Faktor Eksternal Penyebab Transformasi Budaya .1 Faktor Internal

82

3.3.1.2 Faktor Eksternal

Faktor Eksternal juga merupakan salah satu faktor perubahan masyarakat. Hal ini datangnya bukan dari masyarakat sendiri tapi dari luar masyarakat, namun mempengaruhi masyarakat. Prosesnya memang agak lambat tetapi lambat laun tetap bersarang dalam masyarakat. Bagaimanapun kekuatan di zaman sekarang memang sering menggoda masyarakat dan akhirnya tanpa disadari segala kebiasaan tradisional pun perlahan akan pudar. Faktor eksternal mempengaruhi pola prilaku masyarakat. Dalam“Bau Busuk” Bruno, 2011:23, penyair bisa menggambarkan bahwa setiap orang yang tinggal di kota besar maka akan “busuk” seperti keadaan kotanya. Penyair membayangkan apabila orang –orang dikampung kelahirannya pergi ke kota, maka hatinya ikut hancur. Keadaan lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Dalam puisi “Manusia Kota Besar”, “Paket Kiriman”, “Keringat” Bruno, 2011:25, 28, 33 adalah gambaran secara detail dari puisi “Bau Busuk”. Ketiga puisi ini sebagai dampak dari pengaruh luar kota besar dan pengaruh tersebut mempengaruhi pola pikir dan prilaku yang disebut dengan pembual, sombong, angkuh, dan sebagainya. Dalam “Perantau” Bruno, 2011:35, penyair memperlihatkan fakta-fakta yang dilihat dari mata kepala sendiri yaitu beberapa perantau ketika kembali ke kampung halamannya memamerkan berbagai barang berharga yang dimiliki, seperti celana dan jaket jeans, topi, handuk putih, kaca mata rayben, cincin emas, jam tangan dan gigi emas mereka. 83 Konsumsi simbolis dan estetisasi merupakan tanda dari transformasi sosial perkotaan Abdullah, 2006:33. Kedua hal itulah dianggap sangat mempengaruhi masyarakat lokal. Mengapa bisa terjadi demikian karena fasilitas yang dianggap komplit di kota sehingga masyarakat tertarik mengais nafkah di sana. Namun berjalannya waktu dan situasi perkotaan yang berbeda terkait tingkah-laku dan kebiasaan lokal, ketika kembali ke masyarakat pola pikir menjadi individualistis, pamer-pamer harta masih melekat. Akibatnya dalam bermasyarakat apa yang sudah menjadi kebiasaan lokal mulai dihilangkan atau dilupakan dan mengubahnya dengan gaya hidup kekotaan. Aksi pamer-pameran hampir terjadi di seluruh daerah yang ada di Lembata, salah satunya di kampung halaman penyair sendiri ketika hari mulai senja sambil menjinjing tape dengan musik bervolume tinggimereka pergi mengunjungi tempat-tempat minum tuak. Yang terjadi kemudian adalah harta milik yang melekat di badan mereka mulai dijual satu demi satu,,“Paling akhir, mereka menggade arloji, cincin, tapeBahkan gigi emasnya pun dicungkil dan dijual Dan kembalilah mereka ke tanah rantauOh, perantau yang kurang bijaksana, mengapa merantau hanya untuk menjadi miskin-merana?. Di akhir baris puisi tersebut penyair begitu kesal dengan perilaku mereka menyebut orang perantau dengan orang yang kurang bijaksana yang hanya menjadi miskin dan merana. Zaman semakin modern, teknologi canggih, masyarakat Lamalera tidak kalah dengan zaman itu. Mungkin masyarakat nelayan beranggapan seandainya mereka menggunakan alat-alat tradisional atau dengan mengharapkan bantuan 84 dari angin dan arus hanya membuang-buang waktu dan menguras tenaga. Kenapa tidak menggunakan mesin yang sudah jelas cepat, efektif dalam hal waktu. Dalam“Angin dan Arus” Bruno, 2011:54 pun menunjukan masyarakat mengubah pola melaut dengan alat yang modern “orang-orang kami tak lagi mengenal dayung mereka tak butuh lagi bantuanmmu, Arus Mereka sudah punya mesin ‘jhonson’ dan lainnya. “ Dalam puisi “Kembalikan Lamalera-Ku” Bruno ,2011:118 merupakan puisi yang bernada tegas kepada orang-orang dari sebrang lautan yang tidak bertanggung jawab. Penyair menganggap bahwa mereka hanya datang untuk merusak kampung kelahirannya dengan janji-janji kosong. Janji- janji kosong itu hanya untuk merusak identitas yang sudah diwariskan nenek moyang. Ketidakpuasan penyair kepada pendatang-pendatang sampai-sampai disebut dijuluki “pencuri, penipu dan orang yang tak tau adat”. Wahai kalian semua, Orang-orang Lamalera dan kalian semua yang datang Dari seberang lautan Aku minta padamu Kembalikan Lamaleraku Wahai kalian para “pencuri” Demi uang, segelas tuakmanis dan sepotong daging enak Kalian datang menggigit dan mencabik kampung halamanku, Lamalera Hingga sekujur tubuhnya penuh luka dan bilur. 85 Wahai kalian orang “pintar” Kalian datang mencambuk dan memukulikampung halamanku, Lamalera, hingga babak belur Dengan ceritamu yang penuh tipuan. Kalian meludahinya dengan propaganda, Mengibulinya dengan janji kosong Kalian mempengaruhi kampungku untuk melupakan Tena-Laja, Kalian merasuki hatinya agar melupakan koda pulo-kirri lema, Tuturan ibu, warisan bapa. Wahai kalian semua yang “tak tahu adat” Kalian datang untuk menginjak-injak Tanah tumpah darahku, Lamalera. Kalian menanggalkan sarung dan kebaya dari wanita-wanitanya, Sarung putih dari kaum prianya, Dan menggantikannya dengan busana-busana asing dan aneh. Atau, kalian paksa pakaikan anak-anaknya pakaian bertuliskan Nama-nama asing: AMERICA, ITALY, AUSTRALIA, WWF, WDWP, PHOTO’S VOICE, BALI, YOGYAKARTA, JAKARTA, dan lain lagi. Kembalikan Lamalera-ku Kembalikan dia pada-ku Agar aku megobati sakit dan luka-lukanya, Agar kuurut patah tulangnya hingga sembuh. Kembalikan kembalikan Ooo, Kembalikan kampung-ku Agar kukenakan dia sarung dan kebaya buatan ibuku, Agar kupakaikan dia sarung putih tenunan saudariku. 86 Di lehernya kulingkari kalung emas, Kepalanya kuliliti selendang bermotif pledang dan pari kecil. Kedua telinganya kugantungkan anting-anting perak murni. Bibirnya kurekahi dengan sirih-pinang, Di rambutnya kusisipkan kembang Lerra. Pergelangan tangannya kulingkari gelang perak berkepala ular Dikakinya kuikatkan giring-giring, Seperti rajamuda perkasa, tangan kanannya menggenggam pedang Bagai ibu Somi Boladarren, tangan kirinya kugenggami Kotak sirih-pinang keibuan. Kubentangkan tikar pesta di tengah kampung Dan kuhidangkan baginya santapan asli kampung halaman. Kembalikan kampungku Lamalera Kembalikan Neme –Fette Kembalikan Tena-Laja Kembalikan ajaran-ajarannya penuh kebajikan hidup Kembalikan Kotoklema Kembalikan Bawa dia kembali Lamalera ibu-ku Kembalikan kepadaku Lamalera Bapa-ku Nagoya-Jepang,19 Oktober 2010Bruno, hlm. 118 87

3.3.2 Bentuk dan Dampak Transformasi

Dokumen yang terkait

Bentuk-bentuk Diskriminasi dalam Kumpulan Puisi Esai Atas Nama Cinta Karya Denny JA: Tinjauan Sosiologi Sastra

2 109 67

Potret Buruh Indonesia dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul: Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

9 84 213

ASPEK MORAL DALAM KUMPULAN PUISI ASMARADANA KARYA GOENAWAN MOHAMAD: TINJAUAN SEMIOTIK DAN Aspek Moral Dalam Kumpulan Puisi Asmaradana Karya Goenawan Mohamad: Tinjauan Semiotik Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 13

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI LALU AKU KARYA RADHAR PANCA DAHANA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 1 12

PENDAHULUAN Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

2 6 33

DAFTAR PUSTAKA Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 1 4

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI LALU AKU KARYA RADHAR PANCA DAHANA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

2 10 13

Transformasi budaya dalam kumpulan puisi Pukeng Moe, Lamalera karya Yoseph Arakie Ulanaga Bruno Dasion : sebuah tinjauan siologi sastra.

0 2 160

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN CERPEN LUPA ENDONESA KARYA SUJIWO TEJO: SEBUAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA.

0 0 1

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI AKU MANUSIA KARYA A. MUSTOFA BISRI (TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA) - repository perpustakaan

0 0 12