takut terhadap celaan sosial

Celaan sosial memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap individu karena pada dasarnya hampir setiap manusia cenderung berusaha memperoleh pesetujuan dan menghindari celaan kelompok dalam setiap tindakan.

e. Rasa takut terhadap penyimpangan

Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Individu tidak ingin dilihat sebagai orang yang lain dari yang lain. Individu ingin agar kelompok menyukainya, memperlakukannya dengan baik dan bersedia menerimanya. f. Kekompakan kelompok

Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya.Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang tinggi pula. Ketika individu merasa akrab dengan anggota kelompok yang lain, maka akan semakin menyenangkan bagi individu bila kelompok mengakui individu, dan akan semakin menyakitkan bila kelompok mencela individu. Kemungkinan untuk melakukan konformitas akan semakin besar


(36)

jika individu mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota kelompok tersebut.

g. Kesepakatan kelompok

Individu yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan menerima tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Jika tidak ada kesatuan dalam kelompok, tingkat konformitas akan menurun dalam kelompok tersebut.

h.Ukuran kelompok yang sependapat

Konformitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat, setidaknya sampai tingkat tertentu. Di sisi lain, Wilder (dalam Sears et al., 1985) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pengaruh ukuran kelompok terhadap tingkat konformitas tidak besar. Jumlah pendapat lepas dari kelompok yang berbeda atau dari individu merupakan pengaruh utama konformitas. Peningkatan ukuran kelompok di atas tiga atau empat individu memiliki pengaruh yang sedikit terhadap konformitas. Tambahan penilaian lepas dari orang di luar kelompok juga dapat meningkatkan konformitas.

Penelitian ini akan lebih menekankan faktor kurangnya informasi. Hal ini dikarenakan informasi memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan, sedangkan remaja akhir yang akan memasuki masa dewasa sudah


(37)

mulai dituntut untuk dapat mengambil keputusan secara mandiri (Santrock, 2003).

5. Jenis Konformitas

Kelman (dalam Claidiere & Whiten, 2012) mengidentifikasikan tiga jenis konformitas:

a. Compliance

Compliance merupakan konformitas publik, di mana individu mengambil pendapat atau keyakinan orang lain sebagai miliknya sendiri.

Compliance dimotivasi oleh kebutuhan akan persetujuan dan ketakutan akan penolakan. Jenis ini juga disebut pengaruh normatif.

b.Identifikasi

Identifikasi (Identification) adalah konformitas terhadap seseorang yang disukai dan dihormati, misalkan selebritis. Perilaku ini dimotivasi oleh ketertarikan pada sumber tersebut. Jenis konformitas ini merupakan jenis yang lebih tinggi tingkatannya daripada compliance.

c. Internalisasi

Internalisasi (Internalization) adalah konformitas yang menerima perilaku atau prinsip seseorang dan jika objek dapat dipercaya, individu akan melakukan konformitas secara publik dan pribadi. Jenis ini merupakan pengaruh yang tertinggi dan dapat mempengaruhi individu


(38)

dalam waktu yang lama. Internalisasi muncul pada saat standar sosial yang jelas ambigu. Jenis ini juga disebut pengaruh informasional.

B.Informasi

1. Definisi Informasi

Menurut Estabrook (dalam Yusup& Subekti, 2010), informasi merupakan suatu rekaman fenomena yang diamati atau berupa putusan-putusan yang dibuat. Informasi juga berarti pemberitahuan, penyampaian pesan kepada orang lain (Yusup& Subekti, 2010). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, informasi memiliki tiga arti, yaitu dapat diartikan sebagai penerangan, juga dapat diartikan sebagai pemberitahuan, kabar atau berita tentang sesuatu. Informasi dapat berupa data atau fakta, namun informasi tidak sama dengan data atau fakta.

Data merupakan sumber. Data harus diproses terlebih dahulu melalui suatu penyeleksian yang cermat dengan memperhatikan faktor-faktor seperti kemutakhiran, relevansi, kebenaran, dan sebagainya. Data yang diproses menjadi informasi jika data tersebut dibutuhkan untuk sesuatu kegiatan. Dengan demikian, informasi merupakan data yang telah diproses ke dalam bentuk yang memiliki arti bagi penerima dan mempunyai nilai nyata dan bermanfaat bagi keputusan saat itu atau mendatang. (Yusup, 2012)


(39)

Menurut Yusup (2012), pengetahuan adalah data dan informasi yang digabung dengan kemampuan, intuisi, pengalaman individu, gagasan, motivasi dari sumber yang kompeten. Zack, Von Krogh, dan Mclnerney (dalam Yusup, 2012) mendefinisikan data, informasi, pengetahuan secara hierarki. Data dapat berupa fakta atau kejadian yang belum terstruktur, belum tersusun, dan belum memiliki arti secara umum, sedangkan informasi adalah data yang telah memiliki arti bagi individu. Pengetahuan berkaitan dengan potensi individu untuk menyerap, menyimpan, dan mengeluarkannya kembali apa pun yang pernah diinderanya kapan pun. (Yusup, 2012)

Berdasarkan beberapa pemahaman di atas, informasi adalah data-data yang diolah atau diproses sedemikian rupa melalui suatu penyeleksian yang cermat dengan memperhatikan kemutakhiran, relevansi, dan kebenaran (Yusup, 2012).

2. Pengertian Keluasan Informasi

Informasi adalah pengetahuan, yakni pengetahuan tertentu yang diperoleh melalui sesuatu (Yusup, 2012). Pengetahuan yang dimiliki individu dapat berasal dari pembelajaran sebelumnya, pengalaman pribadi, serta informasi-informasi yang diterima dari media massa, buku, dan orang lain. Zimmerman dan Woo Sam (1973) mengemukakan bahwa keingintahuan dan


(40)

kesediaan untuk menerima stimulasi mental merupakan elemen penting dalam perolehan dan penyimpangan informasi.

Informasi yang diperoleh individu diolah, disimpan, sehingga menjadi pengetahuan bagi individu (Yusup, 2012). Seseorang yang memiliki banyak pengetahuan adalah orang yang memiliki rasa ingin tahu dan minat sosial yang tinggi. Rasa keingintahuan semakin tinggi, maka semakin sering individu mencari informasi terkait. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki individu, semakin luas pula informasi yang dimiliki individu tersebut. Dengan demikian, keluasan informasi adalah jumlah pengetahuan yang dimiliki individu. Keluasan informasi juga merupakan salah satu karakter dari orang terpelajar (Zimmerman & WooSam, 1973).

3. Pengukuran Keluasan Informasi

Alat ukur yang dapat mengukur keluasan pengetahuan umum adalah subtes informasi dalam Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) karena subtes ini memiliki validitas muka yang kuat. WAIS dikhususkan untuk subjek yang berusia 16 sampai dengan 89 tahun. (Zimmerman & Woo Sam, 1973)

Subtes informasi ini terdiri dari 29 soal yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan umum. Pengetahuan umum ini didapatkan oleh orang kebanyakan dengan tingkat kesempatan rata-rata. Pengetahuan ini didasarkan pada materi habitual dan sudah dikuasai,


(41)

khususnya pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa (Groth-Marnat, 2010). Aitem-aitem dalam subtes informasi mencakup banyak data, dari pengetahuan dasar hingga pengetahuan yang hanya didapatkan di sekolah (Zimmerman & Woo Sam, 1973).

Subtes informasi merupakan subtes verbal pertama yang harus dilaksanakan dalam pengetesan WAIS, berfungsi sebagai pembangun raport yang baik. Dalam pembuatan subtes ini, Wechsler telah melakukan berbagai upaya untuk menghindari pengetahuan khusus sehingga soal-soal pertama cukup mudah untuk dijawab oleh kebanyakan testee (Anastasi & Urbina, 2007).

Cohen (dalam Zimmerman & Woo Sam, 1973) berpendapat bahwa subtes informasi merupakan salah satu alat ukur yang terbaik dalam pengukuran inteligensi umum. Menurut Zimmerman dan Woo Sam (1973), subtes informasi dapat dianggap sebagai indikator yang baik bagi aspek-aspek inteligensi yang menekankan perolehan pengetahuan umum dan informasi yang dibutuhkan untuk suatu perilaku yang efektif, sedangkan pengetahuan atau informasi yang dimiliki oleh individu dapat mempengaruhi keterampilan individu dalam pengambilan keputusan (Santrock, 2003).

Dalam pemilihan alat ukur untuk keluasan informasi, penelitian membutuhkan alat yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya secara ilmiah. Pada tahun 1955, WAIS teruji validitas dan reliabilitasnya, dan sudah


(42)

diadaptasikan ke Indonesia pada tahun 1975. Reliabilitas split-half WAIS dengan berdasarkan korelasi pada IQ skala verbal, IQ skala performansi, dan IQ keseluruhan masing-masing adalah 0.96, 0.93-0.94, dan 0.97.WAIS juga sudah diuji dalam beberapa studi oleh para ahli. Dari semua studi test-retest

yang dilakukan, korelasi yang ditunjukkan cukup tinggi sehingga dapat dinyatakan bahwa WAIS merupakan alat ukur yang dapat dipercaya.Untuk subtes individual, beberapa subtes memiliki reliabilitas yang cukup baik seperti subtes perbendaharaan kata, persamaan, dan informasi. Subtes lainnya seperti rentangan angka dan melengkapi gambar memiliki reliabilitas yang kurang baik. Koefisien reliabilitas pada subtes informasi adalah 0.91 pada split-half

reliabilitas dan 0.94 pada test-retest reliabilitas (Zimmerman & Woo Sam, 1973).

4. Fungsi dan Manfaat Informasi

Informasi memiliki peran sebagai data dan fakta yang sanggup membuktikan adanya suatu kebenaran, sebagai prediksi untuk peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi di masa mendatang, juga sebagai penjelas hal-hal yang sebelumnya masih meragukan. Fungsi informasi tidak terbatas pada salah satu bidang atau aspek, melainkan menyeluruh. Hanya bobot dan manfaat dari informasi tersebut yang berbeda karena disesuaikan dengan kondisi yang membutuhkannya.Informasi berguna bagi manusia karena


(43)

seluruh aspek kehidupan manusia membutuhkan informasi yang diharapkan dapat menunjang peningkatan pola kehidupan yang terus-menerus menuju kompleksitas yang semakin meninggi (Yusup & Subekti, 2010).

Menurut Lucas (1987), informasi adalah sesuatu yang nyata atau setengah nyata yang dapat mengurangi tingkat ketidakpastian tentang suatu keadaan atau kejadian. Estabrook (dalam Yusup & Subekti 2010) juga mengemukakan bahwa informasi dapat mengurangi ketidakpastian dalam suatu situasi yang ambigu. Santrock (2003) berpendapat bahwa keluasan pengetahuan dapat meningkatkan pemikiran kritis pada remaja yang di mana dapat membantu meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan.

Berdasarkan beberapa pemahaman di atas, dapat disimpulkan bahwa informasi berperan dalam mengurangi ketidakpastian agar individu dapat mengambil keputusan yang tepat. Tanpa adanya informasi, individu tidak dapat mengambil keputusan dengan baik dan mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. (Yusup & Subekti, 2010; Lucas, 1987; Santrock, 2003)

C.Mahasiswa Semester Awal sebagai Remaja Akhir 1. Definisi Mahasiswa Semester Awal

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990, mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi


(44)

tertentu. Berdasarkan dua pemahaman tersebut, maka mahasiswa sebagai orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi.

Berkaitan dengan pendidikan dini yang terjadi di kalangan masyarakat masa kini, pada umumnya masa perkuliahan dimulai pada usia 17 tahun. Masa perkuliahan pada umumnya selama 4 tahun. Biasanya, 2 tahun pertama disebut sebagai semester awal. Tahun-tahun berikutnya menjelang masa pengerjaan skripsi disebut semester akhir.

Dengan demikian, mahasiswa semester awal adalah mahasiswa yang masih berada di semester 1 sampai dengan 4 yang dimulai dari usia 17 tahun.

2. Definisi dan BatasanRemaja Akhir

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi perkembangan-perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Gunarsa, 1984). Santrock (2002) juga berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa perkembangan peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan secara biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Dalam pandangan sosiologis, Neidhart (dalam Santrock, 2003) berpendapat bahwa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak ke masa dewasa, dimana individu sudah harus dapat mandiri. Dalam pandangan psikologis, Erikson (dalam Santrock, 2003) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa terbentuknya suatu


(45)

perasaan baru mengenai identitas. Identitas mencakup cara hidup pribadi yang dialami sendiri dan sulit dikenal oleh orang lain.

Erikson (dalam Santrock, 2003) membatasi masa remaja yang dimulai dari usia 10 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun. Dalam kebanyakan budaya, remaja dimulai pada usia yang berkisar antara usia 10 tahun sampai dengan 13 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun sampai dengan 22 tahun. Banyak ahli perkembangan mengelompokkan remaja dalam masa remaja awal dan masa remaja akhir. Masa remaja awal mencakup masa sekolah menengah pertama dan saat perubahan pubertas, sedangkan masa remaja akhir diyakini berada pada saat remaja berusia di atas 15 tahun (Santrock, 2003).

Dengan demikian, remaja akhir adalah seseorang yang sedang dalam masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan secara biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Dalam masa remaja akhir ini terbentuk suatu identitas yang mencakup cara hidup pribadi.

Masa remaja akhir ini dimulai pada usia 15 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun. Berdasarkan definisi mahasiswa awal di sub bab sebelumnya dan batasan remaja akhir, maka rentang usia remaja akhir yang memiliki status sebagai mahasiswa adalah dari usia 17 sampai dengan 20 tahun.


(46)

3. Perkembangan Kognitif pada Remaja

Ahli perkembangan kognitif, Piaget, mengemukakan empat tahap perkembangan kognitif, yaitu sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal. Piaget menggolongkan remaja ke dalam tahap operasional formal. (Santrock, 2003)

Awalnya, tahap operasional formal diyakini muncul pada sekitar usia 11 sampai dengan 15 tahun. Piaget (dalam Santrock 2003) kemudian menyimpulkan bahwa pemikiran operasional formal akan tercapai sepenuhnya pada masa remaja akhir dengan rentang usia 15 sampai dengan 20 tahun.

Pemikiran operasional formal ini bersifat abstrak, idealistik, dan logis. Remaja yang lebih tua usianya berpikir lebih abstrak daripada yang lebih muda atau anak-anak. Remaja juga cenderung berpikir mengenai hal-hal yang mungkin akan terjadi. Pada tahap ini, remaja memikirkan karakteristik ideal dari dirinya sendiri, orang lain, dan dunia. Remaja juga mulai menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah, dan menguji cara pemecahan secara sistematis, sedangkan pemecahan masalah memerlukan pemikiran yang kritis. (Santrock, 2003)

Santrock (2003) berpendapat bahwa berpikir kritis (critical thinking) meliputi kemampuan individu untuk memahami makna dari suatu masalah, keterbukaan pikiran terhadap berbagai pendekatan atau pandangan, dan menentukan sendiri hal yang diyakini atau dilakukannya. Perubahan kognitif


(47)

yang memungkinkan peningkatan pemikiran kritis pada remaja, yaitu: meningkatnya kecepatan, otomatisasi dan kapasitas pemrosesan informasi; bertambah luasnya isi pengetahuan; meningkatnya kemampuan membangun kombinasi-kombinasi baru dari pengetahuan; semakin bervariasinya strategi dan spontanitas individu dalam penggunaan strategi. Keating (dalam Santrock 2003) menyakini bahwa masa remaja sebagai masa peralihan penting dalam perkembangan kognitif.

Menurut Sternberg (dalam Santrock 2003), keterampilan berpikir kritis yang diperlukan remaja dalam kehidupan sehari-hari adalah: mengetahui adanya masalah, mendefinisikan masalah lebih jelas, mengatasi masalah, mengambil keputusan mengenai hal-hal pribadi, mendapatkan informasi, berpikir dalam kelompok, dan merancang pendekatan jangka panjang untuk masalah jangka panjang.

Berdasarkan pandangan beberapa tokoh di atas (dalam Santrock 2003), pemikiran operasional formal ini mencakup pengambilan keputusan secara mandiri, sedangkan pengambilan keputusan memerlukan pemikiran kritis. Salah satu cara meningkatkan pemikiran kritis adalah dengan memperluas pengetahuan. (Santrock, 2003)


(48)

4. Karakteristik Remaja

Calon (dalam Monks, Knoers, & Haditono, 1987) mengemukakan bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi juga tidak lagi memiliki status kanak-kanak. Gunarsa (1984) menggambarkan karakteristik remaja sebagai berikut:

a. Adanya kegelisahan

Remaja mempunyai banyak keinginan yang tidak selalu dapat dipenuhi.Di satu sisi, remaja ingin mencari pengalaman untuk menambah pengetahuan dan keluwesan dalam tingkah laku. Di sisi lain, remaja merasa belum mampu dalam melakukan berbagai hal. Alhasil, remaja hanya dikuasai oleh perasaan gelisah karena keinginan yang tidak tersalurkan. b.Adanya pertentangan

Pada umumnya antara remaja dan orang tua muncul perselisihan dan pertentangan pendapat yang menimbulkan keinginan yang kuat pada remaja untuk melepaskan diri dari orang tua, namun keinginan tersebut ditentang oleh keinginan memperoleh rasa aman.

c. Memiliki keinginan besar mencoba hal-hal yang belum diketahuinya

Remaja ingin mengetahui segala macam hal melalui usaha-usaha yang dilakukan dalam berbagai bidang, misalkan, remaja pria mencoba


(49)

merokok, remaja putri mulai menggunakan kosmetik. Keinginan mencoba dapat berakibat negatif seperti mencoba mengisap ganja.

d.Memiliki keinginan mencoba yang sering pula diarahkan pada diri sendiri maupun terhadap orang lain

Keinginan mencoba dapat pula berdampak pada orang lain seperti penjelajahan ketubuhan.

e. Memiliki keinginan menjelajah

Remaja tidak hanya ingin menjelajah di lingkungan sekitar, bahkan ada keinginan menjelajah ke lingkungan yang lebih luas lagi.

f. Suka mengkhayal dan berfantasi

Keinginan menjelajah lingkungan tidak mudah dilaksanakan. Banyak faktor yang menghalangi penyaluran keinginan menjelajah dan bereksperimen, sehingga remaja hanya dapat mengkhayal dan berfantasi. g. Berkelompok

Adanya keterbatasan-keterbatasan dalam mewujudkan keinginan, remaja merasa tidak berdaya dalam suasana dan situasi yang justru dikuasai segala keinginan untuk bertindak, berbuat, dan bereksplorasi. Kebanyakan remaja memilih untuk berkumpul melakukan kegiatan bersama, mengadakan penjelajahan secara berkelompok. Keinginan berkelompok tumbuh sedemikian besar pada diri remaja dan merupakan ciri umum remaja.


(50)

Salah satu karakteristik remaja adalah berkelompok. Remaja dapat mengatasi ketidakberdayaan dalam situasi yang dikuasai keinginan untuk bertindak dan bereksplorasi dengan melakukan kegiatan bersama atau berkelompok. Keinginan berkelompok pada remaja pun semakin besar dan menjadi ciri umum remaja. (Gunarsa, 1984)

5. Tugas Perkembangan Remaja

Berdasarkan data penelitian lintas budaya, Havighurst (dalam Monks et al., 1987) mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja yang berusia 12 sampai dengan 18 tahun:

a. Perkembangan aspek-aspek biologis.

b. Menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri.

c. Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa yang lain.

d. Mendapatkan pandangan hidup sendiri.

e. Merealisasi suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri.

Salah satu tugas perkembangan yang perlu dilalui oleh remaja menurut Havighurst (dalam Monks et al., 1987) adalah mendapatkan pandangan hidup sendiri dan merealisasi suatu identitas pribadi, maka remaja akhir diharapkan tidak


(51)

kehilangan identitas pribadi dan dapat memiliki pandangan sendiri (Baron & Byrne, 2005).

D.Dinamika Hubungan antara Keluasan Informasi dengan Konformitas pada Mahasiswa Semester Awal

Menurut Keating (dalam Santrock, 2003), masa remaja adalah masa peralihan penting dalam perkembangan kognitif. Mahasiswa yang sudah berada pada tahap remaja akhir diharapkan mencapai pemikiran operasional formal secara penuh, dan dituntut memiliki pemikiran yang kritis (Santrock, 2003).

Berpikir kritis meliputi kemampuan individu untuk memahami makna dari suatu masalah, keterbukaan pikiran terhadap berbagai pendekatan atau pandangan, dan menentukan sendiri hal yang diyakini atau dilakukannya. Perubahan kognitif yang memungkinkan peningkatan pemikiran kritis pada remaja, yaitu: meningkatnya kecepatan, otomatisasi dan kapasitas pemrosesan informasi; bertambah luasnya isi pengetahuan; meningkatnya kemampuan membangun kombinasi-kombinasi baru dari pengetahuan; semakin bervariasinya strategi dan spontanitas individu dalam penggunaan strategi (Santrock 2003).

Menurut Stenberg (dalam Santrock 2003), salah satu keterampilan berpikir kritis yang diperlukan remaja dalam kehidupan sehari-hari adalah mengambil keputusan mengenai hal-hal pribadi. Santrock (2003) juga mengemukakan bahwa masa remaja adalah masa di mana meningkatnya kemampuan mengambil


(52)

keputusan. Suatu penelitian yang dikemukakan oleh Lewis (dalam Santrock 2002), bahwa remaja yang berusia lebih tua memiliki kemampuan mengambil keputusan lebih tepat daripada yang lebih muda. Dengan kata lain, mahasiswa semester awal yang sudah berada pada tahap remaja akhir memiliki kemampuan dalam hal pengambilan keputusan.

Kemampuan mengambil keputusan ini didukung dengan keluasan informasi yang dimiliki. Informasi yang dimiliki individu akan sangat mempengaruhi kehidupan individu sehari-hari seperti dalam pengambilan keputusan, dalam bertindak, dalam memilih, dan sebagainya. Informasi berguna ketika individu akan membuat keputusan karena informasi menurunkan ketidakpastian atau meningkatkan pengetahuan. Ketika pengetahuan individu bertambah, individu dapat mengatasi situasi yang ambigu atau ketidakjelasan tanpa mengikuti perilaku orang lain.

Sears, Freedman, dan Peplau (1985) mengutarakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi konformitas adalah kurangnya informasi. Individu berharap mendapatkan manfaat dengan melakukan apa yang orang lain lakukan. Deutsch dan Gerard (dalam Baron & Byrne 2005) juga mengemukakan bahwa salah satu kebutuhan psikologis yang menyebabkan individu melakukan konformitas yaitu kebutuhan untuk benar (pengaruh sosial informasional).

Pengaruh sosial informasional terjadi ketika seseorang mengikuti anggota lain dalam kelompok untuk mendapatkan informasi yang akurat. Ketika individu


(53)

terjebak dalam situasi yang ambigu, individu akan merasa bingung apa yang harus dilakukannya. Individu tersebut akan bergantung pada orang lain untuk mendapatkan informasi atau jawaban, sedangkan keakuratan dapat diperoleh dengan memiliki wawasan atau informasi. Dengan demikian, diasumsikan bahwa semakin banyak informasi yang dimiliki oleh individu, maka akan semakin rendah tingkat konformitasnya.

Melalui studi Hofstede (dalam Susana 2006) diketahui bahwa Indonesia berada pada peringkat ke 68-69 dalam nilai indeks individualisme, sedangkan Amerika menduduki peringkat pertama dan beberapa negara barat lainnya juga berada pada peringkat atas. Hofstede (dalam Susana 2006) juga berpendapat bahwa semakin tinggi tingkat individualisme suatu negara, memiliki arti semakin rendah tingkat kolektivismenya.

Hal yang dapat menyebabkan perbedaan tingkat individualisme dan kolektivisme adalah perbedaan pola interaksi dalam masyarakat. Masyarakat yang mengandalkan pertanian (agraris) lebih sederhana bila dibandingkan dengan masyarakat industri dan informasi. Susana (2006) menyimpulkan, bahwa semakin sederhana suatu masyarakat, semakin erat hubungan kekerabatannya, maka semakin tinggi tingkat kolektivismenya. (Susana, 2006)

Kolektivisme memiliki arti kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, komunalisme dan sebagainya. Soepomo (dalam Atmaja, 2011) menjelaskan bahwa kolektivisme adalah suatu konsep yang menjunjung kekeluargaan, dan kesatuan


(54)

hidup bersama dalam masyarakat, di mana tiap individu merasa dirinya satu dalam golongannya. Ketika konsep tersebut muncul dalam diri individu, ini menunjukkan mulai terbentuknya rasa ketergantungan. Alhasil, kemerdekaan sebagai pribadi akan lenyap, dan tergantikan oleh sikap menuruti kehendak mayoritas. Dengan kata lain, individu akan mengalami hambatan untuk mencapai tujuan pribadinya karena sikap individu itu sendiri yang mengikuti kehendak mayoritas.

Di budaya Timur yang kolektif, peran keluasan informasi terhadap konformitas dipertanyakan. Hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas menjadi suatu hubungan yang tidak jelas karena adanya peran kolektivisme. Masyarakat Indonesia lebih mementingkan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia ingin menjaga hubungan kekerabatan atau kebersaman yang telah dibangun.

Keluasan informasi dengan konformitas tetap diyakini memiliki hubungan karena adanya beberapa penelitian yang dilakukan oleh tokoh-tokoh sebelumnya, dengan catatan penelitian tersebut dilakukan di luar Indonesia. Berikut ini adalah gambaran mengenai dinamika hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas yang di mana kolektivisme ikut berperan di dalamnya.


(55)

Gambar 1.Dinamika hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas, serta kolektivisme yang berperan di dalamnya.

E.Hipotesis Penelitian

Melalui uraian dinamika hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa ada hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas.

Konformitas

Informasi

Kolektivisme: Menuruti kehendak mayoritas

Pengetahuan/Keluasan Informasi:

Pengetahuan dapat

mempengaruhi keterampilan pengambilan keputusan

Informasi diolah

dan disimpan

+

Kolektivisme masuk ke dalam hubungan keluasan informasi dan konformitas.


(56)

36 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu faktor variabel berkaitan dengan variasi pada variabel lainnya (Azwar, 2004). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara dua variabel, yaitu keluasan informasi dan konformitas.

B. Identifikasi Variabel

Variabel adalah sesuatu yang menjadi objek pengamatan dalam penelitian (Suryabrata, 2004).

Variabel bebas : Keluasan informasi Variabel tergantung : Konformitas

C. Definisi Operasional 1. Keluasan Informasi

Keluasan informasi adalah jumlah pengetahuan yang dimiliki individu. Pengetahuan yang dimiliki individu dapat berasal dari


(57)

pembelajaran sebelumnya, pengalaman pribadi, serta informasi-informasi yang diterima dari media massa, buku, dan orang lain (Yusup, 2012). Seseorang yang memiliki banyak pengetahuan adalah orang yang memiliki rasa ingin tahu dan minat sosial yang tinggi (Groth-Marnat, 2010). Keingintahuan yang semakin tinggi akan membuat individu semakin sering mencari informasi terkait. Informasi yang diperoleh individu itu diolah, disimpan, sehingga menjadi pengetahuan bagi individu (Yusup, 2012). Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki individu, maka semakin luas informasi yang dimiliki individu tersebut. Bertambahnya pengetahuan juga dapat meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan (Santrock, 2003).

Untuk mengukur keluasan informasi yang dimiliki individu, dapat menggunakan subtes informasi yang merupakan bagian dari WAIS. Soal subtes informasi dalam WAIS berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan umum. Pengetahuan umum ini didapatkan oleh orang kebanyakan dengan tingkat kesempatan rata-rata. Pengetahuan ini didasarkan pada materi habitual dan sudah dikuasai, khususnya pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa.


(58)

2. Konformitas

Konformitas adalah perubahan perilaku atau tindakan yang disebabkan oleh tekanan dari kelompok (Myers, 2012). Individu dapat terpengaruh melalui proses yang tidak disadari atau secara langsung melalui tekanan teman sebaya.

Berdasarkan penjelasan dari Deutsch dan Gerard (dalam Baron et al., 2005) mengenai alasan orang melakukan konformitas, maka aspek konformitas beserta indikatornya dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Aspek normatif

Aspek normatif mencakup perilaku yang bertujuan untuk memenuhi harapan orang lain, untuk diterima oleh orang lain, dan untuk menghindari penolakan.

b.Aspek informasional

Aspek informasional mencakup perilaku yang bertujuan untuk benar dan akurat, untuk mencari rujukan dari orang lain ketika berada dalam situasi ambigu, dan untuk memenuhi ketertarikkannya pada dunia sosial.

D. Subjek Penelitian

Penelitian ini akan melibatkan 60 subjek penelitian yang memiliki kriteria sebagai berikut:


(59)

1. Mahasiswa/mahasiswi yang berada pada semester 1 sampai dengan semester 4 atau angkatan 2011 dan 2012.

2. Remaja dengan rentang usia 17 sampai dengan 20 tahun yang berada pada tahap remaja akhir.

3. Individu yang belum pernah mengerjakan tes WAIS karena keluasan informasi individu akan diuji dengan subtes informasi yang merupakan bagian dari WAIS.

Jumlah subjek penelitian ditetapkan sebanyak 60 karena dirasa sudah mewakili data yang diinginkan. Dalam pemilihan subjek penelitian, peneliti menggunakan teknik purposive sample. Dalam teknik tersebut, pemilihan subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang memiliki sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004).

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data akan menggunakan skala konformitas yang akan mengukur konformitas, dan subtes informasi dalam WAIS yang akan mengukur keluasan informasi yang dimiliki pada remaja akhir.

1. Skala Konformitas

Skala konformitas ini akan menggunakan skala Likert dimana peneliti hanya menggunakan empat alternatif jawaban dengan alasan agar


(60)

jawaban subjek lebih objektif. Keempat alternatif itu adalah SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju).

Pengukuran skala item konformitas ini bersifat favorable maka penskalaan subjek akan diberi skor bagi alternatif jawaban SS=4, S=3, TS=2, dan STS=1. Sebaliknya jika item yang unfavorable maka penskalaan subjek akan diberi skor bagi setiap alternatif SS=1, S=2, TS=3, dan STS=4.

Tabel 1

Blue Print Skala Konformitas

Aspek Favorable Unfavorable Total

Normatif 15 aitem 15 aitem 30 aitem

Informasional 15 aitem 15 aitem 30 aitem

30 aitem 30 aitem 60 aitem

Tabel 2

Distribusi Aitem Pra Uji Coba Skala Konformitas

Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total aitem

Normatif Memiliki kecenderungan untuk memenuhi harapan orang lain

1, 13, 25, 37, 49

3, 15, 27, 39,

51 10

Adanya keinginan untuk diterima oleh orang lain

5, 17, 29, 41, 53

7, 19, 31, 43,

55 10

Menghindari penolakan

9, 21, 33, 45, 57

11, 23, 35,

47, 59 10

Informasional Memiliki motivasi untuk benar dan akurat

2, 14, 26, 38, 50

4, 16, 28, 40,


(61)

Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total aitem

Memiliki kecenderungan untuk mencari rujukan dari orang lain ketika berada dalam situasi ambigu

6, 18, 30, 42, 54

8, 20, 32, 44,

56 10

Memiliki minat yang tinggi terhadap dunia sosial

10, 22, 34, 46, 58

12, 24, 36, 48, 60

10 30 aitem 30 aitem 60 aitem

2. Subtes Informasi (dalam WAIS)

WAIS merupakan tes inteligensi untuk subjek dengan rentang usia 16 sampai dengan 89 tahun. Tes ini mengukur kemampuan verbal, non-verbal, dan kecerdasan umum (Kaufman &Lichtenberger, 1999).WAIS terdiri dari subtes verbal dan kinerja. Subtes-subtes yang tergolong dalam subtes verbal adalah kosakata, keserupaan, informasi, comprehension, aritmetika, rentang digit, dan deretan huruf-angka (Aiken & Groth-Marnat, 2008).

Subtes informasi terdiri dari 29 pertanyaan informasi umum. Subtes informasi dalam WAIS merupakan sampel tipe pengetahuan yang seharusnya bisa didapatkan oleh individu dengan tingkat kesempatan rata-rata. Pengetahuan ini pada umumnya didasarkan pada materi habitual dan sudah dikuasai oleh individu. Kinerja pada subtes melibatkan ingatan jarak jauh dan kesiagaan terhadap lingkungan.


(62)

Subtes informasi mengukur beberapa aspek, yaitu: a. Rentang pengetahuan faktual umum

b. Pembelajaran yang dipelajari sebelumnya

c. Keingintahuan intelektual atau dorongan untuk mengumpulkan pengetahuan

d. Kesiagaan menghadapi dunia sehari-hari e. Ingatan jangka panjang

Dengan pemahaman akan fungsi subtes informasi ini, maka keluasan informasi yang dimiliki individu dapat diukur dengan subtes informasi pada WAIS.

F. Validitas dan Reliabilitas

Suatu kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya apabila didasarkan pada data yang bersifat valid dan reliable. Kedua sifat tersebut diperlihatkan oleh tingginya validitas dan reliabilitas hasil ukur suatu tes. (Azwar, 2011)

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang memiliki arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau alat ukur dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan


(63)

hasil ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran tersebut. Suatu alat ukur yang valid, selain mampu mengungkapkan data dengan tepat, juga mampu memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Dikatakan cermat apabila pengukuran tersebut mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lainnya. Alat ukur yang valid memiliki varians error yang kecil sehingga angka yang dihasilkan dapat dipercaya sebagai angka yang mendekati keadaan sebenarnya.

Tipe validitas yang digunakan dalam skala konformitas adalah validitas isi (content validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui professional judgement.

2. Reliabilitas

Reliabilitas berasal dari kata “rely” dan “ability” yang memiliki konsep, sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh angka yang disebut koefisien reliabilitas (rₓₓ˒). Secara teoretik, koefisien reliabilitas berkisar dari 0.0 sampai dengan 1.00. Jika koefisien reliabilitas rₓₓ˒ = 1.00, maka artinya terdapat konsistensi yang sempurna pada hasil ukur terkait. Jika koefisien reliabilitasnya semakin mendekati 1.00, maka semakin tinggi reliabilitasnya.


(64)

Validitas dan reliabilitas WAIS sudah teruji oleh para ahli dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Reliabilitas split-half rata-rata pada WAIS IQ mencapai 0.94 sampai dengan 0.97, demikian pula reliabilitas tes-retest. Angka tersebut menunjukkan tes tersebut dapat dipercaya. Sementara itu, untuk koefisien reliabilitas pada subtes informasi adalah 0.91 pada split-half

reliabilitas dan 0.94 pada test-retest reliabilitas. Dengan demikian, subtes informasi dalam WAIS dapat langsung digunakan tanpa uji coba karena sudah terbukti reliabilitasnya. (Zimmerman & Woo Sam, 1973)

G. Uji Coba Alat Pengumpulan Data

1. Pelaksanaan Uji Coba Alat Pengumpulan Data

Pelaksanaan uji coba alat ukur konformitas dilakukan pada tanggal 15-16 Mei 2013 di dua tempat yaitu Gereja Kristen Indonesia Gejayan dan Fakultas Psikologi, kampus III Universitas Sanata Dharma. Alat ukur disebarkan pada mahasiswa yang sedang menempuh ilmu di Yogyakarta. Pemilihan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu mahasiswa/i yang berada pada semester 1 sampai dengan 4 dan dengan rentang usia 17-20 tahun.

Penyebaran alat ukur konformitas dilakukan dengan mendatangi subjek yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Beberapa alat ukur


(65)

dititipkan pada salah satu adik tingkat jurusan Psikologi untuk dibagikan kepada teman-teman kelasnya.

2. Hasil Uji Coba Alat Pengumpulan Data

a. Validitas skala konformitas

Uji validitas yang digunakan pada skala konformitas adalah validitas isi. Dalam penelitian ini peneliti menguji validitas tes melalui professional judgement, yaitu penilaian dosen pembimbing terhadap aitem-aitem alat ukur yang dibuat oleh peneliti. Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur (Azwar, 2011).

b. Seleksi aitem pada skala konformitas

Dalam pemilihan aitem pada skala konformitas akan dilakukan analisis aitem bagi setiap aspek, dengan membandingkan indeks daya diskriminasi dalam aspek masing-masing. Hal ini dikarenakan atribut yang diukur dalam skala ini tergolong atribut komposit. Atribut komposit adalah atribut yang dikonsepkan terdiri atas beberapa aspek atau dimensi yang mengungkap subdomain yang berbeda satu sama lain (Azwar, 2003).


(66)

Besarnya koefisien korelasi aitem total berkisar dari 0 sampai dengan 1.00 dengan tanda positif atau negatif. Bila koefisien korelasi semakin mendekati 1.00, maka daya diskriminasi aitem semakin baik, dan sebaliknya pula. Pada umumnya kriteria pemilihan aitem menggunakan batasan rix ≥ 0.30. Jika jumlah aitem yang lolos masih belum mencukupi jumlah yang diinginkan, dapat dipertimbangkan untuk menurunkan batas kriteria.Azwar (2003) sangat tidak menyarankan untuk menurunkan batas kriteria di bawah 0.20.

Guna mencapai jumlah aitem yang lebih banyak untuk mengungkap atribut yang diukur, peneliti menetapkan batas kriteria rix ≥ 0.20. Apabila rix ≥ 0.20, maka aitem tersebut tergolong baik. Sebaliknya, bila rix < 0.20, maka aitem tersebut tergolong tidak baik. Berikut adalah hasil penyeleksian aitem berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi pada aitem-aitem skala konformitas dalam tiap aspek.

Tabel 3

Penyeleksian Aitem pada Aspek Normatif

Aitem Jumlah

Aitem yang tergolong baik 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 17, 19, 21, 23, 25, 29, 31, 33, 35, 37, 39, 41, 43, 45, 47, 49, 51, 53, 57, dan 59.

27 aitem


(67)

Tabel 4

Penyeleksian Aitem pada Aspek Informasional

Aitem Jumlah

Aitem yang tergolong baik 4, 6, 8, 10, 12, 14, 18, 20, 24, 30, 32, 40, 42, 44, 46, 52, 54, dan 58

18 aitem

Aitem yang tergolong tidak baik 2, 16, 22, 26, 28, 34, 36, 38, 48, 50, 56, dan 60.

12 aitem

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa pada aspek normatif terdapat 27 aitem memiliki daya diskriminasi yang tergolong baik dan 3 aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah. Pada aspek informasional terdapat 18 aitem dikategorikan memiliki daya diskriminasi yang baik dan 12 aitem dikategorikan memiliki daya diskriminasi yang tidak baik. Berikut adalah aitem-aitem yang lolos dari uji coba.

Tabel 5

Aitem yang Sahih pada Skala Konformitas Setelah Uji Coba

Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total

aitem

Normatif Memiliki kecenderungan untuk memenuhi harapan orang lain

1, 13, 25,

37, 49 3, 39, 51 8

Adanya keinginan untuk diterima oleh orang lain

5, 17, 29,

41, 53 7, 19, 31, 43 9 Menghindari

penolakan

9, 21, 33, 45, 57

11, 23, 35,

47, 59 10

Informasional Memiliki motivasi untuk benar dan akurat


(68)

Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total aitem

Memiliki kecenderungan untuk mencari rujukan dari orang lain ketika berada dalam situasi ambigu

6, 18, 30,

42, 54 8, 20, 32, 44 9

Memiliki minat yang tinggi terhadap dunia sosial

10, 46, 58 12, 24 5

24 21 45

Pertimbangan akan proporsional dalam penyebaran aitem pada tiap indikator diperlukan, maka peneliti memilah lagi aitem-aitem yang memiliki daya diskriminasi yang tinggi dari antara aitem-aitem yang sahih pada tiap indikator. Berikut ini adalah distribusi aitem pada skala konformitas setelah uji coba.

Tabel 6

Distribusi Aitem pada Skala Konformitas Setelah Uji Coba

Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total

aitem

Normatif Memiliki kecenderungan untuk memenuhi harapan orang lain

1 (25),13

(49) 3 (3), 15 (51) 4 Adanya keinginan

untuk diterima oleh orang lain

5 (17), 17 (41)

7 (19), 19

(31) 4

Menghindari penolakan

9 (9), 21 (33)

11 (11), 23

(47) 4

Informasional Memiliki motivasi untuk benar dan akurat

2 (14) 4 (4), 14 (40),


(69)

Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total aitem

Memiliki kecenderungan untuk mencari rujukan dari orang lain ketika berada dalam situasi ambigu

6 (30), 16

(42) 8 (8), 18 (32) 4

Memiliki minat yang tinggi terhadap dunia sosial

10 (10), 20 (58)

12(12), 22

(24) 4

11 13 24

Ket: (bold) = aitem sebelum uji coba

c. Reliabilitas skala konformitas

Pengujian reliabilitas pada skala konformitas ini menggunakan teknik Alpha Cronbach dari program SPSS versi 16.00. Berikut adalah koefisien reliabilitas pada masing-masing aspek.

Tabel 7

Reliabilitas (Aspek Normatif)

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.813 .871 30

Tabel 8

Reliabilitas (Aspek Informasional)

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items


(70)

Setelah melakukan perhitungan koefisien reliabilitas pada masing-masing aspek, baru kemudian dilakukan perhitungan reliabilitas secara keseluruhan (Azwar, 2003).

Tabel 9

Reliabilitas (Keseluruhan)

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

860 .885 60

Setelah menggugurkan aitem yang memiliki daya diskriminasi yang rendah, koefisien reliabilitas yang didapatkan adalah:

Tabel 10

Reliabilitas (Aspek Normatif) Setelah Pengguguran Aitem

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.882 .881 27

Tabel 11

Reliabilitas (Aspek Informasional) Setelah Pengguguran Aitem

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items


(71)

Tabel 12

Reliabilitas (Keseluruhan) Setelah Pengguguran Aitem

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.902 .900 45

Setelah dilakukan penyeleksian aitem, koefisien reliabilitas yang didapatkan adalah:

Tabel 13 Reliabilitas

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.855 .855 24

Pada umumnya, reliabilitas dianggap memuaskan bila mencapai minimal 0.900, namun kadang suatu koefisien yang belum mencapai nilai tersebut masih dapat dianggap cukup berarti (Azwar, 2003). Koefisien reliabilitas 0.855 memiliki arti bahwa variasi yang tampak pada skor skala konformitas mampu mencerminkan 86% dari variasi yang terjadi pada skor-murni kelompok subjek terkait. Hal ini juga mencerminkan bahwa hanya terdapat 14% variasi skor skala yang menampakkan variasi error. Dengan demikian, koefisien reliabilitas yang dicapai dalam uji coba ini dapat dianggap bahwa skala ini dapat dipercaya.


(72)

H. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Pearson Product Moment. Perhitungan korelasi antara keluasan informasi dan konformitas akan menggunakan program SPSS versi 16.00.


(1)

UJI ASUMSI

1.

Uji Normalitas

a.

Keluasan Informasi

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum KeluasanInformasi 60 11.1500 4.24993 4.00 19.00

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

KeluasanInformasi

N 60

Normal Parametersa Mean 11.1500 Std. Deviation 4.24993 Most Extreme Differences Absolute .154

Positive .154

Negative -.118

Kolmogorov-Smirnov Z 1.192

Asymp. Sig. (2-tailed) .117

a. Test distribution is Normal.

b.

Konformitas

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Konformitas 60 70.4667 6.68027 58.00 85.00


(2)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Konformitas

N 60

Normal Parametersa Mean 70.4667 Std. Deviation 6.68027 Most Extreme Differences Absolute .089

Positive .085

Negative -.089

Kolmogorov-Smirnov Z .688

Asymp. Sig. (2-tailed) .731 a. Test distribution is Normal.

2.

Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. Konformitas *

Keluasan Informasi

Between Groups

(Combined) 618.546 14 44.182 .987 .482 Linearity 63.826 1 63.826 1.426 .239 Deviation from

Linearity 554.720 13 42.671 .953 .509 Within Groups

2014.387 45 44.764

Total

2632.933 59

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared Konformitas *


(3)

Lampiran 6

Uji Hipotesis

(Analisa Korelasi)


(4)

Uji Hipotesis (Analisa Korelasi)

Nonparametrik Spearman

Correlations

KeluasanInformasi Konformitas Spearman's rho KeluasanInformasi Correlation Coefficient 1.000 .210

Sig. (2-tailed) . .107

N 60 60

Konformitas Correlation Coefficient .210 1.000 Sig. (2-tailed) .107 .


(5)

vi

HUBUNGAN ANTARA KELUASAN INFORMASI DENGAN

KONFORMITAS PADA MAHASISWA SEMESTER AWAL

Jina

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas pada mahasiswa semester awal.Penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian kuantitatif-korelasional. Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu keluasan informasi ,dan konformitas. Subjek yang dilibatkan berjumlah 60 mahasiswa/i yang sedang menempuh ilmu di Yogyakarta.Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan subtes informasi yang merupakan bagian dari WAIS, dan skala konformitas.Metode analisa yang digunakan adalah deskripsi data peneltian dan uji korelasi Spearman melalui bantuan SPSS versi 16, karena hasil data penelitian memiliki hubungan yang tidak linear. Hasil analisa menunjukkan bahwa mahasiswa semester awal masih melakukan konformitas, namun tidak terdapat hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas (p=0.170, p>0.01). Hal ini mengindikasikan bahwa keluasan informasi tidak memberi banyak pengaruh terhadap konformitas, dan masih ada faktor lain yang mempengaruhi konformitas.Hasil penelitian ini menyarankan mahasiswa semester awal mengembangkan independensi.


(6)

vii

THE CORRELATION BETWEEN THE BREADTH OF INFORMATION

AND CONFORMITY ON EARLY SEMESTER COLLEGE STUDENT

Jina

ABSTRACT

This study aimed to determine whether there is a correlation between the breadth of information and conformity on early semester college students.This is a quantitative-correlational study. There are two variables in this study, the breadth of the information, and conformity. The subjects are included 60 college students who are studying in Yogyakarta. Means of data collection in this study are using a subtest of information that is part of the WAIS, and a scale of conformity. The analysis method is

research’s data description and the Spearman correlation test through SPSS version 16, since the result of the research data does not have a linear relationship. The analysis showsthat theearly semester students still perform conformity, butthere was no correlation between the breadth of information and conformity (p = 0.170, p> 0.01. This indicates that the breadth of information does not influence much on conformity, and there are other factors that influence conformity. Result of this study suggests the early semester students to develop independence.