PELAPORAN KINERJA
A. PELAPORAN KINERJA
Laporan kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, iInformasi tentang realisasi kinerja disajikan secara bersanding dengan kinerja yang direncanakan dan dianggarkan sebagaimana tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga untuk tahun anggaran yang bersangkutan.
Manajemen Pemerintahan Pusat 217
Menurut Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003, menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas antara lain menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya. Penyusunan dan penyajian laporan keuangan dimaksud adalah dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk prestasi kerja yang dicapai atas penggunaan anggaran. Penyampaian informasi tentang prestasi kerja (kinerja) sangat relevan dengan perubahan paradigma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan secara jelas keluaran (outputs) dari setiap kegiatan dan hasil (outcomes) dari setiap program. Untuk keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang terintegrasi dengan sistem perencanaan strategis, sistem penganggaran, dan Sistem Akuntansi Pemerintahan. Ketentuan yang dicakup dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tersebut sekaligus dimaksudkan untuk menggantikan ketentuan yang termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, sehingga dapat dihasilkan suatu Laporan Keuangan dan Kinerja yang terpadu.
1. Pengukuran Kinerja
Pengukuran Kinerja adalah proses kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi, dan strategi instansi pemerintah. Pengukuran kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian (assessment) yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator‐indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Dalam pengukuran kinerja dilakukan pula analisis akuntabilitas kinerja yang menggambarkan keterkaitan pencapaian kinerja kegiatan dengan program dan kebijakan dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi sebagaimana ditetapkan dalam rencana strategis.
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives) dengan elemen kunci sebagai berikut.
218 2014 | Pusdiklatwas BPKP 218 2014 | Pusdiklatwas BPKP
b. Pengembangan ukuran yang relevan.
c. Pelaporan formal atas hasil.
d. Penggunaan informasi. Pengukuran adalah aktivitas pembandingan antara sesuatu dengan alat ukurnya. Oleh
karena itu, instrumen penting dalam pengukuran adalah alat ukurnya sendiri. Alat ukur kinerja adalah ukuran kinerja (performance measures) atau jika tidak ada alat ukur yang lebih akurat cukup menggunakan indikator kinerja (performance indicators). Oleh karenanya, kadang‐kadang istilah ukuran kinerja dan indikator kinerja menjadi sinomim yang sangat dekat.
Pengukuran kinerja di lingkungan instansi pemerintah dilakukan sesuai dengan peran, tugas dan fungsi masing‐masing instansi pemerintah, sehingga lebih mengandalkan pada pengukuran keberhasilan instansi pemerintah yang dilakukan secara berjenjang dari tingkatan unit kerja sampai pada tingkatan tertinggi organisasi suatu instansi. Oleh karena itu, diperlukan berbagai indikator kinerja di berbagai tingkatan. Misalnya indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur kinerja pelaksanaan kegiatan. Dengan indikator itu diharapkan pengelola kegiatan, atasan dan pihak luar dapat mengukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan tersebut.
Untuk mengatasi berbagai kerumitan pengukuran di berbagai tingkatan dan agregasinya untuk mengambil simpulan, seringkali digunakan beberapa indikator kinerja utama. Indikator kinerja utama (IKU) ini dipilih di antara berbagai indikator yang paling dapat mewakili dan menggambarkan apa yang diukur.
Pengukuran kinerja di berbagai tingkatan dilakukan dengan mengacu pada dokumen perencanaan kinerja, penganggaran dan perjanjian kinerja. Berbagai tingkatan itu mempunyai tugas pokok dan fungsi dan tanggung jawab masing‐masing yang berbeda antara satu tingkatan dengan tingkatan yang lain.
Manajemen Pemerintahan Pusat 219
Tingkatan entitas akuntabilitas itu dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. entitas akuntabilitas kinerja satuan kerja atau Eselon II pada Instansi Pemerintah Pusat;
b. entitas akuntabilitas kinerja unit organisasi Eselon I;
c. entitas akuntabilitas kinerja kementerian negara/lembaga;
d. entitas akuntabilitas kinerja SKPD;
e. entitas akuntabilitas kinerja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. Seluruh entitas tersebut wajib menyusun rencana kinerja, melaksanakan
kegiatan/program dan memantau realisasi capaian berbagai indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur terwujudnya output atau outcome sampai sasaran strategis Kementerian/Lembaga. Oleh karena itu, pengukuran kinerja juga dilakukan pada setiap tingkatan tersebut.
Instrumen pengukuran kinerja dengan menggunakan berbagai formulir pengukuran kinerja dapat dibedakan pada setiap tingkatan tersebut di atas.
2. Evaluasi Kinerja
Evaluasi atau analisis adalah proses untuk mengurai suatu kondisi sehingga diperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Analisis merupakan kebalikan dari sintesis, yaitu proses untuk menyatukan kondisi, ide, atau objek menjadi sesuatu yang baru secara keseluruhan. Oleh karena itu, analisis kinerja paling tidak dilakukan dengan cara melakukan analisis adanya beda kinerja (performance gap analysis), yaitu melihat beda (gap) antara yang sudah direncanakan dengan realisasinya atau kenyataannya. Jika terdapat gap yang besar, maka perlu diteliti sebab‐sebabnya berikut berbagai informasi kendala dan hambatan termasuk usulan tindakan‐tindakan apa yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi tersebut. Keseluruhan hasil analisis kinerja selanjutnya dituangkan dalam pelaporan akuntabilitas kinerja.
Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) analisis kinerja dilakukan terhadap kinerja instansi pemerintah sesuai dengan entitas akuntabilitas kinerja dengan memanfatkan hasil dari aktivitas pengukuran kinerja yang telah dilakukan.
220 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Oleh karena itu, adalah penting untuk mengidentifikasi entitas yang melaporkan akuntabilitas kinerja. Akuntabilitas kinerja di tingkat Kementerian/Lembaga sudah tentu menyangkut hal‐hal yang lebih besar, lebih penting, dan terkait dengan hasil‐hasil pembangunan nasional yang bersifat strategis. Jika dibandingkan dengan laporan akuntabilitas kinerja Unit Kerja Organisasi tingkat Eselon I, maka akuntabilitas kinerja di tingkat unit kerja eselon I lebih rinci dan lebih operasional, demikian seterusnya sampai ke tingkatan di bawahnya.
Pengukuran dan analisis kinerja yang dilakukan pada tingkat Kementerian/Lembaga disarankan terbatas pada pencapaian sasaran‐sasaran strategis kementerian/lembaga. Dengan demikian, K/L hanya melaporkan hal‐hal yang penting atau strategis saja, dan kemudian hal‐hal yang lebih rinci dan lebih operasional dilaporkan unit kerja eselon I atau eselon
II di bawahnya. Pengukuran kinerja di tingkat unit kerja organisasi eselon I, sebaiknya meliputi pelaporan
sasaran strategis unit kerja tersebut dan juga kinerja pelaksanaan kegiatan atau output unit di bawahnya. Sedangkan unit kerja eselon II, mengukur dan melaporkan berbagai output pada unitnya beserta sub‐sub output‐nya.
Berikut disajikan ilustrasi pengukuran kinerja di berbagai tingkatan baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi/kabupaten/kota:
Manajemen Pemerintahan Pusat 221
Tabel
6.1 Formulir Pengukuran Kinerja Tingkat Kementerian/Lembaga
Kementerian/Lembaga : (a)
Tahun Anggaran
: (b)
Sasaran Indikator Anggaran
Target Realisasi % Program
Strategis Kinerja Pagu Realisasi % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Jumlah Anggaran Tahun
...........: Rp....................... (c)
Realisasi Pagu Anggaran Tahun ...........: Rp....................... (d)
Petunjuk Pengisian:
a. Header (a) diisi dengan kode dan nama K/L;
b. Header (b) diisi dengan tahun anggaran;
c. Kolom (1) diisi dengan sasaran strategis K/L sesuai dengan dokumen Penetapan Kinerja;
d. Kolom (2) diisi dengan indikator kinerja sasaran strategis dari K/L sesuai dengan dokumen Penetapan Kinerja;
e. Kolom (3) diisi dengan angka target yang akan dicapai untuk setiap indikator kinerja sesuai dengan dokumen Penetapan Kinerja;
f. Kolom (4) diisi dengan Realisasi dari masing‐masing indikator kinerja;
g. Kolom (5) diisi dengan persentase pencapaian target dari masing‐masing indikator kinerja;
h. Kolom (6) diisi dengan nama program yang digunakan untuk pencapaian sasaran strategis organisasi sesuai dengan dokumen Penetapan Kinerja;
i. Kolom (7) diisi dengan pagu anggaran program; j.
Kolom (8) diisi dengan realisasi anggaran; k.
Kolom (9) diisi dengan persentase realisasi anggaran (realisasi/pagu x 100%); l.
Footer (c) diisi total jumlah/nilai pagu anggaran yang direncanakan untuk mencapai sasaran strategis;
m. Footer (d) diisi total jumlah/nilai realisasi anggaran yang digunakan untuk mencapai sasaran strategis.
222 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Tabel
6.2 Formulir Pengukuran Kinerja
Tingkat Unit Organisasi Eselon I / Satker Kementerian/Lembaga
Unit Organisasi Eselon I/Satker : (a) Tahun Anggaran
: (b)
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target Realisasi % (1) (2) (3) (4) (5)
Jumlah Anggaran Tahun
...........: Rp....................... (c)
Realisasi Pagu Anggaran Tahun ...........: Rp....................... (d)
Petunjuk Pengisian:
1. Header (a) diisi dengan kode dan nama unit organisasi Eselon I/Satker mandiri;
2. Header (b) diisi dengan tahun anggaran;
3. Kolom (1) diisi dengan sasaran strategis unit organisasi Eselon I sesuai dengan dokumen Penetapan Kinerja;
4. Kolom (2) diisi dengan indikator kinerja sasaran strategis dari unit organisasi Eselon I/Satker mandiri sesuai dengan dokumen Penetapan Kinerja;
5. Kolom (3) diisi dengan angka target yang akan dicapai untuk setiap indikator kinerja sesuai dengan dokumen Penetapan Kinerja;
6. Kolom (4) diisi dengan realisasi dari masing‐masing indikator kinerja;
7. Kolom (5) diisi dengan persentase pencapaian target dari masing‐masing indikator kinerja (realisasi/target x 100%);
8. Footer (c) diisi total jumlah/nilai pagu anggaran yang direncanakan untuk mencapai sasaran strategis;
9. Footer (d) diisi total jumlah/nilai realisasi anggaran yang digunakan untuk mencapai sasaran strategis.
Manajemen Pemerintahan Pusat 223
3. Pelaporan Salah satu bentuk laporan kinerja yang digunakan dalam sektor publik di Indonesia adalah
LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). LAKIP dipakai sebagai media akuntabilitas bagi instansi pemerintah yang dibuat tahunan berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis.
a. Prinsip ‐Prinsip Penyusunan LAKIP
Penyusunan LAKIP harus mengikuti prinsip‐prinsip yang lazim, yaitu laporan harus disusun secara jujur, objektif, dan transparan. Disamping itu, perlu pula diperhatikan prinsip ‐prinsip lain, seperti :
1) Prinsip pertanggungjawaban (adanya responsibility center), sehingga lingkupnya jelas. Hal‐hal yang dikendalikan (controllable) maupun yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) oleh pihak yang melaporkan harus dapat dimengerti pembaca laporan.
2) Prinsip pengecualian, yang dilaporkan adalah hal‐hal yang penting dan relevan bagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang bersangkutan. Misalnya hal‐hal yang menonjol baik keberhasilan maupun
antara realisasi dengan sasaran/standar/rencana/budget, penyimpangan‐penyimpangan dari rencana karena alasan tertentu, dan sebagainya.
kegagalan, perbedaan ‐perbedaan
3) Prinsip perbandingan, laporan dapat memberikan gambaran keadaan masa yang dilaporkan dibandingkan dengan periode‐periode lain atau unit/instansi lain.
4) Prinsip akuntabilitas, sejalan dengan prinsip pertanggungjawaban dan prinsip pengecualian, maka prinsip ini mensyaratkan bahwa yang terutama dilaporkan adalah hal‐hal yang dominan yang membuat sukses atau gagalnya pelaksanaan rencana.
5) Prinsip manfaat, yaitu manfaat laporan harus lebih besar dari pada biaya penyusunannya.
224 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Di samping itu, perlu pula diperhatikan beberapa ciri laporan yang baik seperti relevan, tepat waktu, dapat dipercaya/diandalkan, mudah dimengerti (jelas dan cermat), dalam bentuk yang menarik (tegas dan konsisten, tidak kontradiktif antar bagian), berdaya banding tinggi, berdaya uji (verifiable), lengkap, netral, padat, dan terstandarisasi (untuk yang rutin).
b. Sistematika LAKIP
Sesuai Permen PAN dan RB Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, sistematika LAKIP adalah sebagai berikut :
Ikhtisar Eksekutif
Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan mengenai gambaran umum organisasi yang melaporkan dan sekilas pengantar lainnya.
Bab
II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja
Dalam bab ini diikhtisarkan beberapa hal penting dalam perencanaan dan perjanjian kinerja (dokumen penetapan kinerja).
Bab
III Akuntabilitas Kinerja
Dalam bab ini diuraikan pencapaian sasaran‐sasaran organisasi pelapor, dengan pengungkapan dan penyajian dari hasil pengukuran kinerja.
Bab
IV Penutup
Lampiran ‐lampiran
c. Kewajiban Penyusunan LAKIP
Pada dasarnya, instansi yang wajib menyusun laporan akuntabilitas kinerja adalah:
1) Kementerian/Lembaga;
2) Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota;
3) Unit Organisasi Eselon I pada Kementerian/Lembaga;
Manajemen Pemerintahan Pusat 225
4) Satuan Kerja Perangkat Daerah; 5)
Unit kerja mandiri, yaitu unit kerja yang mengelola anggaran tersendiri dan/atau unit yang ditentukan oleh pimpinan instansi masing‐masing.
Selanjutnya, jangka waktu penyampaian LAKIP untuk instansi pemerintah pusat diatur sebagai berikut.
1) Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat Kementerian/Lembaga disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi selambat‐lambatnya 2,5 (dua setengah) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2) Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat unit organisasi eselon I dan unit kerja mandiri pada Kementerian/Lembaga disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.
3) Waktu penyampaian Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat unit organisasi eselon
I dan unit kerja mandiri pada Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas diatur tersendiri oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.