Penyelesaian Tagihan Negara/Pengeluaran Negara
2. Penyelesaian Tagihan Negara/Pengeluaran Negara
Penyelesaian tagihan segera dilakukan setelah diwujudkannya komitmen yang ditunjukkan dari prestasi kerja serta adanya tagihan dari penyedia barang/jasa. Berdasarkan tagihan tersebut, PPK mengajukan SPP (Surat Permintaan Pembayaran) yang selanjutnya diuji oleh PPSPM (Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar). Apabila telah memnuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, selanjutnya PPSPM menerbitkan SPM untuk
Manajemen Pemerintahan Pusat 119 Manajemen Pemerintahan Pusat 119
5.2 berikut.
Gambar
5.3 Mekanisme Penyelesaian Tagihan/Pengeluaran Negara
Penjelasan lembih rinci dari proses penyelesaian tagihan negara/pengeluaran negara adalah sebagai berikut.
a. Pembuatan Komitmen
Pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran pada DIPA yang mengakibatkan pengeluaran negara dilakukan melalui pembuatan komitmen. Pembuatan komitmen tersebut dalam bentuk perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa dan/atau penetapan keputusan, sebagaimana pada Gambar 5.3 berikut.
120 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Gambar
5.4 Jenis‐jenis Pembuatan Komitmen
1) Pembuatan Komitmen dalam Bentuk Perjanjian/Kontrak untuk Pengadaan Barang/Jasa
Satker di lingkungan kementerian negara/lembaga dapat memulai proses pelelangan dalam rangka perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa untuk tahun anggaran berikutnya, setelah rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Biaya proses pelelangan dalam rangka pengadaan barang/jasa pemerintah yang membebani belanja modal dialokasikan dalam belanja modal tahun anggaran berjalan. Untuk biaya proses pelelangan dalam rangka pengadaan barang/jasa tahun anggaran berikutnya yang membebani belanja barang/bantuan sosial dialokasikan dalam belanja barang tahun anggaran berjalan. Realisasi belanja atas alokasi anggaran biaya proses pelelangan yang berasal dari belanja modal pada tahun anggaran berjalan, dicatat dalam neraca sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP).
Proses lelang pengadaan barang/jasa yang dibiayai melalui dana tahun anggaran berjalan dilaksanakan oleh panitia pengadaan atau unit layanan pengadaan (ULP) yang dibentuk pada tahun anggaran berjalan. Penandatanganan perjanjian/ kontrak atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa sebagai tindak lanjut atas pelaksanaan lelang dilakukan setelah DIPA tahun anggaran berikutnya disahkan dan berlaku efektif. Dalam hal biaya proses pelelangan dalam rangka pengadaan barang/jasa tidak dialokasikan
Manajemen Pemerintahan Pusat 121 Manajemen Pemerintahan Pusat 121
Bentuk perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa sampai dengan batas nilai tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan dapat berupa bukti‐bukti pembelian/pembayaran. Ketentuan mengenai batas nilai tertentu tersebut mengikuti ketentuan dalam peraturan perundang‐undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2012 tanggal 1 Agustus 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dinyatakan bahwa tanda bukti perjanjian terdiri sebagaimana berikut ini.
a) Bukti pembelian, digunakan untuk pengadaan barang/jasa dengan nilai
sampai dengan Rp10.000.000,00.
b) Kuitansi, digunakan untuk pengadaan barang/jasa dengan nilai sampai
dengan Rp50.000.000,00.
c) Surat Perintah Kerja (SPK) digunakan untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai sampai dengan Rp200.000.000,00 dan jasa konsultasi dengan nilai sampai dengan Rp50.000.000,00.
d) Surat perjanjian/kontrak, digunakan untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai di atas Rp200.000.000,00 dan jasa
konsultasi dengan nilai di atas Rp50.000.000,00. Pada dasarnya, perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa dibebankan pada
DIPA tahun anggaran berkenaan. Akan tetapi, perjanjian/kontrak juga dapat membebani lebih dari satu anggaran. Perjanjian/kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya membebani DIPA lebih dari satu tahun anggaran tersebut dilakukan setelah mendapat persetujuan pejabat yang berwenang. Persetujuan atas perjanjian/kontrak yang membebani lebih dari satu tahun anggaran tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
122 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Perjanjian/kontrak atas pengadaan barang/jasa dapat dibiayai sebagian atau seluruhnya dengan rupiah murni dan/atau pinjaman dan/atau hibah. Perjanjian/kontrak tersebut, dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang ‐undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
2) Pembuatan Komitmen dalam bentuk Penetapan Keputusan Pembuatan komitmen melalui penetapan keputusan yang mengakibatkan
pengeluaran negara antara lain dilakukan untuk:
a) pelaksanaan belanja pegawai;
b) pelaksanaan perjalanan dinas yang dilaksanakan secara swakelola; c)
pelaksanaan kegiatan swakelola, termasuk pembayaran honorarium kegiatan; atau
d) belanja bantuan sosial yang disalurkan dalam bentuk uang kepada
penerima bantuan sosial. Penetapan keputusan tersebut dilakukan oleh pejabat yang berwenang sesuai
ketentuan peraturan perundang‐undangan yang berlaku.
b. Pencatatan Komitmen oleh PPK dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
1) Data Perjanjian/Kontrak Untuk perjanjian/kontrak yang pembayarannya akan dilakukan secara
langsung melalui SPM‐LS, PPK mencatatkan perjanjian/kontrak tersebut ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang paling kurang meliputi data sebagai berikut:
a) nama dan kode satker serta uraian fungsi/subfungsi, program, kegiatan,
output, dan akun yang digunakan;
b) nomor surat pengesahan dan tanggal DIPA; c)
nomor, tanggal, dan nilai perjanjian/kontrak yang telah dibuat oleh satker;
Manajemen Pemerintahan Pusat 123 Manajemen Pemerintahan Pusat 123
e) data penyedia barang/jasa yang tercantum dalam perjanjian/kontrak antara lain nama rekanan, alamat rekanan, NPWP, nama bank, nama,
dan nomor rekening penerima pembayaran;
f) jangka waktu dan tanggal penyelesaian pekerjaan serta masa pemeliharaan apabila dipersyaratkan;
g) ketentuan sanksi apabila terjadi wanprestasi;
h) addendum perjanjian/kontrak apabila terdapat perubahan data pada
perjanjian/kontrak tersebut; dan
i) cara pembayaran dan rencana pelaksanaan pembayaran: (1) sekaligus (misal, sebesar total nilai kontrak Rp280 juta pada bulan
berakhirnya kontrak September 2014); atau (2) secara bertahap (misal, tahap I Rp80 juta pada bulan pertama
kontrak, tahap II Rp100 juta pada pertengahan kontrak, dan tahap
III Rp100 juta pada bulan berakhirnya kontrak). Selanjutnya, data perjanjian/kontrak beserta ADK‐nya tersebut disampaikan ke
KPPN secara langsung atau melalui e‐mail. Alokasi dana yang sudah tercatat dan terikat dengan perjanjian/kontrak tersebut tidak dapat digunakan lagi untuk kebutuhan lain.
Data perjanjian/kontrak yang memuat informasi sebagaimana dimaksud di atas, disampaikan kepada KPPN paling lambat lima hari kerja setelah ditandatanganinya perjanjian/kontrak untuk selanjutnya dicatat dalam Kartu Pengawasan Kontrak KPPN.
Data perjanjian/kontrak dalam Kartu Pengawasan Kontrak KPPN digunakan untuk menguji kesesuaian tagihan yang tercantum pada SPM yang mencakup:
a) pihak yang berhak menerima pembayaran;
b) nilai pembayaran; dan c)
jadwal pembayaran.
124 2014 | Pusdiklatwas BPKP
2) Perubahan Data Pegawai Untuk keperluan belanja pegawai pada satker, dalam hal terdapat perubahan
data pegawai berupa penetapan keputusan yang mengakibatkan pengeluaran negara untuk pelaksanaan belanja pegawai, Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) mencatat perubahan data pegawai tersebut ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Perubahan data pegawai dimaksud terkait dengan:
a) pengangkatan/pemberhentian sebagai calon pegawai negeri;
b) pengangkatan/pemberhentian sebagai pegawai negeri; c)
kenaikan/penurunan pangkat;
d) kenaikan/penurunan gaji berkala;
e) pengangkatan/pemberhentian dalam jabatan; f)
mutasi pindah ke satker lain;
g) pegawai baru karena mutasi pindah;
h) perubahan data keluarga; i)
data utang kepada negara; dan/atau
j)
pengenaan sanksi kepegawaian. Setelah dilakukan pencatatan perubahan data pegawai, satker menyampaikan
Daftar Perubahan Data Pegawai yang telah disahkan PPSPM beserta ADK‐nya kepada KPPN paling lambat bersamaan dengan pengajuan SPM Belanja Pegawai. Daftar perubahan data pegawai dimaksud bukan merupakan lampiran dari SPM Belanja Pegawai. Daftar tersebut digunakan dalam rangka pemutakhiran data antara KPPN dengan satker untuk pembayaran belanja pegawai dan untuk menguji kesesuaian dengan tagihan.
c. Mekanisme Penyelesaian Tagihan dan Penerbitan SPP
1) Pengajuan Tagihan Setelah kegiatan atas dasar komitmen selesai dilaksanakan, penerima hak
(pihak ketiga atau bendahara pengeluaran/pihak lainnya) mengajukan tagihan Manajemen Pemerintahan Pusat 125 (pihak ketiga atau bendahara pengeluaran/pihak lainnya) mengajukan tagihan Manajemen Pemerintahan Pusat 125
Khusus untuk pembayaran komitmen berupa perjanjian/kontrak dalam rangka pengadaan barang/jasa berlaku ketentuan sebagai berikut.
a) Pembayaran tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima.
b) Dalam hal pengadaan barang/jasa yang karena sifatnya harus dilakukan pembayaran terlebih dahulu, pembayaran atas beban APBN dapat dilakukan sebelum barang/jasa diterima setelah terlebih dahulu penyedia barang/jasa menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan. Nilai jaminan tersebut minimal sama dengan nilai pembayaran atas beban APBN tersebut.
Pembayaran tagihan kepada pihak ketiga/penyedia barang/jasa, dilaksanakan berdasarkan bukti‐bukti yang sah yang meliputi:
a) bukti perjanjian/kontrak,
b) referensi bank yang menunjukkan nama dan nomor rekening penyedia
barang/jasa,
c)
berita acara penyelesaian pekerjaan,
d) berita acara serah terima pekerjaan/barang,
e) bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan, f)
berita acara pembayaran,
g) kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa dan PPK,
126 2014 | Pusdiklatwas BPKP 126 2014 | Pusdiklatwas BPKP
oleh wajib pajak/bendahara pengeluaran,
i) jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan perundang‐undangan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, dan/atau
j) dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk perjanjian/kontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri sebagaimana dipersyaratkan dalam naskah perjanjian pinjaman atau hibah dalam/luar negeri.
Bukti ‐bukti yang sah untuk pembayaran tagihan kepada bendahara pengeluaran/pihak lainnya untuk keperluan belanja pegawai non gaji induk, pembayaran honorarium, dan perjalanan dinas atas dasar:
a) surat keputusan,
b) surat tugas/surat perjalanan dinas, c)
daftar penerima pembayaran, dan/atau
d) dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan.
2) Norma Waktu Pengajuan Tagihan Tagihan atas pengadaan barang/jasa dan/atau pelaksanaan kegiatan yang
membebani APBN diajukan dengan surat tagihan oleh penerima hak kepada PPK paling lambat lima hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada negara.
Dalam hal lima hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada negara penerima hak belum mengajukan surat tagihan, PPK harus segera memberitahukan secara tertulis kepada penerima hak untuk mengajukan tagihan. Apabila belum mengajukan tagihan, penerima hak pada saat mengajukan tagihan harus memberikan penjelasan secara tertulis kepada PPK atas keterlambatan pengajuan tagihan tersebut.
Dalam hal PPK menolak/mengembalikan tagihan karena dokumen pendukung tagihan tidak lengkap dan benar, PPK harus menyatakan secara tertulis alasan
Manajemen Pemerintahan Pusat 127 Manajemen Pemerintahan Pusat 127
3) Mekanisme Penerbitan SPP‐LS Setelah pengujian yang dilakukan memenuhi persyaratan, PPK mengesahkan
dokumen tagihan dan menerbitkan SPP. Penerbitan SPP‐LS untuk pembayaran belanja pegawai (gaji induk) dan non pegawai diatur sebagai berikut.
a) Pembayaran Gaji Induk Pembayaran gaji induk dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai
berikut: (1) Daftar Gaji, Rekapitulasi Daftar Gaji, dan Halaman Luar Daftar Gaji
yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK;
(2) Daftar Perubahan Data Pegawai yang ditandatangani PPABP; (3) Daftar Perubahan Potongan; (4) Daftar Penerimaan Gaji Bersih Pegawai untuk pembayaran gaji
yang dilaksanakan secara langsung pada rekening masing‐masing pegawai;
(5) fotokopi dokumen pendukung perubahan data pegawai yang telah dilegalisasi oleh kepala satker/pejabat yang berwenang meliputi
surat keputusan (SK) terkait dengan pengangkatan Calon Pegawai Negeri, SK Pegawai Negeri, SK Kenaikan Pangkat, Surat Pemberitahuan Kenaikan Gaji Berkala, SK Mutasi Pegawai, SK Menduduki Jabatan, Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas, Surat atau Akta terkait dengan anggota keluarga yang mendapat tunjangan, Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP), dan surat keputusan yang mengakibatkan penurunan gaji, serta SK Pemberian Uang Tunggu sesuai peruntukannya;
(6) ADK terkait dengan perubahan data pegawai;
128 2014 | Pusdiklatwas BPKP
(7) ADK perhitungan pembayaran belanja pegawai sesuai perubahan
data pegawai; dan (8) surat setoran Pajak Penghasilan Pasal 21.
b) Penerbitan SPP‐LS untuk pembayaran non belanja pegawai Berikut ini dicontohkan kelengkapan dokumen untuk beberapa
pembayaran non belanja pegawai. (1) Pembayaran honorarium dilengkapi dengan dokumen pendukung,
meliputi:
surat keputusan yang terdapat pernyataan bahwa biaya yang timbul akibat penerbitan surat keputusan dimaksud dibebankan pada DIPA;
daftar nominatif penerima honorarium yang memuat paling sedikit nama orang, besaran honorarium, dan nomor rekening masing‐masing penerima honorarium yang ditandatangani oleh KPA/PPK dan bendahara pengeluaran;
surat setoran PPh Pasal 21 yang ditandatangani oleh bendahara pengeluaran; dan
surat keputusan sebagaimana dimaksud pada angka (1) dilampirkan pada awal pembayaran dan pada saat terjadi perubahan surat keputusan.
(2) Untuk pembayaran perjalanan dinas diatur sebagai berikut.
Perjalanan dinas jabatan yang sudah dilaksanakan, dilampiri: -
daftar nominatif perjalanan dinas; dan
dokumen pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas jabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap.
Manajemen Pemerintahan Pusat 129
Perjalanan dinas jabatan yang belum dilaksanakan, dilampiri daftar nominatif perjalanan dinas.
Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada angka (1) dan (2) ditandatangani oleh PPK yang memuat paling kurang informasi mengenai pihak yang melaksanakan perjalanan
dinas (nama, pangkat/golongan), tujuan, tanggal keberangkatan, lama perjalanan dinas, dan biaya yang diperlukan untuk masing‐masing pejabat.
Untuk perjalanan dinas pindah, dilampiri dengan dokumen pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas pindah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap.
(3) Penerbitan SPP‐LS untuk pembayaran pengadaan barang/jasa atas beban belanja barang, belanja modal, belanja bantuan sosial, dan
belanja lain‐lain dilengkapi dengan dokumen/bukti pengeluaran yang sah sebagaimana dijelaskan dalam pengajuan tagihan.
(4) Penerbitan SPP‐LS untuk pembayaran belanja bantuan sosial kepada penerima bantuan sosial diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan tersendiri. (5) Penerbitan SPP‐LS untuk pembayaran belanja pembayaran
kewajiban utang, belanja subsidi, belanja hibah, masing‐masing diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
Norma waktu penyelesaian SPP‐LS diatur sebagai berikut. (1) SPP‐LS untuk pembayaran belanja pegawai diterbitkan oleh PPK
dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat empat hari kerja setelah dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar.
(2) SPP‐LS untuk pembayaran gaji induk/bulanan diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat tanggal 5 sebelum
130 2014 | Pusdiklatwas BPKP 130 2014 | Pusdiklatwas BPKP
(3) SPP‐LS untuk pembayaran non belanja pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat lima hari kerja
setelah dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar dari penerima hak.
4) Mekanisme Pembayaran dengan Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan (UP dan TUP)
Uang Persediaan (UP) digunakan untuk membiayai kegiatan operasional sehari ‐hari satker dan membiayai pengeluaran yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme pembayaran LS. UP merupakan uang muka kerja dari Kuasa BUN kepada Bendahara Pengeluaran yang dapat dimintakan penggantiannya (revolving).
Pembayaran dengan UP yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/ BPP kepada satu penerima/penyedia barang/jasa paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 kecuali untuk pembayaran honorarium dan perjalanan dinas. Pembayaran dengan UP oleh Bendahara Pengeluaran/BPP kepada satu penerima/penyedia barang/jasa dapat melebihi Rp50.000.000,00 setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan. Pada setiap akhir hari kerja, uang tunai yang berasal dari UP yang ada pada Kas Bendahara Pengeluaran/BPP paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 UP dapat diberikan untuk pengeluaran‐pengeluaran:
a) belanja barang;
b) belanja modal; dan c)
belanja lain‐lain. Bendahara pengeluaran/BPP melakukan penggantian (revolving) UP yang telah
digunakan sepanjang dana yang dapat dibayarkan dengan UP masih tersedia dalam DIPA. Penggantian UP tersebut dilakukan apabila UP telah digunakan
Manajemen Pemerintahan Pusat 131 Manajemen Pemerintahan Pusat 131
Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA, dalam hal dua bulan sejak SP2D‐UP/SP2D‐GUP diterbitkan belum dilakukan pengajuan penggantian UP. Apabila dalam satu bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan belum dilakukan pengajuan penggantian UP, Kepala KPPN memotong UP sebesar 25%. Pemotongan dana UP dilakukan dengan cara, Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA untuk memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke kas negara. Ketentuan ini berlaku SP2DGUP selanjutnya.
Dalam hal satu bulan setelah surat pemberitahuan untuk melakukan pemotongan UP sebesar 25%, KPA tidak memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke kas negara, selanjutnya Kepala KPPN memotong UP sebesar 50% dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA untuk memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke kas negara.
KPA mengajukan UP kepada KPPN sebesar kebutuhan operasional satker dalam satu bulan yang direncanakan dibayarkan melalui UP. Pemberian UP diberikan paling banyak:
a) Rp50.000.000,00 untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui
UP sampai dengan Rp900.000.000,00;
b) Rp100.000.000,00 untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP di atas Rp900.000.000,00 sampai dengan Rp2.400.000.000,00;
c) Rp200.000.000,00 untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP di atas Rp2.400.000.000,00 sampai dengan Rp6.000.000.000,00 atau
d) Rp500.000.000,00 untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui
UP di atas Rp6.000.000.000,00.
132 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas permintaan KPA, dapat memberikan persetujuan UP melampaui besaran sebagaimana dimaksud di atas dengan mempertimbangkan:
a) frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata‐rata satu kali
dalam satu bulan selama satu tahun; dan
b) perhitungan kebutuhan penggunaan UP satu bulan melampaui besaran
UP.
5) Tambahan Uang Persediaan (TUP) KPA dapat mengajukan TUP kepada Kepala KPPN dalam hal sisa UP pada
bendahara pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai kegiatan yang sifatnya mendesak/tidak dapat ditunda, dengan ketentuan:
a) digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama satu bulan sejak
tanggal SP2D diterbitkan; dan
b) tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan
pembayaran LS. KPA mengajukan permintaan TUP kepada Kepala KPPN selaku Kuasa BUN
disertai dengan:
a) rincian rencana penggunaan TUP; dan
b) surat yang memuat syarat penggunaan TUP yaitu digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama satu bulan sejak tanggal SP2D
diterbitkan dan tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan pembayaran LS.
Sebelum memberikan persetujuan permintaan TUP, Kepala KPPN terlebih dahulu melakukan penilaian terhadap:
a) pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP bukan merupakan pengeluaran yang harus dilakukan dengan pembayaran LS;
Manajemen Pemerintahan Pusat 133 Manajemen Pemerintahan Pusat 133
tersedia dananya dalam DIPA;
c) TUP sebelumnya sudah dipertanggungjawabkan seluruhnya; dan
d) TUP sebelumnya yang tidak digunakan telah disetor ke kas negara. Dalam hal TUP sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya
dan/atau belum disetor, KPPN dapat menyetujui permintaan TUP berikutnya setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Dalam hal diperlukan, KPA dapat mengajukan permintaan TUP untuk kebutuhan melebihi waktu satu bulan. Kepala KPPN dapat memberi persetujuan permintaan TUP melebihi satu bulan dengan pertimbangan kegiatan yang akan dilaksanakan memerlukan waktu melebihi satu bulan.
Kepala KPPN dapat memberikan persetujuan sebagian atau seluruh permintaan TUP melalui surat persetujuan pemberian TUP. Kepala KPPN menolak permintaan TUP dalam hal pengajuan permintaan TUP tidak memenuhi ketentuan. Persetujuan atau penolakan tersebut disampaikan paling lambat satu hari kerja setelah surat pengajuan permintaan TUP diterima KPPN.
TUP harus dipertanggungjawabkan dalam waktu satu bulan (sesuai jangka waktu yang disetujui) dan dapat dilakukan secara bertahap. Dalam hal selama satu bulan (sesuai jangka waktu yang disetujui) sejak SP2D TUP diterbitkan belum dilakukan pengesahan dan pertanggungjawaban TUP, Kepala KPPN menyampaikan surat teguran kepada KPA. Sisa TUP yang tidak habis digunakan harus disetor ke kas negara paling lambat dua hari kerja setelah batas waktu pertanggungjawaban TUP.
Untuk perpanjangan pertanggungjawaban TUP melampaui satu bulan, KPA mengajukan permohonan persetujuan kepada Kepala KPPN. Kepala KPPN memberikan persetujuan perpanjangan pertanggungjawaban TUP dengan pertimbangan:
134 2014 | Pusdiklatwas BPKP 134 2014 | Pusdiklatwas BPKP
b) KPA menyampaikan pernyataan kesanggupan untuk mempertanggung‐ jawabkan sisa TUP tidak lebih dari satu bulan berikutnya.
6) Mekanisme Penerbitan SPP‐UP/GUP/GUP NIHIL Berdasarkan rencana kegiatan yang telah disusun, Bendahara Pengeluaran
menyampaikan kebutuhan UP kepada PPK. Atas dasar kebutuhan UP sebagaimana dimaksud, PPK menerbitkan SPP‐UP untuk pengisian UP yang dilengkapi dengan perhitungan besaran UP sesuai pengajuan dari bendahara pengeluaran. SPP‐UP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat dua hari kerja setelah diterimanya permintaan UP dari bendahara pengeluaran.
Bendahara pengeluaran/BPP melakukan pembayaran atas UP berdasarkan surat perintah bayar (SPBy) yang disetujui dan ditandatangani oleh PPK atas nama KPA. SPBy sebagaimana dimaksud dilampiri dengan bukti pengeluaran:
a) kuitansi/bukti pembelian yang telah disahkan PPK beserta faktur pajak
dan SSP; dan
b) nota/bukti penerimaan barang/jasa atau dokumen pendukung lainnya
yang diperlukan yang telah disahkan PPK. Dalam hal penyedia barang/jasa tidak mempunyai kuitansi/bukti pembelian,
bendahara pengeluaran/BPP membuat kuitansi. Berdasarkan SPBy yang disetujui dan ditandatangani oleh PPK, bendahara pengeluaran/BPP melakukan pengujian atas SPBy yang meliputi:
a) meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK;
b) pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi: (1) pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran, (2) nilai tagihan yang harus dibayar, (3) jadwal waktu pembayaran, dan (4) menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
Manajemen Pemerintahan Pusat 135 Manajemen Pemerintahan Pusat 135
d) pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata anggaran
pengeluaran (akun 6 digit).
e) pemungutan/pemotongan pajak/bukan pajak atas tagihan dalam SPBy
yang diajukan dan menyetorkan ke kas Negara. Dalam hal pembayaran yang dilakukan bendahara pengeluaran merupakan
uang muka kerja, SPBy dimaksud dilampiri:
a) rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran;
b) rincian kebutuhan dana; c)
batas waktu pertanggungjawaban penggunaan uang muka kerja dari penerima uang muka kerja.
Atas dasar rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran dan rincian kebutuhan dana dimaksud, bendahara pengeluaran/BPP melakukan pengujian
ketersediaan dananya. Penerima uang muka kerja harus mempertanggungjawabkan uang muka kerja sesuai batas waktu pertanggungjawaban penggunaan uang muka kerja dengan bukti pengeluaran.
Bendahara pengeluaran/BPP melakukan pembayaran atas tagihan dalam SPBy apabila telah memenuhi persyaratan. Dalam hal tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan, bendahara pengeluaran/BPP harus menolak SPBy yang diajukan.
Jika sampai batas waktu pertanggungjawaban penggunaan uang muka kerja, penerima uang muka kerja belum menyampaikan bukti pengeluaran maka bendahara pengeluaran/BPP menyampaikan permintaan tertulis agar penerima uang muka kerja segera mempertanggungjawabkan uang muka kerja. Tembusan permintaan tertulis tersebut disampaikan kepada PPK. BPP menyampaikan SPBy beserta bukti pengeluaran kepada bendahara
136 2014 | Pusdiklatwas BPKP 136 2014 | Pusdiklatwas BPKP
PPK menerbitkan SPP‐GUP untuk pengisian kembali UP. Penerbitan SPP‐GUP dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut.
a) Daftar Rincian Permintaan Pembayaran;
b) bukti pengeluaran; dan c)
SSP yang telah dikonfirmasi KPPN. Dalam pengajuan SPP‐GUP, untuk perjanjian/kontrak beserta faktur pajaknya
dilampirkan untuk nilai transaksi yang harus menggunakan perjanjian/kontrak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang‐undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. SPP‐GUP disampaikan kepada PPSPM paling lambat lima hari kerja setelah bukti‐bukti pendukung diterima secara lengkap dan benar.
Sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP minimal sama dengan nilai UP yang dikelola oleh bendahara pengeluaran. Dalam hal pengisian kembali UP akan mengakibatkan sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP lebih kecil dari UP yang dikelola bendahara pengeluaran:
a) pengisian kembali UP dilaksanakan maksimal sebesar sisa dana dalam
DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP; dan
b) selisih antara sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP dan UP yang dikelola Bendahara Pengeluaran dibukukan/
diperhitungkan sebagai potongan Penerimaan Pengembalian UP. Penerbitan SPP‐GUP nihil merupakan pengesahan/pertanggungjawaban UP
dan dilakukan dalam hal:
a) sisa dana pada DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP minimal sama
dengan besaran UP yang diberikan;
b) sebagai pertanggungjawaban UP yang dilakukan pada akhir tahun; atau c)
UP tidak diperlukan lagi.
Manajemen Pemerintahan Pusat 137
SPP ‐GUP nihil dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana pengajuan SPP‐GUP.
7) Mekanisme Penerbitan SPP‐TUP/PTUP PPK menerbitkan SPP‐TUP dan dilengkapi dengan dokumen meliputi:
a) rincian penggunaan dana yang ditandatangani oleh KPA/PPK dan
bendahara pengeluaran;
b) surat pernyataan dari KPA/PPK; dan c)
surat permohonan TUP yang telah memperoleh persetujuan TUP dari Kepala KPPN.
SPP ‐TUP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat dua hari kerja setelah diterimanya persetujuan TUP dari Kepala KPPN. Untuk mengesahkan/ mempertanggungjawabkan TUP, PPK menerbitkan SPP‐PTUP. SPP ‐PTUP disampaikan kepada PPSPM paling lambat lima hari kerja sebelum batas akhir pertanggungjawaban TUP.
Penerbitan SPP‐PTUP dilengkapi dokumen pendukung sebagaimana penerbitan SPPGUP/GUP Nihil.
d. Mekanisme Pengujian SPP dan Penerbitan SPM
1) Pengujian SPP Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pemeriksaan dan pengujian
SPP beserta dokumen pendukung yang disampaikan oleh PPK. Pemeriksaan dan pengujian SPP beserta dokumen pendukung SPP meliputi:
a) kelengkapan dokumen pendukung SPP;
b) kesesuaian penanda tangan SPP dengan spesimen tanda tangan PPK;
kebenaran pengisian format SPP;
138 2014 | Pusdiklatwas BPKP 138 2014 | Pusdiklatwas BPKP
d) ketersediaan pagu sesuai BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja
Anggaran satker;
e) kebenaran formal dokumen/surat keputusan yang menjadi persyaratan/
kelengkapan pembayaran belanja pegawai;
f) kebenaran formal dokumen/surat bukti yang menjadi persyaratan/ kelengkapan sehubungan dengan pengadaan barang/jasa;
g) kebenaran pihak yang berhak menerima pembayaran pada SPP sehubungan dengan perjanjian/kontrak/surat keputusan;
h) kebenaran perhitungan tagihan serta kewajiban di bidang perpajakan
dari pihak yang mempunyai hak tagih;
i) kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang mempunyai hak tagih kepada negara; dan
j) kesesuaian prestasi pekerjaan dengan ketentuan pembayaran dalam perjanjian/kontrak.
k) keabsahan dokumen pendukung yang dipersyaratkan sesuai jenis SPP yaitu:
(1) bukti perjanjian/kontrak; (2) referensi bank yang menunjukkan nama dan nomor rekening
penyedia barang/jasa; (3) Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan;
(4) Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang; (5) bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan; (6) Berita Acara Pembayaran;
Manajemen Pemerintahan Pusat 139
(7) kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa dan
PPK, (8) faktur pajak beserta surat setoran pajak (SSP) yang telah
ditandatangani oleh wajib pajak/bendahara pengeluaran; (9) jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan
lainnya sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan perundang ‐undangan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
(10) dokumen
lain yang dipersyaratkan khususnya untuk perjanjian/kontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri sebagaimana dipersyaratkan dalam naskah perjanjian pinjaman atau hibah dalam/luar negeri bersangkutan.
(11) surat keputusan; (12) surat tugas/surat perjalanan dinas; (13) daftar penerima pembayaran; dan/atau (14) dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan.
2) Penerbitan dan Penandatanganan SPM Dalam hal pemeriksaan dan pengujian SPP beserta dokumen pendukungnya
telah memenuhi ketentuan, PPSPM menerbitkan/menandatangani SPM. Penerbitan SPM dilakukan melalui sistem aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
SPM yang diterbitkan memuat Personal Identification Number (PIN), PPSPM sebagai penanda tangan elektronik pada ADK SPM dari penerbit SPM yang sah. Dalam penerbitan SPM melalui sistem, PPSPM bertanggung jawab atas:
a) keamanan data pada aplikasi SPM;
b) kebenaran SPM dan kesesuaian antara data pada SPM dengan ADK SPM;
dan
c) penggunaan Personal Identification Number (PIN) pada ADK SPM. 140 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Jangka waktu pengujian SPP sampai dengan penerbitan SPM‐UP/TUP/ GUP/PTUP/ LS oleh PPSPM diatur sebagai berikut:
a) SPP ‐UP/TUP diselesaikan paling lambat dua hari kerja;
b) SPP ‐GUP diselesaikan paling lambat empat hari kerja; c)
SPP ‐PTUP diselesaikan paling lambat tiga hari kerja; dan
d) SPP ‐LS diselesaikan paling lambat lima hari kerja. Dalam hal PPSPM menolak/mengembalikan SPP karena dokumen pendukung
tagihan tidak lengkap dan benar, maka PPSPM harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat dua hari kerja setelah diterimanya SPP.
Seluruh bukti pengeluaran sebagai dasar pengujian dan penerbitan SPM disimpan oleh PPSPM. Bukti pengeluaran tersebut menjadi bahan pemeriksaan bagi aparat pemeriksa internal dan eksternal.
3) Penyampaian SPM ke KPPN PPSPM menyampaikan SPM‐UP/TUP/GUP/GUP Nihil/PTUP/LS dalam rangkap
dua beserta ADK SPM kepada KPPN. Penyampaian diatur sebagai berikut.
a) SPM ‐UP dilampiri surat pernyataan dari KPA;
b) SPM ‐TUP dilampiri surat persetujuan pemberian TUP dari Kepala KPPN;
atau
c) SPM ‐LS dilampiri surat setoran pajak (SSP) dan/atau bukti setor lainnya, dan/atau daftar nominatif untuk yang lebih dari satu penerima.
d) Untuk penyampaian SPM atas beban pinjaman/hibah luar negeri, disamping dilampiri dokumen sebagaimana tersebut di atas, juga disertai
dengan faktur pajak.
e) SPM ‐GUP/GUP Nihil dan SPM‐PTUP tidak memerlukan lampiran.
Manajemen Pemerintahan Pusat 141
Penyampaian SPM ke KPPN diatur sebagai berikut.
a) PPSPM menyampaikan SPM kepada KPPN paling lambat dua hari kerja
setelah SPM diterbitkan.
b) Khusus untuk SPM‐LS pembayaran gaji induk disampaikan kepada KPPN paling lambat tanggal 15 sebelum bulan pembayaran. Dalam hal tanggal
15 merupakan hari libur atau hari yang dinyatakan libur, penyampaian SPM ‐LS untuk pembayaran gaji induk kepada KPPN dilakukan paling lambat satu hari kerja sebelum tanggal 15, dikecualikan untuk satker
yang kondisi geografis dan transportasinya sulit, dengan memperhitungkan waktu yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penyampaian SPM kepada KPPN dilakukan oleh petugas pengantar SPM yang sah dan ditetapkan oleh KPA dengan ketentuan sebagai berikut.
a) Petugas pengantar SPM menyampaikan SPM beserta dokumen pendukung dan ADK SPM melalui front office penerimaan SPM pada KPPN;
b) petugas pengantar SPM harus menunjukkan kartu identitas petugas satker (KIPS) pada saat menyampaikan SPM kepada petugas front office;
dan
c) dalam hal SPM tidak dapat disampaikan secara langsung ke KPPN, penyampaian SPM beserta dokumen pendukung dan ADK SPM dapat melalui kantor pos/jasa pengiriman resmi dan terlebih dahulu KPA menyampaikan konfirmasi/pemberitahuan kepada Kepala KPPN.
e. Mekanisme Penerbitan SP2D
Pengujian SPM oleh KPPN SPM yang diajukan ke KPPN digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D. Dalam pencairan anggaran belanja negara, KPPN melakukan penelitian dan pengujian atas SPM yang disampaikan oleh PPSPM.
142 2014 | Pusdiklatwas BPKP
1) Penelitian SPM KPPN melakukan penelitian SPM meliputi:
a) meneliti kelengkapan dokumen pendukung SPM dan,
b) meneliti kebenaran SPM. Dalam meneliti kebenaran SPM dilakukan meliputi:
a) meneliti kesesuaian tanda tangan PPSPM pada SPM dengan spesimen
tanda tangan PPSPM pada KPPN;
b) memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah angka dan huruf pada SPM;
dan
c) memeriksa kebenaran penulisan dalam SPM, tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan.
2) Pengujian SPM KPPN melakukan pengujian SPM meliputi:
a) menguji kebenaran perhitungan angka atas beban APBN yang tercantum dalam SPM berupa pengujian kebenaran jumlah belanja/pengeluaran
dikurangi dengan jumlah potongan/penerimaan dengan jumlah bersih dalam SPM;
b) menguji ketersediaan dana pada kegiatan/output/jenis belanja dalam
DIPA dengan yang dicantumkan pada SPM;
c) menguji kesesuaian tagihan dengan data perjanjian/kontrak atau perubahan data pegawai yang telah disampaikan kepada KPPN;
d) menguji persyaratan pencairan dana yang meliputi: (1) menguji SPM UP berupa besaran UP yang dapat diberikan (2) menguji SPM TUP meliputi kesesuaian jumlah uang yang diajukan
pada SPM TUP dengan jumlah uang yang disetujui Kepala KPPN;
Manajemen Pemerintahan Pusat 143
(3) menguji SPM PTUP meliputi jumlah TUP yang diberikan dengan jumlah uang yang dipertanggungjawabkan dan kepatuhan jangka
waktu pertanggungjawaban; (4) menguji SPM GUP meliputi batas minimal revolving dari UP yang
dikelola dan ketentuan terkait penggunaan dan
pertanggungjawaban UP; (5) menguji SPM LS Non Belanja Pegawai berupa kesesuaian data
perjanjian/kontrak pada SPM LS dengan data perjanjian/kontrak yang tercantum dalam Kartu Pengawasan Kontrak KPPN; dan
(6) menguji SPM LS Belanja Pegawai sesuai dengan prosedur standar operasional yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan.
e) menguji kesesuaian nilai potongan pajak yang tercantum dalam SPM
dengan nilai pada SSP. Dalam pengujian SPM‐UP, jika terdapat UP tahun anggaran sebelumnya belum
dipertanggungjawabkan, juga dilakukan pengujian yang meliputi:
a) kesesuaian jumlah uang dan keabsahan bukti setor pengembalian sisa
UP tahun anggaran yang sebelumnya; atau
b) kesesuaian jumlah potongan UP pada SPM UP dengan sisa UP tahun
anggaran yang sebelumnya;
jika jumlah uang yang harus dipertanggungjawabkan dari jumlah TUP yang diberikan, harus disertai dengan bukti setor pengembalian TUP yang telah dilakukan konfirmasi KPPN. Ketentuan ini tidak diperlukan dalam hal penyampaian SPMPTUP yang dilakukan secara bertahap sebelum batas akhir pertanggungjawaban.
Dalam pengujian SPM ‐PTUP,
144 2014 | Pusdiklatwas BPKP
3) Penerbitan SP2D KPPN menerbitkan SP2D jika penelitian dan pengujian telah memenuhi syarat.
Dalam hal hasil penelitian dan pengujian tidak memenuhi syarat, Kepala KPPN mengembalikan SPM beserta dokumen pendukung secara tertulis. KPPN tidak dapat menerbitkan SP2D apabila satker belum mengirimkan:
a) data perjanjian/kontrak beserta ADK untuk pembayaran melalui SPM‐LS
kepada pihak ketiga; atau
b) daftar perubahan data pegawai beserta ADK yang disampaikan kepada
KPPN untuk pembayaran belanja pegawai. Penyelesaian SP2D dilakukan oleh KPPN sesuai prosedur standar operasional
(SOP) dan norma waktu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. Pencairan dana berdasarkan SP2D dilakukan melalui transfer dana dari kas negara pada bank operasional kepada rekening pihak penerima yang ditunjuk pada SP2D.
Bank operasional menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPPN dalam hal terjadinya kegagalan transfer (retur) dana. Pemberitahuan kegagalan transfer dana memuat data SP2D dan alasan kegagalan transfer ke rekening yang ditunjuk. Atas dasar pemberitahuan tersebut, Kepala KPPN memberitahukan KPA atas terjadinya kegagalan transfer dana ke rekening yang ditunjuk pada SPM dan alasannya. KPA melakukan penelitian atas kegagalan transfer dana yang tercantum pada SPM dan selanjutnya menyampaikan perbaikan atau ralat SPM.
Atas dasar perbaikan atau ralat SPM dimaksud, Kepala KPPN menyampaikan ralat SP2D kepada bank operasional. Tata cara penyelesaian pencairan dana dengan mekanisme retur SP2D diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Manajemen Pemerintahan Pusat 145 Manajemen Pemerintahan Pusat 145
Setiap keterlanjuran setoran ke kas negara dan/atau kelebihan penerimaan negara dapat dimintakan pengembaliannya. Permintaan pengembalian dapat dilakukan berdasarkan surat‐surat bukti setoran yang sah. Pembayaran pengembalian keterlanjuran setoran dan/atau kelebihan penerimaan negara harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pada negara. Pembayaran pengembalian dilaksanakan berdasarkan mekanisme yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
g. Pembayaran Tagihan yang Bersumber dari Penggunaan PNBP
Pembayaran tagihan atas beban belanja negara yang bersumber dari penggunaan PNBP, dilakukan sebagai berikut.
1) Satker pengguna PNBP menggunakan PNBP sesuai dengan jenis PNBP dan batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan sesuai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2) Batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan sebagaimana dimaksud pada huruf
a merupakan maksimum pencairan dana yang dapat dilakukan oleh Satker berkenaan.
3) Satker dapat menggunakan PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf a setelah PNBP disetor ke kas negara berdasarkan konfirmasi dari KPPN.
4) Dalam hal PNBP yang ditetapkan penggunaannya secara terpusat, pembayaran dilakukan berdasarkan Pagu Pencairan sesuai Surat Edaran/Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
5) Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh melampaui pagu PNBP satker yang bersangkutan dalam DIPA.
6) Dalam hal realisasi PNBP melampaui target dalam DIPA, penambahan pagu dalam DIPA dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Anggaran.
Satker pengguna PNBP dapat diberikan UP sebesar 20% dari realisasi PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu PNBP dalam DIPA maksimum sebesar
146 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Rp500.000.000,00. Realisasi PNBP tersebut termasuk sisa maksimum pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar kebutuhan riil selama satu bulan dengan memerhatikan batas maksimum pencairan (MP). Pembayaran UP/TUP untuk satker pengguna PNBP dilakukan terpisah dari UP/TUP yang berasal dari rupiah murni.
Satker pengguna PNBP yang belum memperoleh maksimum pencairan (MP) dana PNBP dapat diberikan UP sebesar maksimal 1/12 dari pagu dana PNBP pada DIPA, maksimal sebesar Rp200.000.000,00. Ketentuan ini dapat dilakukan untuk pengguna PNBP dengan ketentuan:
1) yang telah memperoleh maksimum pencairan (MP) dana PNBP namun belum mencapai 1/12 dari pagu dana PNBP pada DIPA; atau
2) yang belum memperoleh pagu pencairan. Penyesuaian besaran UP dapat dilakukan terhadap satker pengguna PNBP yang
telah memperoleh maksimum pencairan (MP) dana PNBP melebihi UP yang telah diberikan. Penggantian UP atas PNBP dilakukan setelah satker pengguna PNBP memperoleh maksimum pencairan (MP) dana PNBP paling sedikit sebesar UP yang diberikan.
Dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimal sesuai formula sebagai berikut.
MP = (PPP x JS) – JPS
MP : maksimum pencairan PPP : proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesuai dengan yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. JS : Jumlah setoran JPS : jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM terakhir
yang diterbitkan
Manajemen Pemerintahan Pusat 147
Sisa maksimum pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya dari satker pengguna, dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan‐kegiatan tahun anggaran berjalan setelah DIPA disahkan dan berlaku efektif.
Tata cara penerbitan dan pengujian SPP dan SPM‐UP/ TUP/PTUP/GUP/GUP Nihil/LS dari dana yang bersumber dari PNBP mengacu pada mekanisme dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190 Tahun 2012.
PPSPM menyampaikan SPM‐UP/TUP/PTUP/GUP/GUP Nihil/LS beserta ADK SPM kepada KPPN dengan dilampiri dokumen sebagaimana dana rupiah murni dan:
1) bukti setor PNBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN; 2)
Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP) dibuat sesuai format. KPPN melakukan penelitian terhadap kebenaran perhitungan dalam Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP).
Untuk satker pengguna PNBP secara terpusat, penyampaian SPM mengacu ketentuan sesuai ketentuan SPM atas dana rupiah murni.
h. Pembayaran Tagihan untuk Kegiatan yang Bersumber dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
Penerbitan SPP, SPM, dan SP2D untuk kegiatan yang sebagian/seluruhnya bersumber dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri, mengikuti ketentuan mengenai kategori, porsi pembiayaan, tanggal closing date dan persetujuan pembayaran dari pemberi pinjaman dan/atau hibah luar negeri sesuai dengan petunjuk pelaksanaan pencairan dana pinjaman dan/atau hibah luar negeri berkenaan.
Penerbitan SPP‐LS, SPM‐LS, dan SP2D‐LS atas tagihan berdasarkan perjanjian/ kontrak dalam valuta asing (valas) dan/atau pembayaran ke luar negeri mengikuti ketentuan sebagai berikut.
1) Perjanjian/kontrak dalam valas tidak dapat dikonversi ke dalam rupiah. 2)
Pengajuan SPM disampaikan kepada KPPN Khusus Jakarta VI.
3) Penerbitan SPP‐UP/TUP, SPM‐UP/TUP, dan SP2D‐UP/TUP menjadi beban dana rupiah murni.
148 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Pertanggungjawaban dan penggantian dana rupiah murni atas SP2D‐UP/TU, dilakukan dengan penerbitan SPP‐GUP/GUP Nihil/PTUP, SPM‐GUP/GUP Nihil/PTUP, dan SP2D‐GUP/GUP Nihil/PTUP yang menjadi beban pinjaman dan/atau hibah luar negeri berkenaan.
Dalam hal terjadi penguatan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap valas yang menyebabkan alokasi dana rupiah pada DIPA melampaui sisa pinjaman dan/atau hibah luar negeri, sebelum dilakukan penerbitan SPP, satker harus melakukan perhitungan dan/atau konfirmasi kepada executing agency agar tidak terjadi pembayaran yang melampaui sisa pinjaman dan/atau hibah luar negeri berkenaan.
Pengeluaran atas SP2D dengan sumber dana dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam dokumen perjanjian pinjaman dan/atau hibah luar negeri, atau pengeluaran setelah pinjaman dan/atau hibah luar negeri dinyatakan closing date dikategorikan sebagai pengeluaran ineligible. Atas pengeluaran yang dikategorikan ineligible tersebut, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan surat pemberitahuan kepada pimpinan kementerian negara/lembaga dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Anggaran.
Penggantian atas pengeluaran yang dikategorikan ineligible menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang bersangkutan dan harus diperhitungkan dalam revisi DIPA tahun anggaran berjalan atau dibebankan dalam DIPA tahun anggaran berikutnya.
i. Koreksi/Ralat, Pembatalan SPP, SPM dan SP2D
Koreksi/ralat SPP, SPM, dan SP2D hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan berikut.
1) perubahan jumlah uang pada SPP, SPM dan SP2D;
2) sisa pagu anggaran pada DIPA/POK menjadi minus; atau
3) perubahan kode bagian anggaran, eselon I, dan satker. Dalam hal diperlukan perubahan kode bagian anggaran, eselon I, dan satker
sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas, hal itu dapat dilakukan dengan terlebih
Manajemen Pemerintahan Pusat 149 Manajemen Pemerintahan Pusat 149
1) memperbaiki uraian pengeluaran dan kode BAS selain perubahan kode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;
2) pencantuman kode pada SPM yang meliputi kode jenis SPM, cara bayar, tahun anggaran, jenis pembayaran, sifat pembayaran, sumber dana, cara penarikan, nomor register; atau
3) koreksi/ralat penulisan nomor dan nama rekening, nama bank yang tercantum pada SPP, SPM dan SP2D beserta dokumen pendukungnya yang disebabkan terjadinya kegagalan transfer dana (retur).
Koreksi/ralat SPM dan ADK SPM hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan koreksi/ralat SPM dan ADK SPM secara tertulis dari PPK. Koreksi/ralat kode mata anggaran pengeluaran (akun 6 digit) pada ADK SPM dapat dilakukan berdasarkan permintaan koreksi/ralat ADK SPM secara tertulis dari PPK sepanjang tidak mengubah SPM. Koreksi/ralat SP2D hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan koreksi SP2D secara tertulis dari PPSPM dengan disertai SPM dan ADK yang telah diperbaiki.
Pembatalan SPP hanya dapat dilakukan oleh PPK sepanjang SP2D belum diterbitkan. Pembatalan SPM hanya dapat dilakukan oleh PPSPM secara tertulis sepanjang SP2D belum diterbitkan. Dalam hal SP2D telah diterbitkan dan belum mendebet kas negara, pembatalan SPM dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Perbendaharaan atau pejabat yang ditunjuk.
Koreksi SP2D atau daftar nominatif untuk penerima lebih dari satu rekening hanya dapat dilakukan oleh Kepala KPPN berdasarkan permintaan KPA. Pembatalan SP2D tidak dapat dilakukan dalam hal SP2D telah mendebet rekening kas negara.
j. Pelaksanaan Pembayaran pada Akhir Tahun Anggaran
Dalam kondisi akhir tahun anggaran, batas terakhir pembayaran atas beban APBN dapat dilakukan sebelum tanggal terakhir pada akhir tahun. Penetapan batas
150 2014 | Pusdiklatwas BPKP 150 2014 | Pusdiklatwas BPKP
Dalam pertanggungjawaban UP/TUP pada akhir tahun anggaran, pengajuan SPM dan SP2D GUP Nihil/PTUP dapat dilakukan melampaui tahun anggaran. Batas akhir penerbitan SPM GUP Nihil/PTUP ditetapkan dengan mempertimbangkan kelancaran penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat.
Pelaksanaan pembayaran pada akhir tahun anggaran lebih lanjut mempedomani Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai langkah‐langkah dalam menghadapi akhir tahun anggaran.
k. Pelaporan Realisasi Anggaran
Dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN diperlukan data realisasi APBN, arus kas, neraca, dan catatan atas laporan keuangan. Untuk keperluan tersebut maka:
1) Kepala kantor/satker selaku Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) setiap bulan harus melakukan rekonsiliasi data realisasi anggaran
dengan Kepala KPPN selaku Kuasa BUN. Rekonsiliasi data realisasi anggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi: data bagian anggaran; eselon I; satker; sumber dana; cara penarikan; program; kegiatan; output; akun 6 digit; tanggal dan nomor SPM/SP2D; dan jumlah rupiah.
2) Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud huruf a dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) dan selanjutnya setiap awal bulan:
a) kepala kantor/satker menyampaikan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Neraca beserta ADK kepada Unit Akuntansi Pembantu Pengguna
Anggaran tingkat wilayah (UAPPAW); atau
b) kepala KPPN selaku Kuasa BUN membuat Laporan Realisasi Anggaran, Arus Kas, dan Neraca kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan untuk diproses dan selanjutnya diteruskan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
Manajemen Pemerintahan Pusat 151
3) Untuk laporan keuangan semester dan tahunan, LRA, Neraca dan ADK disertai dengan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).