Komponen Komitmen Organisasi KOMITMEN AFEKTIF

Berdasarkan penjelasan diatas, faktor komitmen afektif adalah karakteristik personal, karakteristik pekerjaan, karakteristik organisasi, dan pengalaman kerja.

C. HUBUNGAN

ANTARA RELIGIUSITAS INTRINSIK DENGAN KOMITMEN AFEKTIF Individu yang menginternalisasi nilai dan ajaran agamanya, serta mewujudkannya dalam kehidupannya memiliki religiusitas intrinsik yang tinggi Allport, 1967; dalam Vitell, 2009, Day Hudson, 2011. Weaver Agle 2002 menyatakan bahwa religiusitas memiliki pengaruh terhadap sikap dan perilaku manusia, misalnya mengontrol diri Vitell et al., 2009, perilaku moral Carpenter Marshall, 2009, dan etika Vitell et al. 2007. Allport dalam Vitell, 2005 juga menyatakan bahwa individu yang memiliki komitmen terhadap agama akan menempatkan nilai dan ajaran agama sebagai hal terpenting sehingga membuat individu lebih memperhatikan moral dan etika. Komitmen afektif menjadi salah satu bentuk dari etika karena karyawan yang berkomitmen terhadap organisasi akan merasa memiliki hubungan dengan nilai organisasi Schwepker, dalam Valentine, Godkin, Lucero, 2002. Individu yang memiliki komitmen afektif terhadap organisasi akan merasa terikat dengan nilai dan tujuan organisasi dan bersikap sesuai dengan nilai dan tujuan tersebut. Ketika individu mampu bersikap sesuai dengan nilai dan tujuan dalam organisasi, maka individu tersebut menerapkan etika dalam bekerja. Meyer Allen 1991; dalam Sharma Dhar, 2016 menyatakan bahwa etika individu menjadi salah satu faktor komitmen afektif. Meyer Allen mengelompokkan faktor komitmen afektif dalam tiga kelompok, yaitu karakteristik personal, struktur organisasi, dan pengalaman kerja. Etika individu termasuk dalam karakteristik personal yang mempengaruhi komitmen afektif. Apabila individu memiliki etika dalam berorganisasi, maka individu akan memperhatikan nilai dan tujuan organisasi dimana ia berada, berusaha atas nama organisasi, bertanggungjawab, disiplin dan memiliki kesetiaan terhadap organisasi. Hal ini mengarahkan individu kepada komitmen afektif yang tinggi terhadap organisasi. Individu dengan religiusitas intrinsik yang rendah tidak menginternalisasi nilai religius sehingga ia juga tidak dapat mewujudukan nilai dan keyakinan religius dalam kehidupannya Allport, 1967; dalam Vitell, 2009, Day Hudson, 2011. Oleh karena itu, individu tidak memiliki kepekaan terhadap moral dan etika karena kurangnya internalisasi terhadap nilai dan ajaran religius. Hal ini membuat individu kurang mampu untuk bersikap sesuai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari, termasuk etika dalam berorganisasi. Hal ini mengakibatkan individu kurang mengenal dan kurang memiliki keyakinan terhadap nilai dan tujuan organisasi, kurang memiliki loyalitas terhadap organisasi, kurang berusaha untuk organisasi, kurang disiplin dan bertanggungjawab. Hal ini mengarahkan individu kepada komitmen afektif yang rendah terhadap organisasi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

D. SKEMA HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS INTRINSIK DENGAN

KOMITMEN AFEKTIF RELIGIUSITAS Religiusitas Intrinsik tinggi menginternalisasi nilai dan ajaran religius memperhatikan moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari, termasuk etika dalam bekerja menerima dan memiliki keyakinan terhadap tujuan dan nilai organisasi, berusaha untuk kemajuan organisasi, memiliki keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi komitmen afektif tinggi Religiusitas Intrinsik rendah kurang menginternalisasi nilai dan ajaran religius kurang memperhatikan moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari, termasuk etika dalam bekerja kurang menerima dan kurang memiliki keyakinan terhadap tujuan dan nilai organisasi, kurang berusaha untuk kemajuan organisasi, kurang memiliki keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi komitmen afektif rendah