BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2005 adalah sebesar 219.204.700 dengan pertambahan penduduk sekitar 1,9 http:www.datastatistik in
donesia.comproyeksiindex.php dan menurut informasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk diprediksi sudah menurun namun masih kisaran 1 . Laju pertambahan
penduduk yang tinggi tersebut akan berpengaruh kepada tingkat kehidupan dan kesejahteraan penduduk. Untuk menanggulanginya, pemerintah telah mencanangkan
program Kependudukan dan Keluarga Berencana KB sebagai program Nasional. Program pemerintah ini mengakibatkan pengembangan obat-obat kontrasepsi semakin
marak tidak saja pengembangan senyawa kimia yang sudah ada namun juga upaya pencarian senyawa dari bahan alam. Sampai saat ini pengaturan fertilitas lebih banyak
ditujukan pada wanita, sedangkan pada pria masih terus dilakukan penelitian untuk mendapatkan suatu cara pengaturan fertilitas yang efektif dan aman. Salah satu
penyebab utamanya adalah terbatasnya jenis kontrasepsi pria yang tersedia bila dibandingkan dengan alat kontrasepsi wanita. Oleh sebab itu untuk mendorong kaum
pria dapat lebih banyak menjadi akseptor KB maka perlu dikembangkan jenis kontrasepsi pria yang baru Moeloek Ilyas., 2006.
Pemakaian senyawa anti fertilitas yang berpengaruh terhadap fertilitas pada manusia harus memenuhi berbagai persyaratan tertentu, yaitu dapat menurunkan
jumlah sperma sampai mencapai azoospermia, aman bagi kesehatan, bersifat dapat dipulihkan kembali dalam jangka tertentu, dan bekerja secara spesifik. Ada laporan
bahwa testosteron dapat menyebabkan azoospermia yang bersifat reversibel, tanpa efek samping yang serius dan signifikan serta efektif pada populasi Asia, sehingga
kelihatannya testosteron menjadi bahan kimia yang memberi harapan baik untuk kontrol fertilitas pria Liu et al, 2004.
Pendapat lain menyatakan bahwa pencapaian azoospermia karena pemberian hormon dapat terjadi melalui peningkatan peristiwa apoptosis kematian sel secara
terprogram pada sel spermatogenik Francavilla et al, 2002. Seperti yang telah dilaporkan, bahwa penekanan terhadap spermatogenesis dapat terjadi selain oleh
pengaruh testosteron undekanoat hormon kontrasepsi pria melalui mekanisme negative feed-back, juga dapat melalui mekanisme apoptosis. Pada kondisi normal,
testosteron T merupakan suatu androgen yang bereaksi secara langsung dengan membentuk ikatan dengan reseptor androgen RA Wang et al, 2006. Reseptor
androgen termasuk famili reseptor inti yang bereaksi sebagai ligand-responsive transcription factor Liu et al, 2003. Pada testis, RA berlokasi di sel Leydig, sel
Peritubular, dan sel Sertoli Luisi, 1991. Testosteron secara bebas berdifusi melalui membran plasma dan mengikat RA membentuk suatu komplek yang kemudian
berinteraksi dengan elemen respon androgen pada bagian promotor gen target. Transkripsi gen target dapat diinduksi sehingga menimbulkan efek long term genomic
Nandi et al, 1999 atau dihambat tergantung pada faktor yang berasosiasi dengan ligand-receptor complex yang terikat pada elemen respon androgen Omezzine et al,
2003. Selain penggunaan hormon meliputi : horman anti androgen dan hormon
steroid lainnya, ada juga penggunaan spermatogenik yang bukan hormon antara lain ada yang berasal dari tanaman seperti; biji kapas Gossypium acuminatum yang
menghasilkan zat anti spermatogenik : Gossypol Dai, 1978; Tsao dan Lee, 1981, kemudian buah pare Momordica charantia L. zat aktifnya adalah Cucurbitacin yang
bersifat anti mitosis dapat juga dipergunakan sebagai antikanker dan banyak tanaman lagi seperti, tapak doro Catharantus roseus L., tanaman saga Abrus precatorius L.
dan beberapa tanaman lain yang bersifat antikanker dapat juga bersifat sebagai anti spermatogenik Mariatun, 1986. Pemberian isolat biji blustru Luffa aegyptica Roxb.
berpengaruh dalam proses terhambatnya pembentukan sperma spermatogenesis mencit. Sehingga dilakukan penelitian kombinasi TU dan blustru terhadap mencit
yang mampu mempengaruhi testosteron plasma, kuantitas dan kualitas spermatozoa mencit.
1.2. Permasalahan