Sebelum Transformasi Bentuk dan Dampak Transformasi

88 paus belum dikembangkan secara maksimal sehingga tidak memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat setempat. Dampak positif mungkin pariwisata yang dirasakan masyarakat setempat adalah dibukanya jalur-jalur transportasi oleh pemerintah untuk melancarkan akses ke dan dari Lamalera.

3.3.2.1 Sebelum Transformasi

Kehidupan masyarakat Lamalera dahulu kalah sangat menjunjung tinggi keramahan dan damai, baik dalam keluarga, antar sesamanya maupun warga desa tetangga. Semuanya kunci utamanya yaitu keluarga. Membina hubungan baik dalam keluarga sendiri akan mendidik anak untuk baik terhadap orang lain. Tidak pernah ada sebuah keluarga menginginkan agar anak atau cucunya berkepribadian kurang baik di mata masyarakat. Di dalam beberapa puisi Pukeng Moe, Lamalera digambarkan bagaimana penyair hidup dalam keluarga yang bahagia antara kedua orangtua serta saudara-saudarinya. Namun bagi penyair sosok seorang ibu dianggap paling perperan dalam kehidupannya. Di setiap gerak-gerik langkah hidup, ibunya selalu hadir. Artinya, ketika melihat mata ibunya seolah-olah mengandung pesan kehidupan “Mata Ibuku -1”, ibarat cermin melihat kebaikan dan keburukannya “Mata Ibuku -2”, dan membawa batin si penyair begitu tenang dan damai “Mata Ibuku-3”. Hal tersebut terjadi di dalam keluarga menyair sendiri, tetapi setiap keluarga yang berdomisili di Lamalera juga demikian. Siapa pun warga masyarakat kampung sebelah yang kebetulan lewat di depan rumah tidak hanya disapa melainkan ditawarkan untuk mampir, apalagi 89 cuaca Lamalera dengan suhu tergolong panas membuat orang lelah dan kehausan. Tawaran singgah itu tidak hanya orang yang dikenal saja tetapi juga yang tidak dikenal. “Mereka” tidak pandang bulu. Di depan “emperan” sambil bercerita, disugukan juga makanan khas daerah, yaitu jagung titi dan segelas teh atau kopi. Di situlah sebuah kekeluargaan dan kebersamaan terbentuk. Setiap keluarga di Lamalera dalam membangun sebuah rumah selalu saja beremperan. Meskipun rumah kecil beratapkan alang-alang dan dindingnya dari belahan bambu pun teras rumahnya selalu ada. Rumah mereka memang terlihat seperti gubuk, namun paling dibanggakan adalah terasnya, dimana keluarga beristirahat dan bercengkrama dengan tamu. Rumah dengan teras di depan rumah tersebut sudah dianggap sebagai sebuah keharusan. Sekarang malah kebalikan dari zaman dulu “Sekarang ini, Rumah kita besar dan luasTapi tak punya emperan yang selalu terbuka untuk siapa saja.Rumah kita besar hanya untuk diri sendiri.Rumah kita rumah kekikiranRumah ingat diriRumah kesombongan. Seperti diketahaui bahwa matapencaharian masyarakat Lamalera ialah nelayan sehingga tiap hari melaut. Karena sudah diketahui sebelumnya kalau ayahnya melaut, anak-anak ketika pulang dari sekolah langsung makan siang dan bergegas ke pantai untuk menunggu orang tua kembali mengais rejeki di pinggir pantai. Mereka tidak hanya duduk kosong di pantai. Uniknya, mereka mandi di pantai bersama teman-teman sebaya dan selalu saja pergi ke Baofutung dan yang lainnya main ombak dipesisir dalam puisi “Baofutung”, “Ombak”, “Futung”, serta “Batu Kursi dan Batu Meja”, hlm, 47, 57, 60, 64. Mereka sangat asik kalau mandi di air asin laut “Anak Kecil”. Anak-anak yang berada di 90 Baofutung sudah diketahui kalau mereka melakukan sebuah atraksi, melakukan seolah-olah menjadi lamafa ‘penikam’. Mereka melompat dari atas tanjung tersebut dengan memegang sebilah kayu yang diandaikan sebagai tempuling ‘tombak’dan melompat ke dalam laut untuk menikam ikan paus yang diimajinasikan itu. Anak-anak berpikir bila dewasa nanti mereka akan mengganti posisi ayahnya menjadi seorang pelaut yang pantang menyerah dan gagah berani. Dengan melatih diri sejak kecil mereka dapat meneruskan tugas ayah sebagai seorang pelaut apabila tidak dapat melanjutkan sekolah dengan berbagai alasan tertentu, masalah ekonomi. Hal demikianlah yang perluh dibiasakan dilestariakan sejak kecil mengingat masyarakat setempat mengenal sebuah semboyan, yaitu Inate amate gena ola, ola kae tode tai Tite bai mi ola plau lefa pe bata na mura Ara puka ina-amate gena kae Tite tode tairo nenek moyang sudah mewariskan kerja ini, karena merupakan kerja, maka haruslah kita jalankan Kita merasa bahwa pekerjaan di laut itu sungguh berat tetapi karena nenek moyang kita sudah mewariskan maka kita harus menjalankan. Semboyan tersebut sampai sekarang tidak mungkin terlupakan karena setiap anak daerah dianggap sudah terpatri dalam diri mereka. Hingga dewasa nanti mereka akan menjalankan amanah tersebut. Maka dalam “Dedaunan” Bruno, 2011:43 secara jelas mengajar setiap insan Lamalera agar hidup seperti dedaunan yang tidak komplein dengan pertumbuhannya atau hidupnya “tumbuh 91 dalam diammengerjakan tugasnya dalam diamlayu dalam diamjatuh berguguran dalam diam”. Sebagai putra daerah, penyair sangat prihatin dengan kehidupan yang semakin hari semakin menyimpang dari kebiasaan aslih mereka dari leluhur.

3.3.2.2 “Saksi Bisu” dalam Transformasi

Dokumen yang terkait

Bentuk-bentuk Diskriminasi dalam Kumpulan Puisi Esai Atas Nama Cinta Karya Denny JA: Tinjauan Sosiologi Sastra

2 109 67

Potret Buruh Indonesia dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul: Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

9 84 213

ASPEK MORAL DALAM KUMPULAN PUISI ASMARADANA KARYA GOENAWAN MOHAMAD: TINJAUAN SEMIOTIK DAN Aspek Moral Dalam Kumpulan Puisi Asmaradana Karya Goenawan Mohamad: Tinjauan Semiotik Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 13

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI LALU AKU KARYA RADHAR PANCA DAHANA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 1 12

PENDAHULUAN Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

2 6 33

DAFTAR PUSTAKA Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 1 4

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI LALU AKU KARYA RADHAR PANCA DAHANA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

2 10 13

Transformasi budaya dalam kumpulan puisi Pukeng Moe, Lamalera karya Yoseph Arakie Ulanaga Bruno Dasion : sebuah tinjauan siologi sastra.

0 2 160

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN CERPEN LUPA ENDONESA KARYA SUJIWO TEJO: SEBUAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA.

0 0 1

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI AKU MANUSIA KARYA A. MUSTOFA BISRI (TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA) - repository perpustakaan

0 0 12