balik negatif ke hipofisis anterior, yaitu tidak melepaskan FSH dan LH. Penurunan kadar LH menyebabkan gangguan terhadap sekresi testosteron oleh sel Leydig.
Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Ashok dan Meenakshi 2004 dalam Elfira et al, 2010, terhadap tikus putih yang diberi ekstrak kunyit Curcuma
longa L., kandungan flavonoid pada kunyit dapat menyebabkan terganggunya sekresi hormon testosteron. Sehingga dengan adanya penurunan sekresi hormon testosteron
akan mengakibatkan kelangsungan hidup spermatozoa di dalam epididimis mengalami penurunan. Terganggunya permeabilitas membran sperma oleh senyawa alkaloid yang
terkandung pada rimpang temu putih juga dapat menyebabkan penurunan spermatozoa yang hidup, yang berakibat mengganggu transpor nutrien yang
diperlukan spermatozoa untuk daya tahan hidupnya. Sehingga pemberian ekstrak temu putih selama 35 hari dapat menyebabkan terjadinya penurunan motilitas dan viabilitas
spermatozoa mencit.
4.4.3 Morfologi Spermatozoa
Hasil konsentrasi morfologi spermatozoa mencit jantan yang dilakukan diperoleh data yang dapat dilihat pada Tabel konsentrasi morfologi normal spermatozoa mencit
Lampiran H, hal. 77. Sehingga dapat diperjelas dalam bentuk grafik hubungan antara konsentrasi morfologi spermatozoa mencit dengan waktu pemberian kombinasi
TU dan ekstrak air biji blustru.
Dari Gambar 4.4.3 terlihat bahwa adanya pengaruh pemberian kombinasi TU dan ekstrak biji blustru. Dengan lamanya waktu pemberian kombinasi TU dan ekstrak
biji blustru mampu menurunkan konsentrasi morfologi spermatozoa mencit pada minggu ke-18 K3P3 dan meningkat kembali pada lama pemberian kombinasi pada
minggu ke-24 K4P4.
Gambar 4.4.3 Konsentrasi Morfologi Normal Mencit Antara Kontrol dan Perlakuan di Setiap Minggu Perlakuan. Huruf yang sama pada
grafik berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5. Kontrol vs perlakuan tn= p0,05;
= p0,05; = p0,01.
Data pengamatan konsentrasi morfologi spermatozoa mencit dapat dilihat pada Lampiran H. Hasil pengamatan konsentrasi morfologi spermatozoa mencit setelah
dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data degenerasi tidak berdistribusi normal P0,05 dan tidak bervarians homogen
p0,05. Selanjutnya data tersebut ditransformasi dengan X= y
2
. Uji normalitas terhadap konsentrasi morfologi normal spermatozoa mencit yang telah ditransformasi
tetap berdistribusi tidak normal p0,05. Untuk itu dilanjutkan dengan uji nonparametrik Mann-Whitney dan Wilcoxon. Dari hasil tersebut perlakuan yang
diberikan adanya pengaruh yang bermakna p0,05 dan pengaruh lebih bermakna p0,01. Dimana konsentrasi morfologi normal spermatozoa mencit perlakuan
minggu ke-0 P0 berbeda nyata lebih tinggi terhadap konsentrasi morfologi normal spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-12, minggu ke-18 dan minggu ke-24 P2,
P3 dan P4. Konsentrasi morfologi normal spermatozoa mencit perlakuan minggu ke- 6 P1 berbeda nyata lebih tinggi terhadap konsentrasi morfologi normal spermatozoa
mencit perlakuan minggu ke-12, minggu ke-18 dan minggu ke-24 P2, P3 dan P4, dan konsentrasi morfologi normal spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-12 P2
berbeda nyata lebih tinggi terhadap konsentrasi viabilitas normal spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-18 P3 dan berbeda nyata lebih rendah terhadap konsentrasi
morfologi normal spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-24 P4. Dengan kata lain lama waktu pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru memberikan
a a
b c
c tn
tn
pengaruh terhadap konsentrasi morfologi spermatozoa mencit. Hasil uji statistik juga memperlihatkan K0 tidak berbeda terhadap P0, K1 tidak berbeda terhadap P1, K2
berbeda nyata terhadap P2, K3 berbeda sangat nyata terhadap P3 dan K4 berbeda nyata terhadap P4.
Hubungan lama pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru terhadap konsentrasi morfologi spermatozoa mencit dapat dilihat pada Gambar 4.4.2.
Pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru yang terus-menerus dapat menyebabkan penurunan konsentrasi morfologi spermatozoa mencit. Penurunan
konsentrasi morfologi normal spermatozoa yang terjadi mungkin disebabkan karena blustru sebagai tumbuhan bangsa Cucurbitaceae mengandung bahan yang yang
tergolong dalam glikosida triterpen atau kukurbitasin Okabe et al, 1980 yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel West et al, 1971. Kukurbitasin
yang digolongkan dalam glikosida triterpen memiliki struktur dasar siklopentan perhidrofenantrena yang juga, dimiliki oleh steroid. Menurut Jackson Jones 1972,
steroid dapat berperan sebagai penghambat spermatogenesis dan bersifat reversibel. Spermatozoa adalah sel haploid, yang berasal dari perkembangan dan diferensiasi sel-
sel induk germinal di dalam testis. Dengan dasar ini, bila ekstrak biji blustru diberikan pada mamalia jantan, akan dapat menghambat spermatogenesis. Dalam pembentukan
spermatozoa, peran testosteron sangat dibutuhkan. Bila suplai testosteron terganggu, maka akan berakibat pada fungsi epididimis sebagai tempat pematangan spermatozoa.
Spermatozoa tidak mempunyai kemampuan untuk fertilisasi dan menyerap kembali cairan pada kauda epididimis De Larminant et al, 1978 dalam Aditya 2006.
Testosteron yang merupakan hormon yang berperan dalam proses spermatogenesis bila ketersediaannya sedikit akan menyebabkan proses itu terganggu dan dapat
mengakibatkan abnormalitas primer yaitu abnormalitas yang terjadi karena kelainan- kelainan pada spermatogenesis seperti kepala terlalu besar, kepala terlalu kecil, ekor
ganda dan lainnya Toelihere, 1985 dalam Aditya, 2006.
Hal ini juga didukung penelitian Pemberian ekstrak buah Pare 500 mgkgbbhari selama 14 hari ternyata dapat mempengaruhi kualitas spermatozoa
yaitu, terjadinya aglutinasi antar kepala, gerak di tempat dan gerak melingkar. Gerak melingkar dapat disebabkan karena kelainan morfologi, penghantaran energi rotasi
tidak ada atau tidak teratur dan keadaan ekor asimetris. Selanjutnya bila diberikan
selama 49 hari, didapatkan morfologi spermatozoa menjadi abnormal. Abnormalitas tersebut nampak di bagian leher spermatozoa menggembung bengkak. Hal tersebut
diduga disebabkan membengkaknya mitokondria. Hal ini mungkin disebabkan oleh bahan aktif golongan glikosida triterpen yang terkandung dalam buah Pare Wardoyo,
1990. Abnormalitas yang terjadi pada spermatozoa hasil penelitian diantaranya adalah spermatozoa tanpa ekor ataupun sebaliknya, satu kepala spermatozoa dengan
dua ekor ataupun sebaliknya, ekor yang bengkok atau patah dan kepala spermatozoa yang terlalu kecil. Hal tersebut sama dengan yang dipaparkan oleh Toelihere 1985.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan