d. Jika sperma tidak bergerak
2.5 Spermatogenesis
Sel germinal primordial mencit jantan muncul sekitar 8 hari kehamilan, dengan jumlah hanya 100, yang merupakan awal dari jutaan spermatozoa yang akan
diproduksi dan masih berada di daerah ekstrak gonad. Karena sel germinal kaya akan alkalin fosfatase untuk mensuplai energi pergerakannya melalui jaringan embrio,
maka sel germinal dapat dikenali dengan teknik pewarnaan. Pada hari ke-9 dan hari ke-10 kehamilan sebagian mengalami degenerasi dan sebagian lagi mengalami
proliferasi dan bahkan bergerak pada hari ke-11 dan hari ke-12 ke daerah genitalia. Pada saat itu jumlahnya mencapai sekitar 5000 dan identifikasi testis dapat dilakukan.
Proses diferensiasi dan proliferasi berlangsung di daerah medula testis Rugh, 1968.
Setiap spermatozoa membawa enzim yang cukup untuk membersihkan jalan melalui cell cumulus menuju matriks jel ovum. Bahan asam hialuronik semen
cenderung bergabung ke sel granulosa sel cumulus, agar kepala sperma dapat disuplai dengan enzim berlimpah. Proses spermatogenesis ini baru dimulai secara aktif pada
hari ke-9 setelah lahir Rugh, 1968. Volume cairan spermatozoa dapat ditingkatkan dengan rangsangan hormonal, sedangkan menurut Masrizal Efrizal, 1997 volume
cairan spermatozoa dapat dilakukan dengan pengenceran melalui penambahan larutan fisiologis.
2.6 Hormon pada Jantan
2.6.1 Testosteron
Hormon kelamin jantan diekskresikan oleh sel Leydig di dalam jaringan interstitial, jaringan ini terletak di dalam ruang antara tubulus seminiferus. Produk
testosteron juga di bawah pengaruh hormon LH yang juga dinamakan ICSH Intersititial Cell Stimulating Hormone dari hipofisis. Pengeluaran testosteron
bertambah nyata pada pubertas dengan pengembangan sifat-sifat kelamin sekunder yaitu: tumbuhnya jenggot, suara lebih berat, pembesaran genitalia Syaiffuddin,
1996. Testosteron mempunyai efek memacu pertumbuhan dan perkembangan serta aktivitas fungsional organ asesori, sifat pria, vas deferen, penis dan skrotum.
Testosteron yang gagal akan menghambat hipothalamus dan hipofise dalam proses spermatogenesis Mansur Moeloek, 1983. Menurut Nalbandov 1990 bahwa,
fungsi testosteron ada 3 yaitu: a.
Mempertahankan sifat kelamin primer dan sekunder. b.
Mempertahankan proses spermatogenesis untuk memproduksi spermatozoa dalam keadaan cukup.
c. Menjamin maturasi spermatozoa agar mampu mengadakan fertilisasi.
2.6.2 Hormon Gonadotropin
Kelenjar hipofisa anterior mengsekresikan dua hormon gonadotropin yaitu FSH Follicle Stimulating Hormone, dan LH Luteinizing Hormone dan keduanya
mempunyai peranan penting dalam mengatur fungsi seksual pria Syaifuddin, 1996. FSH memiliki reseptor pada sel tubulus seminiferus dan diperlukan dalam
spermatogenesis. LH memiliki reseptor pada sel interstisial dan menstimulasi produksi serta sekresi testosteron. LH juga disebut ICSH Interstisial cell stimulating hormone
atau hormon perangsang sel interstisial pada laki-laki Sloane, 2003.
Berfungsi dalam pengaturan spermatogenesis yaitu dalam perubahan spermatogonia menjadi spermatosit primer kemudian menjadi spermatosit sekunder
yang terjadi dalam tubulus seminiferus yang dirangsang oleh FSH dari kelenjar hipofise anterior di testis. Jadi FSH tampaknya mengawali proses proliferasi
spermatogenesis dan testosteron yang berdifusi dari sel interstisial masuk ke dalam tubulus seminiferus tampaknya diperlukan untuk pematangan akhir spermatozoa
Guyton, 1996.
Hormon LH merupakan suatu komplek gonadotropik yang bertanggung jawab pada stimulasi sel-sel Leydig pada jaringan interstitial selanjutnya mengadakan respon
dengan cara mengekskresikan adrogen Turner Baguara, 1988. Dalam kenyataanya bahwa adrogen dapat mempertahankan spermatogenesis pada jantan. Pada
pemeriksaan histologis testis menunjukkan bahwa LH mamalia hanya mampu menstimulasi sel-sel Leydig yang sudah berdiferensiasi, yang ternyata sel-sel tersebut
kemudian segera mengalami kelelahan Nalbandov, 1990.
2.7 Hubungan Testosteron dalam spermatogenesis
Telah diketahui bahwa testosteron merupakan androgen yang secara langsung mempunyai aksi genomik dengan berikatan pada reseptor androgen RA. Reseptor
androgen memiliki famili reseptor inti yang bertindak sebagai ligand-responsive transcription factor. Pada testis RA ada pada sel Leydig, sel peritubular, dan sel
Sertoli. Testosteron secara bebas berdifusi melalui membran plasma dan mengikat RA membentuk komplek yang kemudian berinteraksi dengan androgen reseptor element
ARE pada bagian promotor gen target Gambar 2.7. Transkripsi gen target dapat diinduksi atau ditekan tergantung pada faktor yang berhubungan dengan ikatan
ligand-reseptor complex dengan ARE Sadate-Ngatchou et al, 2003.
Melalui respon long-term, testosteron mengaktifkan atau menonaktifkan ekspresi gen yang berhubungan dengan perkembangan sel germinal. Seperti
peningkatan ekspresi gen protamin 1 dan protein transisi 2 secara spesifik diekspresikan pada spermatid terjadi setelah induksi testosteron propionat pada tikus
hpg hypogondal sehingga meningkatkan kandungan testosteron intratestikular. Selain itu ekspresi gen Pem gen androgen yang terdapat pada testis dan epididimis
meningkat bersamaan dengan meningkatnya hormon testikular testis Sadate- Ngatchou et al, 2003. Peningkatan ekspresi gen tersebut mendukung proliferasi dan
diferensiasi sel germinal di dalam tubulus seminiferus testis.
Efek nongenomik T dipicu oleh ikatan pada sebuah reseptor membran yang belum dikarakterisasi nonclassical. Aktivasi second messenger termasuk Ca
2+
dan protein kinase, menghasilkan respon cepat secara khas yaitu efek genomik. T
melewati membran sel merubah estradiol dengan aromatase yang kemudian terikat dan mengaktifkan ER dan ERĪ². DHT masuk ke sel mengikat dan mengaktifkan AR
andogen receptor. Ikatan ligan ER atau AR menghubungkan heat schock protein
HSP mereka mengalami perubahan penyesuaian, dimerisasi, dan translokasi ke dalam inti dimana mereka terikat pada tempat spesifik yang diketahui sebagai
estrogen response elements ERE atau androgen response element ARE berlokasi dalam DNA gen inti target menghasilkan efek long-term genomic dari testosteron
Sadate-Ngatchou et al, 2003.
Gambar 2.7 Mekanisme genomik dan nongenomik androgen.
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat