Uji Asumsi Hasil Penelitian

Dari gambar 3, dapat dilihat bahwa hubungan linier antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif tidak signifikan karena data yang menyebar dan tidak mengumpul.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi untuk mengetahui hubungan antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi secara normal sehingga uji hipotesis penelitian ini harus menggunakan tes non parametrik Spearman Rho yang dilakukan dengan bantuan program SPSS. Tabel 11 Hasil Uji Hipotesis Religiusitas Intrinsik dengan Komitmen Afektif Religiusitas Intrinsik Komitmen Afektif Spearmans rho Religiusitas Intrinsik Correlation Coefficient 1.,000 0.381 Sig. 1-tailed . 0,000 Komitmen Afektif Correlation Coefficient 0.381 1,000 Sig. 1-tailed 0,000 . . Korelasi signifikan pada 0.01 1-tailed. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi r = 0,381 dengan signifikansi p = 0,01. Hal ini berarti bahwa terdapat korelasi positif, cukup kuat, dan signifikan antara religiusitas intrinsik dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI komitmen afektif. Artinya, semakin tinggi religiusitas intrinsik, semakin tinggi komitmen afektif karyawan. Sebaliknya, semakin rendah religiusitas intrinsik karyawan, maka semakin rendah komitmen afektif karyawan tersebut. Hasil analisis membuktikan bahwa hipotesis penelitian diterima.

E. Pembahasan

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif karyawan. Hasil uji hipotesis antara religiusitas intrinsik dan komitmen afektif karyawan memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,381 dengan signifikansi 0,000. Hasil ini menunjukkan ada hubungan positif yang cukup kuat antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif. Artinya, semakin tinggi religiusitas intrinsik karyawan, maka semakin tinggi komitmen afektif karyawan tersebut terhadap perusahaan tempat ia bekerja. Sebaliknya, semakin rendah religiusitas intrinsik karyawan, maka semakin rendah komitmen afektif karyawan terhadap perusahaan. Dengan demikian, hipotesis penelitian diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kutcher at al. 2010 menunjukkan bahwa semakin tinggi religiusitas karyawan, maka semakin tinggi pula komitmen afektif karyawan terhadap perusahaan. Selain itu, Kuthcer et al. 2010 juga menemukan bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI subjek yang menilai dirinya religius dan melaksanakan ajaran agama cenderung menunjukkan komitmen afektif yang tinggi dibandingkan dengan subjek yang menilai dirinya tidak religius dan tidak melaksanakan ajaran agamanya. Keyakinan dan ajaran agama sering dianggap menumbuhkan perasaan tanggungjawab terhadap diri dan orang lain. Oleh karena itu, komitmen terhadap agama dan ketaatan pada nilai dan keyakinan agama juga diwujudkan dalam keanggotaan organisasi. Individu dengan religiusitas intrinsik yang tinggi merupakan individu yang menginternalisasi nilai dan ajaran agama serta mewujudkanya dalam kehidupan Allport, 1967; dalam Vitell et al., 2009. Nilai dan ajaran agama yang telah diinternalisasi kemudian menjadi kesatuan yang melekat dengan nilai personal individu. Bardi Schwartz 2003 menyatakan bahwa nilai personal menjadi prinsip dalam menuntun kehidupan individu yang diterapkan dalam berbagai waktu dan konteks. Oleh karena itu, nilai agama yang melekat dengan nilai personal individu juga memiliki peran sebagai penuntun individu dalam kehidupan sehari-hari. Hasil meta-analisis Kristof-Brown, Zimmerman, Johnson 2005 menemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kesesuaian nilai dengan komitmen karyawan terhadap organisasi. Van Dick, Becker, Meyer 2006 juga menyatakan bahwa keinginan karyawan untuk bertahan dalam perusahaan disebabkan karena karyawan merasa adanya kesesuaian antara nilai personal karyawan dengan misi atau nilai organisasi. Nilai perusahaan yang sesuai dengan nilai personal, khususnya nilai-nilai agama yang telah diinternalisasi oleh karyawan merupakan salah satu faktor yang menumbuhkan keinginan karyawan untuk bertahan dalam perusahaan tersebut. Hal ini mendorong munculnya komitmen afektif karyawan terhadap perusahaan. Hasil perhitungan mean empirik pada data religiusitas intrinsik M = 24,85 lebih tinggi dibandingkan dengan mean teoritiknya M = 18. Hasil perhitungan mean empirik dan mean teoritik pada variabel komitmen afektif juga menunjukkan bahwa mean empirik komitmen afektif M = 25,76 lebih tinggi dibandingkan dengan mean teoritik variabel tersebut M = 21. Allport 1967; dalam Vitell et al, 2009 menyatakan bahwa Individu yang memiliki tingkat religiusitas intrinsik yang tinggi cenderung untuk menginternalisasi nilai dan ajaran agama serta mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selaras dengan religiusitas intrinsik, Mowday et al. 1979; dalam Spector, 2008; Haslam 2004 menyatakan bahwa salah satu aspek komitmen afektif adalah individu menerima dan yakin terhadap tujuan dan nilai organisasi. Wang 2002 menemukan bahwa budaya kolektivis menjadi salah satu faktor yang signifikan memunculkan komitmen afektif. Hal ini disebabkan karena individu pada budaya kolektivis cenderung mampu menerima nilai dan tujuan dalam kelompok. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia yang cenderung menganut budaya kolektivis cenderung untuk membangun komitmen afektif terhadap organisasi atau perusahaan tempat bekerja. Selain itu, individu dalam budaya kolektivis juga lebih mampu untuk menginternalisasi nilai dan ajaran agama sehingga mengarahkan pada religiusitas intrinsik yang tinggi.