kontrol minggu ke-0 K0 tidak berbeda terhadap konsentrasi motilitas kategori c mencit perlakuan minggu ke-0 P0, konsentrasi motilitas kategori c spermatozoa
mencit kontrol minggu ke-6 K1 tidak berbeda konsentrasi motilitas kategori c dengan perlakuan P1, konsentrasi motilitas kategori c spermatozoa mencit kontrol
minggu ke-12 K2 tidak berbeda konsentrasi motilitas kategori c perlakuan P2, konsentrasi motilitas kategori c spermatozoa mencit minggu ke-18 K3 berbeda
sangat nyata lebih rendah konsentrasi motilitas kategori c spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-18 P3 dan konsentrasi motilitas kategori c spermatozoa mencit
kontrol minggu ke-24 K4 tidak berbeda konsentrasi motilitas kategori c perlakuan minggu ke-24 P4. Hubungan lama pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji
blustru terhadap konsentrasi motilitas spermatozoa mencit kategori c dapat dilihat pada Gambar 4.4.1.
Pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru yang terus-menerus dapat menyebabkan motilitas mati spermatozoa mencit meningkat. Namun pada minggu ke
24 motilitas spermatozoa kategori c menurun konsentrasinya. Menurut Herrero Ganong 2001 dalam Tirta 2009, spermatozoa dipengaruhi oleh metabolisme
karbohidrat sebagai sumber utama energinya. Penghubung utama antara metabolisme karbohidrat dan motilitas spermatozoa adalah ATP, dimana kandungan ATP
spermatozoa berkorelasi positif dengan motilitasnya dan penyediaan ATP sangat tergantung pada metabolisme normal fruktosa. Apabila ATP rendah dan terjadi sejak
pembentukan spermatid maka spermatozoa yang terbentuk akan kekurangan energi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terjadinya peningkatan motilitas
spermatozoa disebabkan oleh peningkatan metabolisme karbohidrat oleh epitel epididimis yang berfungsi sebagai tempat pematangan spermatozoa sebelum proses
ejakulasi.
4.4.2 Viabilitas Spermatozoa
Dari hasil konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit jantan yang dilakukan diperoleh data yang dapat dilihat pada Tabel konsentrasi viabilitas spermatozoa Lampiran G,
hal. 73. Sehingga dapat diperjelas dalam bentuk grafik hubungan antara konsentrasi
viabilitas spermatozoa mencit dengan waktu pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru Gambar 4.4.2.
Dari Gambar 4.4.2, terlihat bahwa adanya pengaruh pemberian kombinasi TU dan ekstrak biji blustru. Dengan lamanya waktu pemberian kombinasi TU dan ekstrak
biji blustru mampu menurunkan viabilitas spermatozoa mencit pada minggu ke-18 K3P3 dan meningkat kembali pada lama pemberian kombinasi pada minggu ke-24
K4P4 Gambar 4.4.2.
Gambar 4.4.2 Konsentrasi Viabilitas Spermatozoa Mencit Antara Kontrol dan Perlakuan di Setiap Minggu Perlakuan. Huruf yang sama pada
grafik berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5. Kontrol vs perlakuan tn= p0,05;
= p0,05; = p0,01.
Data pengamatan konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit dapat dilihat pada Lampiran G. Hasil pengamatan konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit setelah
dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data degenerasi tidak berdistribusi normal P0,05 dan tidak bervarians homogen
p0,05. Selanjutnya data tersebut ditransformasi dengan X= y
2
. Uji normalitas terhadap konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit yang telah ditransformasi tetap
berdistribusi tidak normal p0,05. Untuk itu dilanjutkan dengan uji nonparametrik Mann-Whitney dan Wilcoxon. Dari hasil tersebut perlakuan yang diberikan adanya
pengaruh yang bermakna p0,05 dan pengaruh yang lebih bermakna p0,01. Dimana konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-0 P0
berbeda sangat nyata lebih tinggi terhadap konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit
a a
bc b
cd tn
tn
perlakuan minggu ke-12, minggu ke-18 dan minggu ke-24 P2, P3 dan P4. Konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-6 P1 berbeda sangat
nyata lebih tinggi terhadap konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-12, minggu ke-18 dan minggu ke-24 P2, P3 dan P4. Konsentrasi
viabilitas spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-18 P3 berbeda nyata lebih rendah terhadap konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-24
P4. Dengan kata lain lama waktu pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru memberikan pengaruh terhadap konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit.
Hasil uji statistik juga memperlihatkan konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit kontrol minggu ke-0 K0 tidak berbeda terhadap konsentrasi viabilitas spermatozoa
mencit perlakuan P0, konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit kontrol minggu ke-6 K1 tidak berbeda terhadap konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit perlakuan
minggu ke-6 P1, konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit kontrol minggu ke-12 K2 berbeda nyata lebih tinggi terhadap konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit
perlakuan P2, konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit kontrol minggu ke-18 K3 berbeda sangat nyata terhadap konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit perlakuan
minggu ke-18 P3 dan konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit kontrol minggu ke- 24 K4 berbeda nyata lebih tinggi terhadap konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit
perlakuan minggu ke-24 P4. Hubungan lama pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru terhadap viabilitas spermatozoa mencit dapat dilihat pada Gambar
4.4.2.
Pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru yang terus-menerus dapat menyebabkan penurunan konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit. Terjadinya
penurunan konsentrasi viabilitas spermatozoa vas deferen diduga dipicu oleh pengaruh TU yang dapat menekan gonadotropin seperti FSH dan LH, sehingga
berimplikasi terhadap penekanan spermatogenesis yang bermanifestasi dalam bentuk penurunan konsentrasi spermatozoa dan viabilitas
spermatozoa pada vas deferen. Penurunan viabiliatas spermatozoa juga mungkin disebabkan adanya kandungan
flavonoid yang terkandung pada ekstrak biji blustru. Menurut Sumapta 2005 dalam Elfira et al, 2010 bahwa
flavonoid merupakan suatu senyawa yang bersifat estrogenik, karena mampu merangsang pembentukan estrogen dalam tubuh yang akan
meningkatkan kadar estrogen. Peningkatan kadar estrogen akan memberikan umpan
balik negatif ke hipofisis anterior, yaitu tidak melepaskan FSH dan LH. Penurunan kadar LH menyebabkan gangguan terhadap sekresi testosteron oleh sel Leydig.
Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Ashok dan Meenakshi 2004 dalam Elfira et al, 2010, terhadap tikus putih yang diberi ekstrak kunyit Curcuma
longa L., kandungan flavonoid pada kunyit dapat menyebabkan terganggunya sekresi hormon testosteron. Sehingga dengan adanya penurunan sekresi hormon testosteron
akan mengakibatkan kelangsungan hidup spermatozoa di dalam epididimis mengalami penurunan. Terganggunya permeabilitas membran sperma oleh senyawa alkaloid yang
terkandung pada rimpang temu putih juga dapat menyebabkan penurunan spermatozoa yang hidup, yang berakibat mengganggu transpor nutrien yang
diperlukan spermatozoa untuk daya tahan hidupnya. Sehingga pemberian ekstrak temu putih selama 35 hari dapat menyebabkan terjadinya penurunan motilitas dan viabilitas
spermatozoa mencit.
4.4.3 Morfologi Spermatozoa