MEKANISME PELAKSANAAN PENDAPATAN
B. MEKANISME PELAKSANAAN PENDAPATAN
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa pendapatan negara merupakan hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Salah satu hak pemerintah pusat adalah menggali sumber‐sumber penerimaan bagi negara untuk membiayai berbagai belanja/pengeluaran negara yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan struktur APBN, pendapatan negara terdiri atas penerimaan perpajakan, penerimaan bukan pajak, dan hibah.
98 2014 | Pusdiklatwas BPKP
1. Penerimaan Perpajakan (PN‐Pajak)
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri dari penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Penerimaan perpajakan dalam negeri meliputi semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang/jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, bea materai. Sedangkan pajak perdagangan internasional merupakan semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.
Pelaksanaan anggaran pendapatan yang berasal dari penerimaan perpajakan merupakan kewenangan dan tugas Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). Penerimaan uang negara dari perpajakan wajib disetorkan oleh wajib pajak dan atau wajib pungut ke kas negara pada bank pemerintah atau lembaga lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Mekanisme pelaksanaan penerimaan perpajakan diatur secara tersendiri dalam Undang ‐Undang Perpajakan, dengan menerapkan metode berikut.
a. Sistem pemungutan self assessment. Sistem penerimaan perpajakan dengan mekanisme ini mengatur wajib pajak untuk
menghitung pajaknya sendiri, kemudian menyetornya ke kas negara dan melaporkannya dalam laporan surat pemberitahuan pajak (SPT).
b. Penerimaan perpajakan yang berkaitan dengan mekanisme pelaksanaan anggaran negara/daerah, dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan pajak oleh
setiap instansi pemerintah yang melakukan pembayaran atas beban negara/daerah. Oleh karena itu, dalam rangka intensifikasi penerimaan pajak negara, setiap bendahara instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, BUMN/BUMD dan badan lainnya ditetapkan sebagai wajib pungut yang wajib menyetorkan seluruh penerimaan pajak yang dipungut dalam waktu selambat‐lambatnya satu hari setelah uang pajak diterima.
Selanjutnya dalam rangka meningkatkan intensifikasi penerimaan pajak, setiap instansi pemerintah, BUMN/BUMD serta badan lainnya diwajibkan untuk memberikan informasi perpajakan kepada pemerintah, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Ketentuan data dan informasi perpajakan sebagai berikut.
Manajemen Pemerintahan Pusat 99 Manajemen Pemerintahan Pusat 99
keterangan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya guna keperluan perpajakan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pajak.
b. Untuk memadukan dan menyinerjikan data dan informasi perpajakan tersebut dibentuk bank data nasional dan nomor identitas tunggal oleh Menteri Keuangan.
c. Menteri Keuangan c.q. Dirjen Pajak mengadministrasikan data dan informasi perpajakan dalam bank data nasional dengan membentuk nomor identitas bersama
sebagai embrio nomor identitas tunggal.
d. Menteri Keuangan c.q. Dirjen Pajak wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada masing‐masing kementerian/lembaga, pemerintah daerah, kantor/satuan
kerja, proyek/bagian proyek, dan BUMN/D.
e. Menetapkan setiap instansi pemerintah, pemda, BUMN/D, bendahara dan badan lain yang melakukan pembayaran atas beban APBN/APBD, sebagai wajib pungut pajak, sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan negara bukan pajak memiliki arti dan peran yang sangat penting dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan nasional, oleh karenanya diperlukan langkah‐langkah pengadministrasian yang efisien agar penerimaan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal.
a. Pengertian PNBP
Penerimaan negara bukan pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan dan hibah.
b. Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
PNBP yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga (tidak termasuk pendapatan BLU) dapat dikelompok menjadi 2 (dua), yaitu:
100 2014 | Pusdiklatwas BPKP
1) PNBP Umum Setiap kementerian negara/lembaga pada dasarnya mempunyai PNBP yang
bersifat umum yaitu PNBP yang tidak berasal dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. PNBP umum merupakan PNBP yang berlaku umum di semua kementerian negara/lembaga. PNBP umum sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 antara lain:
a) penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan negara,
b) penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan negara, c)
penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro/bunga),
d) penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan
tuntutan perbendaharaan),
e) penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah, f)
penerimaan pengembalian belanja tahun anggaran lalu.
2) PNBP Fungsional Selain PNBP umum, pada kementerian/lembaga terdapat PNBP yang bersifat
fungsional, yaitu penerimaan yang berasal dari hasil pungutan kementerian negara/lembaga atas jasa yang diberikan sehubungan dengan tugas pokok dan fungsinya dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Penerimaan fungsional tersebut terdapat pada sebagian besar kementerian negara/lembaga, namun macam dan ragamnya berbeda antara satu kementerian negara/lembaga dengan kementerian negara/lembaga lainnya, tergantung kepada jasa pelayanan yang diberikan oleh masing‐masing kementerian negara/lembaga.
Menurut Undang‐Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak jenis ‐ jenis PNBP fungsional meliputi:
a) Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah.
b) Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam. c)
Penerimaan dari hasil‐hasil kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.
Manajemen Pemerintahan Pusat 101 Manajemen Pemerintahan Pusat 101
e) Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari
pengenaan denda administrasi.
f) Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah.
g) Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang ‐ undang tersendiri. Penetapan tarif atas jenis PNBP memperhatikan: 1)
dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya; 2)
biaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah sehubungan dengan jenis kegiatan;
3) penerimaan negara bukan pajak yang bersangkutan; 4)
aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat. Penetapan jumlah penerimaan negara bukan pajak yang terutang ditentukan
dengan cara: 1)
ditetapkan oleh instansi pemerintah; atau 2)
dihitung sendiri oleh wajib bayar. PNBP terutang menjadi kadaluwarsa setelah sepuluh tahun terhitung sejak saat
terutangnya penerimaan negara bukan pajak yang bersangkutan. Ketentuan kadaluwarsa tertunda apabila wajib bayar melakukan tindak pidana di bidang penerimaan negara bukan pajak.
c. Pelaporan Rencana dan Realisasi Penerimaan PNBP
Instansi yang mengelola PNBP wajib menyampaikan laporan rencana dan realisasi penerimaan secara periodik, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak.
102 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Mekanisme tentang pelaporan diatur sebagai berikut.
1) Pejabat instansi pemerintah wajib menyampaikan rencana PNBP tahun anggaran yang akan datang secara tertulis di lingkungan instansi pemerintah
yang bersangkutan kepada menteri keuangan paling lambat pada tanggal 15 Juli tahun anggaran berjalan.
2) Dalam hal pejabat instansi pemerintah tidak atau terlambat menyampaikan rencana PNBP, menteri keuangan dapat menetapkan rencana PNBP instansi
pemerintah yang bersangkutan.
3) Dalam hal terdapat revisi, pejabat instansi pemerintah wajib menyampaikan revisi rencana PNBP kepada menteri keuangan, dengan ketentuan sebagai
berikut.
a) Revisi rencana PNBP tahun yang akan datang, disampaikan paling lambat tanggal 5 Agustus tahun anggaran yang bersangkutan.
b) Revisi rencana PNBP tahun anggaran berjalan, disampaikan paling
lambat tanggal 15 Agustus tahun anggaran berjalan. Dalam hal pejabat instansi pemerintah belum menyampaikan revisi rencana
PNBP menteri keuangan dapat menetapkan rencana PNBP untuk masing ‐masing instansi pemerintah.
4) Laporan realisasi PNBP triwulanan disampaikan secara tertulis oleh pejabat instansi pemerintah kepada menteri keuangan paling lambat satu bulan
setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.
5) Laporan perkiraan realisasi PNBP triwulan IV disampaikan kepada menteri keuangan paling lambat tanggal 15 Agustus tahun anggaran berjalan.
6) Pejabat instansi pemerintah yang tidak/terlambat menyampaikan rencana dan laporan realisasi PNBP, dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan
perundang ‐undangan yang berlaku.
Manajemen Pemerintahan Pusat 103 Manajemen Pemerintahan Pusat 103
Seluruh PNBP dikelola dalam sistem anggaran pendapatan dan belanja negara, melalui dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) masing ‐masing kementerian/lembaga. Pengelolaan PNBP tersebut diatur dengan ketentuan sebagai berikut.
1) Setiap kementerian negara/lembaga/satuan kerja yang mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya.
2) Menteri keuangan dapat menunjuk instansi pemerintah untuk menagih dan atau memungut penerimaan negara bukan pajak yang terutang.
3) Instansi pemerintah yang ditunjuk tersebut wajib menyetor langsung PNBP yang diterima ke kas negara.
4) Instansi pemerintah yang ditunjuk wajib menyampaikan rencana dan laporan realisasi PNBP secara tertulis dan berkala kepada menteri keuangan.
5) Apabila kewajiban instansi pemerintah untuk menagih dan atau memungut serta menyetor tidak dipenuhi akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang ‐undangan yang berlaku.
e. Penggunaan Sebagian Dana PNBP
Pada dasarnya, seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke kas negara. Namun demikian, untuk beberapa kegiatan tertentu sebagian dana dari jenis penerimaan negara bukan pajak dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis penerimaan negara bukan pajak tersebut oleh instansi yang bersangkutan. Penggunaan sebagian dana PNBP tersebut dapat dilakukan setelah memeroleh persetujuan dari menteri keuangan.
Kegiatan yang dapat menggunakan sebagian dana PNBP meliputi: 1)
penelitian dan pengembangan teknologi; 2)
pelayanan kesehatan;
104 2014 | Pusdiklatwas BPKP
3) pendidikan dan pelatihan;
4) penegakan hukum;
5) pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu;
6) pelestarian sumber daya alam. Proses permohonan untuk menggunakan sebagian dana PNBP diatur dalam PP
Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tatacara Penggunaan PNBP yang bersumber dari kegiatan tertentu sebagai berikut.
1) Pimpinan instansi pemerintah mengajukan permohonan penggunaan PNBP kepada menteri keuangan dilengkapi dengan:
a) tujuan penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak;
b) rincian kegiatan pokok instansi dan kegiatan yang akan dibiayai
penerimaan negara bukan pajak;
c) jenis penerimaan negara bukan pajak beserta tarif yang berlaku;
d) laporan realisasi dan perkiraan tahun anggaran berjalan serta perkiraan
untuk dua tahun anggaran mendatang.
2) Setelah memperoleh persetujuan dari menteri keuangan instansi pemerintah mengajukan rencana penggunaan untuk setiap tahun anggaran
selambat ‐lambatnya tanggal 15 November.
3) Rencana penggunaan penerimaan negara bukan pajak tersebut diteliti dan dibahas oleh Kementerian Keuangan bersama‐sama instansi pemerintah yang
bersangkutan sebelum ditetapkan oleh menteri keuangan.
4) Sebagian dana penerimaan negara bukan pajak disediakan dalam suatu dokumen anggaran tahunan yang berlaku sebagai surat keputusan otorisasi.
5) Sebagian dana penerimaan negara bukan pajak tersebut dapat digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan tertentu pada instansi bersangkutan dalam
rangka pembiayaan:
Manajemen Pemerintahan Pusat 105 Manajemen Pemerintahan Pusat 105
b) investasi, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. 6)
Pembayaran atas pelaksanaan kegiatan instansi yang bersangkutan dianggap sebagai pembayaran langsung kepada yang berhak atau melalui penyediaan uang yang harus dipertanggungjawabkan (UYHD). Batas jumlah pembayaran ditetapkan oleh menteri keuangan.
7) Saldo lebih dari sebagian dana PNBP, pada akhir tahun anggaran wajib disetor seluruhnya ke kas negara.
8) Pembiayaan sebagian dana PNBP yang telah disediakan dalam suatu dokumen anggaran dan belum dilaksanakan atau belum diselesaikan dalam tahun anggaran yang bersangkutan dapat dicantumkan pada dokumen anggaran tahun berikutnya melalui revisi anggaran.
9) Pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan setiap awal tahun anggaran menetapkan:
a) atasan langsung bendaharawan penerima/pengguna;
b) bendaharawan penerima; c)
bendaharawan pengguna. Dalam hal bendaharawan belum ditunjuk, KPPN dilarang melakukan
pembayaran.
10) Kewajiban penyusunan laporan Pimpinan instansi pemerintah wajib menyampaikan laporan triwulan
mengenai seluruh penerimaan dan penggunaan dana oleh instansi yang bersangkutan kepada menteri keuangan.
106 2014 | Pusdiklatwas BPKP 106 2014 | Pusdiklatwas BPKP
1) Atas permintaan pimpinan instansi pemerintah, instansi pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan terhadap wajib bayar yang menghitung sendiri
kewajibannya.
2) Permintaan pimpinan instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada butir
1) dilakukan berdasarkan:
a) hasil pemantauan instansi pemerintah terhadap wajib bayar yang
bersangkutan;
b) laporan dari pihak ketiga; atau c)
permintaan wajib bayar atas kelebihan pembayaran PNBP.
3) Hasil pemeriksaan atas instansi pemerintah disampaikan kepada menteri keuangan dan selanjutnya diberitahukan kepada instansi pemerintah yang
bersangkutan guna ditindaklanjuti.
4) Hasil pemeriksaan terhadap wajib bayar untuk PNBP disampaikan kepada instansi pemerintah untuk penetapan jumlah PNBP yang terutang oleh wajib
bayar yang bersangkutan.
5) Jika wajib bayar kurang membayar jumlah PNBP yang terutang sebagaimana hasil pemeriksaan, wajib bayar yang bersangkutan wajib melunasi
kekurangannya dan ditambah sanksi berupa denda administrasi sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24 bulan dari jumlah kekurangan tersebut.
6) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap wajib bayar untuk jenis PNBP terdapat kelebihan pembayaran jumlah PNBP yang terutang, jumlah
kelebihan tersebut diperhitungkan sebagai pembayaran dimuka atas jumlah PNBP yang terutang wajib bayar yang bersangkutan pada periode berikutnya.
7) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha wajib bayar, maka jumlah kelebihan pembayaran PNBP dikembalikan kepada wajib bayar selambat‐
lambatnya satu bulan sejak dikeluarkan ketetapan kelebihan pembayaran.
Manajemen Pemerintahan Pusat 107
8) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir 7) di atas, kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada wajib bayar ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24 bulan.
g. PNBP Melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU)
Pada prinsipnya setiap penerimaan negara harus disetorkan ke Kas Negara atau tidak diperkenankan untuk digunakan secara langsung untuk mendanai kegiatan. Pada beberapa organisasi pemerintah yang memiliki fungsi pelayanan langsung kepada masyarakat ketentuan tersebut cukup merepotkan karena pendanaan kegiatan menjadi tidak fleksibel yang pada gilirannya dapat mengganggu aktivitas pelayanan. Untuk mengatasi masalah tersebut, sesuai PP Nomor 23 Tahun 2005, oraganisasi pemerintah dimungkinkan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU).
BLU dibentuk dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kekayaan BLU merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan serta dapat dikelola sepenuhnya untuk pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, BLU tetap menyusun anggaran sebagaimana instansi pemerintah pada umumnya untuk digabungkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga maupun APBN. Pendapatan dan belanja yang dilakukan dilaporkan dalam laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang membawahinya dan dikonsolidasikan dalam laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Upaya peningkatan kinerja pelayanan maupun kinerja keuangan dilakukan dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. Pendapatan BLU dapat bersumber dari APBN, jasa layanan, hibah atau sumbangan dari masyarakat. Pendapatan BLU dapat digunakan secara langsung untuk membiayai belanjanya. Dalam pelaksanaan anggaran belanja, BLU juga diberikan pengecualian untuk tidak mengikuti ketentuan pengadaan barang/jasa sebagaimana yang berlaku di pemerintahan karena alasan efisiensi dan produktivitas. Di samping itu, BLU juga diperkenankan memperoleh pinjaman untuk mendanai kegiatannya. Untuk menjaga kinerja pelayanan dan kinerja keuangan BLU maka diperlukan adanya pembinaan.
108 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Pembinaan keuangan BLU dilakukan oleh Menteri Keuangan sedangkan pembinaan teknis dilakukan oleh kementerian teknis yang membawahinya.
1) Penetapan BLU Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan
dengan PPK‐BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:
a) penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
b) pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
c) pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Persyaratan teknis terpenuhi apabila:
a) kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana
direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
b) kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut:
a) pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan,
keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
b) pola tata kelola; c)
rencana strategis bisnis;
Manajemen Pemerintahan Pusat 109 Manajemen Pemerintahan Pusat 109
e) standar pelayanan minimum; dan f)
laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Dokumen tersebut disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada menteri keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif diatur dengan peraturan menteri keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Proses penetapan PPK‐BLU adalah sebagai berikut.
a) Menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan
administratif untuk menerapkan PPK‐BLU kepada Menteri Keuangan/ gubernur/bupati/ walikota, sesuai dengan kewenangannya.
b) Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota menetapkan instansi pemerintah yang telah memenuhi persyaratan untuk menerapkan PPK‐
BLU.
c) Penetapan tersebut dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau status BLU bertahap.
Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi dengan memuaskan. Sedangkan status BLU‐Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU ‐Bertahap berlaku paling lama 3 (tiga) tahun.
d) Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, memberi keputusan penetapan atau surat penolakan
110 2014 | Pusdiklatwas BPKP 110 2014 | Pusdiklatwas BPKP
2) Pencabutan Penerapan PPKBLU Penerapan PPK‐BLU berakhir bila:
a) Dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya;
b) Dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota berdasarkan usul dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan
kewenangannya; atau berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Pencabutan penerapan PPK‐BLU dilakukan apabila BLU yang bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau administratif.
Pencabutan status dilakukan berdasarkan penetapan ketentuan peraturan perundang ‐undangan, yaitu:
a) Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, membuat penetapan pencabutan penerapan PPK‐BLU
atau penolakannya paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal usul diterima. Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui, usul pencabutan dianggap ditolak.
b) Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PPK‐BLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PPK‐BLU sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 4 PP No.23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
3) Fleksibilitas BLU Seluruh pendapatan operasional BLU adalah PNBP. Pendapatan tersebut dapat
digunakan langsung, sesuai Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA)‐nya tanpa
Manajemen Pemerintahan Pusat 111 Manajemen Pemerintahan Pusat 111
Pada Satker PPK BLU Penuh dapat menggunakan PNBP yang diterimanya untuk mendanai kegiatan Satker dengan ambang batas penggunaan untuk belanja melampaui Rencana Bisnis dan Anggara (RBA) maksimal sebesar persentase kelebihan realisasi dari target penerimaan. Penggunaan tersebut dipertanggungjawabkan ke KPPN dengan mengajukan SPM Pengesahan. Dalam hal realisasi belanja melampaui anggaran belanjanya (dengan memperhatikan ambang batas), pada akhir tahun dilakukan revisi DIPA untuk mengesahkan pengeluaran/belanja tersebut
Pada Satker PPK BLU Bertahap dapat menggunakan PNBP yang diterimanya untuk mendanai kegiatan Satker sebesar persentase yang disetujui Menteri Keuangan. Dari jumlah yang disetujui penggunaannya tersebut sebagian diantaranya (persentase sesuai ketetapan sebagai BLU) boleh digunakan secara langsung tanpa disetorkan terlebih dahulu ke Kas Negara. Sedangkan selebihnya wajib disetorkan ke Kas Negara dan bisa digunakan kembali oleh Satker dengan mekansime pencairan PNBP. Mekanisme penggunaan sebagian PNBP untuk mendanai kegiatan Satker mengikuti ketentuan belanja yang berlaku.
Contoh: BLU Bertahap A mempunyai target PNBP sebesar Rp100 miliar dan
mendapatkan persetujuan Menkeu untuk penggunaan 90% dari target penerimaan tersebut. Keputusan Menkeu tentang penetapan BLU menyebutkan Satker A dapat menggunakan PNBP secara langsung sebesar 60%. Apabila realisasi PNBP sebesar Rp30 miliar, maka:
112 2014 | Pusdiklatwas BPKP
PNBP yang dapat digunakan secara langsung = Rp16,2 miliar. (Rp30 miliar x 90% x 60%)
PNBP yang harus disetor secepatnya ke Kas Negara = Rp13,8 miliar (Rp 30 miliar – Rp16,2 miliar)
PNBP yang dapat digunakan dengan mekansime pencairan PNBP = 10,8 miliar (Rp30 miliar x 90% x 40% )
3. Penerimaan Hibah (Hibah)
Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang, jasa, dan surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Hibah merupakan bagian dari pendapatan dalam APBN yang diterima pemerintah dalam bentuk uang tunai, uang untuk membiayai kegiatan, barang/jasa, dan surat berharga.
a. Uang tunai, penerimannya disetorkan langsung ke Rekening Kas Umum Negara atau rekening yang ditentukan oleh menteri keuangan.
b. Uang untuk membiayai kegiatan, penerimaannya dicantumkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran.
c. Barang/jasa, penerimaannya dicatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang dinilai dengan mata uang rupiah pada saat serah terima barang/jasa.
d. Surat berharga, dicatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang dinilai dengan mata uang rupiah berdasarkan nilai nominal yang disepakati pada saat serah
terima oleh pemberi hibah dan pemerintah. Penerimaan hibah menurut jenisnya terdiri atas:
a. Hibah yang direncanakan, adalah hibah yang dilaksanakan melalui mekanisme perencanaan.
b. Hibah langsung, adalah hibah yang dilaksanakan tidak melalui mekanisme perencanaan.
Manajemen Pemerintahan Pusat 113
Menurut sumbernya hibah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Hibah dalam negeri, yaitu hibah yang bersumber dari dalam negeri berasal dari: 1)
lembaga keuangan dalam negeri; 2)
lembaga non keuangan dalam negeri; 3)
pemerintah daerah; 4)
perusahaan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik Indonesia;
5) lembaga lainnya; dan 6)
perorangan.
b. Hibah luar negeri, yaitu hibah yang bersumber dari luar negeri berasal dari: 1)
negara asing; 2)
lembaga di bawah Perserikatan Bangsa‐Bangsa; 3)
lembaga multilateral; 4)
lembaga keuangan asing; 5)
lembaga non keuangan asing; 6)
lembaga keuangan nasional yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia;
7) perorangan. Hibah yang bersumber dari luar negeri dapat diterushibahkan/dipinjamkan kepada
pemerintah daerah atau dipinjamkan kepada BUMN, sepanjang diatur dalam perjanjian hibah.
Tata cara penarikan dana hibah yang bersumber dari luar negeri dibahas lebih lanjut pada butir
E. PROSES PEMBIAYAAN mengenai pinjaman/hibah luar negeri.
114 2014 | Pusdiklatwas BPKP
4. Pembukuan, Penatausahaan, dan Akuntansi Pendapatan
a. Pembukuan Instansi pemerintah yang ditunjuk untuk menagih, memungut dan menyetorkan
PNBP wajib menyelenggarakan pembukuan, yaitu mengadakan suatu pencatatan yang dapat menyajikan keterangan yang cukup untuk dijadikan dasar penghitungan PNBP. Pembukuan diselenggarakan oleh bendahara. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER‐3/PB/2014, pembukuan bendahara terdiri dari Buku Kas Umum (BKU), buku pembantu, dan Buku Pengawasan Anggaran. Pembukuan tersebut dilakukan dengan aplikasi yang dibuat dan dibangun oleh kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Dalam hal aplikasi tersebut tidak dapat digunakan, bendahara dapat menyelenggarakan pembukuan secara manual.
Hal ‐hal yang diperhatikan dalam pembukuan oleh bendahara yaitu:
Setiap transaksi harus segera dicatat dalam BKU sebelum dibukuan dalam buku ‐buku pembantu dan pengawasan anggaran.
PA/KPA dapat menentukan buku‐buku bantu/register selain BKU.
Pembukuan dilaksanakan berdasarkan asas bruto.
KPA melaksanakan pemeriksaan kas sekurang‐kurangnya satu kali dalam satu bulan dalam rangka pengawasan penatausahaan kas dan ketertiban pembukuan.
Buku, catatan dan dokumen lain yang menjadi dasar perhitungan PNBP wajib disimpan selama sepuluh tahun. Terhadap instansi pemerintah yang ditunjuk atas permintaan menteri untuk menagih, memungut dan menyetorkan PNBP juga dapat diperiksa khusus oleh instansi yang berwenang.
Pembukuan oleh bendahara dilakukan berdasarkan dokumen sumber. Dokumen sumber adalah seluruh dokumen terkait dengan uang yang dikelola Bendahara serta transaksi dalam rangka pelaksanaan anggaran satuan kerja, antara lain:
DIPA yang telah mendapat pengesahan.
SPM ‐UP/SPM‐TUP/SPM‐GUP/SPM‐LS yang telah diterbitkan SP2D Manajemen Pemerintahan Pusat 115
SSP/SSBP/SSPB yang telah mendapat NTPN dan NTB/NTP/NPP
Kwitansi/dokumen pembayaran atas uang yang bersumber dari UP atau LS‐ Bendahara
Faktur pajak atas potongan uang yang bersumber dari UP atau LS‐Bendahara
SBS/bukti penerimaan Bendahara Penerimaan Bendahara penerimaan wajib menyusun LPJ Bendahara atas uang yang dikelolanya
secara bulanan. LPJ tersebut dibuat berdasarkan pembukuan yang diselenggarakan bendahara yang telah diperiksa dan direkonsiliasi oleh KPA atau pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara. LPJ Bendahara Penerimaan dituangkan sebagaimana Format 1b Lampiran VIII Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER‐3/PB/2014.
b. Penatausahaan Penatausahaan penerimaan negara perlu dilakukan secara cepat, tepat, dan efisien
agar menghasilkan laporan yang dapat dipertanggungjawabkan. Penatasusahaan penerimaan melibatkan BUN (Kuasa BUN), Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan, dan bank persepsi/kantor pos yang ditunjuk. Untuk menunjang kegiatan penatusahaan tersebut digunakan suatu sistem penerimaan negara yang terpadu yang dikenal dengan Modul Penerimaan Negara (MPN).
MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER‐02/PMK.05/2007).
Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan dapat melakukan pembayaran setiap saat melalui Bank/Pos yang terhubung dengan MPN. Penerimaan negara yang disetor oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan diakui pada saat masuk ke Rekening Kas Negara dan mendapatkan NTPN (nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui MPN).
116 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Terkait dengan diperkenankannya penggunaan PNBP sesuai ketentuan yang berlaku, penatausahaan PNBP di tingkat Satker dapat dikelompokkan sebagai berikut.
Pada Satker yang tidak mempunyai hak penggunaan (izin Menteri Keuangan) PNBP yang diterimanya, seluruh realisasi penerimaannya disetorkan ke Kas Negara dan tidak ada penggunaan PNBP untuk mendanai kegiatan Satker.
Pada Satker yang mempunyai hak penggunaan sebagaian PNBP yang diterimanya (dari Menteri Keuangan), seluruh realisasi penerimaannya disetorkan ke Kas Negara dan diperkenankan menggunakan PNBP untuk mendanai kegiatan Satker sebesar persentase yang disetujui Menteri Keuangan dengan mekansime pencairan PNBP. Sedangkan mekanisme penggunaan sebagian PNBP untuk mendanai kegiatan Satker mengikuti ketentuan belanja yang berlaku.
Pada Satker BLU, penerimaannya bisa langsung digunakan dengan ketentuan sebagaimana diuraikan pada butir B.2.g.3).
c. Akuntansi Penyelenggaraan akuntansi terkait dengan kewajiban Satuan Kerja sebagai unit
akuntansi untuk dapat menyampaikan laporan keuangan yang akan dikonsolidasi sampai ke tingkat Pengguna Anggara (K/L). Sistem akuntansi yang digunakan adalah Sistem Akuntansi Instansi, yang dalam kaitan penerimaan negara akan menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran yang menyajikan anggaran dan realisasi pendapatan dan belanja satuan kerja dalam satu tahun anggaran.
Dalam pencatatan transaksi akuntansi penerimaan sebagai dasar pencatatan estimasi pendapatan adalah DIPA Kementerian Negara/Lembaga atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA.
Dokumen sumber sebagai dasar pencatatan realisasi penerimaan negara antara lain meliputi Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP), Surat Tanda Bukti Setor (STBS), dan Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSBP) dan Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan/atau KPPN.
Manajemen Pemerintahan Pusat 117
Seluruh dokumen sumber penerimaan negara dinyatakan sah setelah mendapat Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP)/ Nomor Penerimaan Potongan (NPP).
Beberapa ketentuan akuntansi terkait penerimaan yaitu sebagai berikut:
Penerimaan negara diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Negara (dibuktikan dengan NTPN).
Penetapan penerimaan perpajakan dan bukan pajak yang belum dan/atau sudah jatuh tempo tetapi belum disetor ke Rekening Kas Negara pada saat tanggal Neraca diakui sebagai piutang.
Pembahasan lebih lanjut mengenai akuntansi terkait SAI dan Pelaporan Keuangan pada BAB VI PELAPORAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA.