Transformasi Lingkungan Transformasi sikap

95

3.3.2.5 Transformasi Lingkungan

Pengertian kearifan lokal tradisional menurut Keraf 2002 adalah semua bentuk pengetahauan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Dijelaskan pula bahwa keraifan lokaltradisional bukan hanya menyangkut pengetahauan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi di antara penghuni komunitas ekologis ini harus dibangun. Nilai-nilai kerifan lokal yang terkandung dalam suatu sistem bermasyarakat, dapat dihayati dipraktekan, diajarkan dari satu generasi ke genarasi lainnya yang sekaligus membentuk dan menuntun pola perilaku manusia sehari-hari, baik terhadap alam maupun terhadap masyarakat. Hal itu paling tidak mengurangi terjadi transformasi budaya. Ada sebuah semboyan yang berbunyi “Lingkungan perlu dijaga karena lingkungan akan menjaga kita”. Lingkungan yang dimaksud adalah hutan, laut, udara. Semua lingkungan patut dijaga dan dirawat. Lamalera memiliki banyak hutan, tetapi ada hutan yang disebut dengan “Tempat Suci”. Menurut kepercayaan bahwa tempat itu dianggap masyarakat setempat dengan kesakralannya, sebagaimana tertuang dalam “Guru Bura” berisikan nasihat kepada anak-anak muridnya agar jangan mematahkan kayu-kayu di hutan belakang sekolah karena dianggap sakral. Sakral karena masyarakat menganggap bahwa hutan tersebut sebagai tempat tinggal nenek moyang penjaga kampung halaman. Mengapa Guru Bura ini mengajarkan anak-anak agar jangan mengotori dan mematahkan ranting 96 pohon karena sering ditemukan ranting –ranting pohon sengaja dipatahkan. Guru Bura Bruno, hlm. 94di sini menceggah sekaligus mengingatkan anak-anak muridnya dari kecil agar dewasa nanti tidak melakukan hal tersebut. Hal lain dalam memelihara biota laut, seperti dilakukan penyair sendiri dengan memelihara anak penyu ketika penyu dewasa, ia melepasnya ke lautPuisi “Anak Penyu”, hlm. 71 .

3.3.2.6 Transformasi sikap

Perilaku atau tingkah laku begitu penting dalam hidup bermasyarakat. Bermasyarakat berarti hidup dalam kebersamaan, keramahan, menghargai satu sama lain. Agar tetap terjalin kerukunan, tidak saling memfitnah atau mengolok- olok, men-cap atau menganggap orang jelek. Semua itu bukanlah contoh hidup bermasyarakat. Masyarakat Lamalera begitu menjunjung tinggi hidup bermasyarakat, namun akhir-akhir ini mereka sering melanggar dan menganggap bahwa mereka yang lebih sempurna padahal kenyataan tidak demikian. Dalam puisi “Dalle” menggambarkan bahwa akhir-akhir ini mereka lebih menghargai orang lain dibandingkan dengan orang gila yang bernama Tresia Dalle. Ia sering disoraki dengan menyebut “Dalle gila”. Walaupun ia gila tetapi perilakunya patut diacungi jempol yaitu sangat menghargai dan menghormati orang yang lebih tua, di dalam gereja ia duduk dengan tenang dan menjaga ketenangan. Masyarakat yang menganggap diri lebih sempurna perluh merefleksi diri dan sepertinya mencontoh perilaku orang yang dianggap tidak waras seperti Dalle ini. 97 Masyarakat Lamalera saat ini sudah seperti hilang akal dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam lingkungannya sendiri. Para perantau sendiri sering melupakan apa yang telah diajarkan nenek moyang. Perantau bukan dalam arti pekerja tetapi juga pelajar yang semestinya berpendidikan pun disoroti. Keadaan kota besar yang serba canggih memaksa orang-orang berdomisili di sana dimanjahkan. Keadaan lingkungannya pun tidak mendukung karena sampah bertebaran dimana-mana. Puisi “Bau Busuk” dan “Manusia Kota Besar”Bruno, 2011:23,25memperlihatkan bahwa manusianya berprilaku busuk seperti sampah dan kotoran yang bertumpuk di selokan. Ketika pulang ke kampung halaman, kebiasaan prilaku manja selalu diagung-agungkan dan menganggap diri mereka seperti raja. Keringat keluar bukan disyukuri tapi diumpati dalam “Keringat”, hlm: 33. Begitu pun turun hujan. Kebanyakan orang tidak bersyukur. Mereka tidak tau kalau para petani sangat membutuhkan air agar padi atau jagung yang ditanam dapat membuahkan hasil melimpah, apalagi Lamalera yang kering seperti ini.Selain itu, mereka tidak ingin mencium bau ikan ikan paus sehingga banyak sekali alasan agar tidak membawa paket kiriman yang dititipkan, “Paket Kiriman dari Kampung”, hlm 28.

3.3.2.7 Transformasi Ekonomi

Dokumen yang terkait

Bentuk-bentuk Diskriminasi dalam Kumpulan Puisi Esai Atas Nama Cinta Karya Denny JA: Tinjauan Sosiologi Sastra

2 109 67

Potret Buruh Indonesia dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul: Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

9 84 213

ASPEK MORAL DALAM KUMPULAN PUISI ASMARADANA KARYA GOENAWAN MOHAMAD: TINJAUAN SEMIOTIK DAN Aspek Moral Dalam Kumpulan Puisi Asmaradana Karya Goenawan Mohamad: Tinjauan Semiotik Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 13

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI LALU AKU KARYA RADHAR PANCA DAHANA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 1 12

PENDAHULUAN Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

2 6 33

DAFTAR PUSTAKA Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 1 4

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI LALU AKU KARYA RADHAR PANCA DAHANA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

2 10 13

Transformasi budaya dalam kumpulan puisi Pukeng Moe, Lamalera karya Yoseph Arakie Ulanaga Bruno Dasion : sebuah tinjauan siologi sastra.

0 2 160

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN CERPEN LUPA ENDONESA KARYA SUJIWO TEJO: SEBUAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA.

0 0 1

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI AKU MANUSIA KARYA A. MUSTOFA BISRI (TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA) - repository perpustakaan

0 0 12