Sampel dimasukkan ke dalam well yang berisi Alkaline Phosphate berlabel testosteron Konjugat. Sample dan konjugat dicampur masuk dan keluar SPR pada
waktu tertentu dan kecepatan reaksi tertentu. Antigen akan berikatan dengan antibodi yang telah dilekatkan oleh SPR dan konjugat membentuk ikatan Sandwich.
Komponen yang tidak terikat akan dihilangkan pada saat pencucian. Pada langkah akhir reaksi substrat 4-methyl-umbelliferyl phosphate akan berputar masuk
dan keluar SPR. Enzim konjugat katalisator akan menghidrolisa substrat menjadi product fluorescent 4-methyl-umbelliferone. Fluoresensi ini diukur pada panjang
gelombang 450 nm. Intenstitasnya sebanding dengan konsentrasi testosteron dalam serum Ilyas, 2005.
3.5 Pengamatan
Cara pengukuran konsentrasi dan kualitas spermatozoa mengikuti standar WHO 1988 dalam Berna et al, 2010 sebagai berikut:
3.5.1 Penentuan Jumlah Spermatozoa
Untuk mendapatkan sperma dalam sekresi cauda epididimis dilakukan menurut Soehadi Arsyad 1983 dalam Julahir 2008, sebagai berikut: suspensi sperma
yang diperoleh dari cauda epididimis terlebih dahulu dihomogenkan dengan NaCl 0,9 1ml. Selanjutnya diambil sebanyak 1-2 tetes pipet tetes dan dimasukkan ke
dalam kotak-kotak hemositometer Improved Neubauer serta ditutup dengan kaca penutup. Dibawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali, hemositometer
diletakkan dan dihitung jumlah sperma pada kotakbidang A,B,C,D,dan E Gambar 3.5.1. Hasil perhitungan jumlahml suspensi sekresi cauda epididimis sebagai berikut:
Jumlah sperma = N2 x 10
5
spermaml suspensi
Dimana N= jumlah sperma yang dihitung pada kotak A,B,C,D,dan E.
Gambar 3.5.1 Kamar Hitung Improved Neubauer Zaneveld et al, 1977
3.5.2 Penentuan Motilitas Spermatozoa
Pemeriksaan motilitas spermatozoa dilakukan setelah penghitungan jumlah spermatozoa. Diamati dengan menggunakan mikroskop dengan melihat dan
menghitung jumlah spermatozoa yang bergerak cepat, tidak bergerak, dan bergerak lamban WHO, 1988.
3.5.3 Penentuan Viabilitas spermatozoa
Pemeriksaan viabilitas spermatozoa dilakukan pemberian pewarnaan Giemsa pada hemositometer. Spermatozoa yang hidup tidak berwarna dan yang mati berwarna.
Kemudian dilakukan pengamatan dengan mikroskop cahaya pada pembesaran 400x dan dihitung terhadap 100-200 spermatozoa. Sebagai hasilnya dinyatakan dalam
bentuk persen hidup yang didapat dari hasil bagi jumlah spermatozoa hidup dengan jumlah total spermatozoa hidup dan mati yang dikalikan dengan 100 WHO, 1988.
Sperma hidup =
100 mati
hidup a
spermatozo hidup
a spermatozo
x 100
3.5.4 Penentuan Morfologi spermatozoa
Untuk menentukan morfologi sperma, sperma dari cauda epididimis yang ada di hemositometer diberi pewarnaan Giemsa kira 1-2 tetes di sekitar pinggiran cover
hemositometer. Kemudian dengan mikroskop cahaya dihitung jumlah 100 sperma, ditentukan persentasi sperma yang normal dan abnormal. Ciri sperma normal yaitu
mempunyai bentuk kepala seperti kait pancing dan ekor panjang lurus, sedangkan sperma abnormal mempunyai bentuk kepala tidak beraturan, dapat berbentuk seperti
pisang, atau tidak beraturan amorphous, atau terlalu bengkok, dan ekornya tidak lurus bahkan tidak berekor, atau hanya terdapat ekornya saja tanpa kepala
WHO,1988.
Sperma Normal = 100
abnormal normal
a Spermatozo
Normal Sperma
x 100
3.6 Analisis Statistik