Dampak Religiusitas Intrinsik RELIGIUSITAS

yang memiliki komitmen afektif bertahan dalam organisasi karena keinginan mereka. - Continuance commitment merupakan komitmen yang didasarkan pada kerugian yang akan diperoleh karyawan apabila meninggalkan organisasi. Karyawan menyadari kerugian yang akan diperoleh jika ia meninggalkan organisasi, misalnya kehilangan senioritas dan promosi. Karyawan yang memiliki komitmen kontinum bertahan dalam organisasi karena kebutuhannya. - Normative commitment merupakan perasaan individu akan kewajiban untuk tetap tinggal di organisasi. Karyawan bertahan dalam organsiasi karena ia merasa memiliki tanggungjawab atau keharusan untuk bertahan dalam organisasi tersebut. Meyer Allen 1990 menyatakan bahwa ketiga komponen komitmen organisasi menunjukkan bagian psikologis yang berbeda. Oleh karena itu, pengukuran terhadap tiap bagian komponen tersebut dapat dilakukan secara independen. McShane Glinor 2005 menyamakan antara komitmen organisasi dengan komitmen afektif. McShane Glinor menyatakan bahwa komitmen organisasi maupun komitmen afektif mengarah pada perasaan keterikatan individu terhadap organisasi. Meyer Allen 1991 menyatakan bahwa keterikatan afektif karyawan dengan organisasi pada umumnya diukur menggunakan Organizational Commitmen Questionnaire OCQ: Mowday et. al. 1982. Oleh karena itu, konsep komitmen organisasi dari Mowday kemudian disebut sebagai komitmen afektif oleh Meyer Allen. Hacker, Bycio, dan Hausdorf dalam Spector, 2008 juga menemukan bahwa skala untuk mengukur komitmen organisasi yang dikembangkan oleh Mowday et al. 1979 memiliki korelasi yang paling kuat dengan subskala komitmen afektif dibandingkan dengan subskala komitmen kontinum dan komitmen normative yang dikembangkan oleh Meyer Allen.

3. Pengertian Komitmen Afektif

Aadmodt 2010 mengemukakan komitmen afektif sebagai sejauh mana karyawan ingin bertahan dalam organisasi, peduli tentang organisasi, dan memiliki kesediaan untuk berusaha atas nama organisasi. Mowday et al. dalam Riggio, 2008; Spector, 2007; Triatna, 2015 menyatakan bahwa komitmen afektif adalah penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi, kesediaan untuk berusaha atas nama organisasi, dan memiliki keinginan untuk tetap tinggal dalam organisasi. Meyer Allen 1991, dalam Spector, 2008; Riggio, 2008 mendefenisikan komitmen afektif sebagai kelekatan emosional dengan organsasi, mengenal organisasi, dan terlibat dalam organisasi. Individu dengan komitmen afektif yang tinggi akan bekerja dan bertahan dalam organisasi karena keinginan mereka. Jadi, dapat disimpulkan bahwa komitmen afektif adalah keterikatan individu dengan organisasi, pengenalan individu terhadap organisasi, serta PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI keterlibatan individu dalam organisasi dan keinginannya untuk tetap bertahan dalam organisasi.

4. Aspek Komitmen Afektif

Mowday et al. 1979; dalam Haslam, 2004; Riggio, 2008; Spector, 2008; Landy Conte, 2010 menyebutkan komitmen afektif mencakup tiga aspek, yaitu: 1 keyakinan dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi; 2 kesediaan untuk berusaha atas nama organisasi; 3 memiliki keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.

5. Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Afektif

Meyer Allen 1991; dalam Sharma Dhar, 2016 mengelompokkan faktor komitmen afektif dalam tiga kategori, yaitu : a. Karakteristik personal. Misalnya, religiusitas Kutcher et al., 2010, usia, lama bekerja, pendidikan, watak atau sifat personal, otonomi, kebutuhan, dan etika. b. Struktur Organisasi. Misalnya, pengambilan keputusan, prosedur formal, dan hubungan atasan-bawahan dalam organsiasi. c. Pengalaman kerja. Komitmen afektif dapat tumbuh karena kepuasan karyawan terhadap kontribusi organisasi untuk kepentingan karyawan, misalnya dukungan organisasi, keadilan dalam organisasi, kesempatan untuk melakukan kemajuan, kesempatan promosi, dan perasaan karyawan terhadap perannya dalam organisasi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI