KETENTUAN PIDANA, SANKSI ADMINISTRASI, DAN GANTI RUGI
G. KETENTUAN PIDANA, SANKSI ADMINISTRASI, DAN GANTI RUGI
1. Ketentuan Pidana dan Sanksi Administrasi
Sebagai konsekuensi dari pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara, baik dalam Undang ‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, maupun Undang‐Undang Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, diatur mengenai ketentuan pidana, sanksi administratif, dan ganti rugi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga serta pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam undang ‐undang. Hal yang sama juga diberlakukan terhadap para bendahara yang dalam pengurusan uang/barang yang menjadi tanggung jawabnya telah melakukan perbuatan melawan hukum yang berakibat merugikan keuangan negara.
Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk mengembalikan kekayaan negara yang hilang/berkurang serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai negeri/ pejabat negara pada umumnya, dan para pengelola keuangan pada khususnya melalui pemberian sanksi. Sanksi tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya undang‐undang tentang APBN yang bersangkutan.
Dalam Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, hal mengenai ketentuan pidana, sanksi administrasi, dan ganti rugi diantaranya diatur dalam pasal 34 dan 35 sebagai berikut.
a. Menteri/pimpinan lembaga yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang‐undang tentang APBN diancam dengan pidana
penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang‐undang. Kebijakan dimaksud tercermin pada manfaat/hasil yang harus dicapai dengan pelaksanaan fungsi dan program kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
b. Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang‐undang
tentang APBN diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang ‐undang.
Manajemen Pemerintahan Pusat 209 Manajemen Pemerintahan Pusat 209
sebagaimana ditentukan dalam undang‐undang ini.
d. Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan
keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
e. Setiap bendahara bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada dalam pengurusannya.
2. Pejabat yang Berhak Mengenakan Sanksi
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara adalah menteri/pimpinan lembaga, surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara adalah Menteri Keuangan, surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Presiden.
Pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Apabila dalam pemeriksaan kerugian negara ditemukan unsur pidana, Badan Pemeriksa Keuangan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku yaitu menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut beserta bukti‐buktinya kepada instasi yang berwenang. Pengenaan ganti kerugian negara terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga. Tata cara tuntutan ganti kerugian negara diatur dengan peraturan pemerintah.
3. Penyelesaian Kerugian Negara
Penyelesaian kerugian negara/daerah dalam Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara diatur dalam pasal 59 sampai dengan pasal 67. Materi pokok yang diatur dalam ketentuan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Setiap kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan
perundangan ‐undangan yang berlaku. Kerugian negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian pejabat negara atau pegawai negeri bukan
210 2014 | Pusdiklatwas BPKP 210 2014 | Pusdiklatwas BPKP
b. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan
kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara wajib mengganti kerugian tersebut.
Pejabat lain dimaksud meliputi pejabat negara dan pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus pejabat negara, tidak termasuk bendahara dan pegawai negeri bukan bendahara.
c. Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam kementerian
negara/lembaga/satuan kerja yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
Tata cara pengenaan ganti rugi berbeda antara pegawai negeri bukan bendahara dengan bendahara, sebagaimana diuraikan sebagai berikut.
a. Pengenaan Ganti Rugi Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara Pengenaan ganti rugi terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. Tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah, yang sampai saat modul ini selesai disusun peraturan pemerintah tersebut belum ada. Pokok‐pokok yang telah diatur dalam Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 adalah sebagai berikut.
1) Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor kepada menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan kepada BPK
selambat ‐lambatnya tujuh hari kerja setelah kerugian negara itu diketahui.
2) Segera setelah kerugian negara tersebut diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata‐nyata
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan atau pengakuan bahwa kerugian tersebut
Manajemen Pemerintahan Pusat 211 Manajemen Pemerintahan Pusat 211
3) Jika Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan segera menetapkan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara yang ditujukan kepada yang bersangkutan. Surat keputusan dimaksud mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita jaminan (conservatoir beslaag).
b. Pengenaan Ganti Rugi Terhadap Bendahara Dalam Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara pasal
62 dinyatakan bahwa pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK dan apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan unsur pidana, BPK menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku, yaitu menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut beserta bukti‐ buktinya kepada instansi yang berwenang.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara mulai pasal 22 dan pasal 23, dengan uraian sebagai berikut.
1) BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/ daerah. Surat keputusan dimaksud diterbitkan apabila belum ada penyelesaian yang dilakukan sesuai dengan tata cara penyelesaian ganti kerugian negara yang ditetapkan oleh BPK.
2) Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam waktu 14 hari kerja setelah menerima surat keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf a) di atas.
212 2014 | Pusdiklatwas BPKP
3) Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak, BPK menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian
negara/ daerah kepada bendahara bersangkutan. Pembelaan diri ditolak oleh BPK apabila bendahara tidak dapat membuktikan bahwa dirinya bebas dari kesalahan, kelalaian, atau kealpaan.
4) Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara
ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.
5) Tata cara penyelesaian ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada huruf d) di atas berlaku pula bagi pengelola perusahaan umum dan perusahaan perseroan
yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, sepanjang tidak diatur dalam undang‐undang tersendiri.
6) Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota/direksi perusahaan negara dan badan‐badan lain yang mengelola keuangan negara melaporkan
penyelesaian kerugian negara/daerah kepada BPK selambat‐lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah diketahui terjadinya kerugian negara/daerah dimaksud.
7) BPK memantau penyelesaian pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan/atau pejabat lain pada
kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.
4. Ketentuan Lain yang Berkaitan Pengenaan Ganti Kerugian Negara
Di samping ketentuan‐ketentuan pokok tersebut di atas, ada beberapa ketentuan lain yang berlaku umum baik untuk pengenaan ganti kerugian negara bagi pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara, maupun untuk bendahara/pengelola perbendaharaan negara, yaitu sebagai berikut.
a. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara dapat dikenai sanksi administratif dan
atau sanksi pidana. Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.
b. Kewajiban bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain untuk membayar ganti rugi, menjadi kadaluwarsa jika dalam waktu lima tahun sejak
Manajemen Pemerintahan Pusat 213 Manajemen Pemerintahan Pusat 213
c. Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntutan ganti kerugian negara berada dalam pengampuan, melarikan diri,
atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada pengampu yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang berasal dari bendahara, pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang bersangkutan.
d. Tanggung jawab pengampu yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian negara dimaksud menjadi hapus apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak
keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan, atau sejak bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat yang berwenang mengenai adanya kerugian negara.
e. Ketentuan penyelesaian kerugian negara sebagaimana diatur dalam ketiga paket undang ‐undang ini berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan milik negara, yang berada dalam penguasaan bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
f. Ketentuan penyelesaian kerugian negara dalam undang‐undang ini berlaku pula untuk pengelola perusahaan negara dan badan‐badan lain yang menyelenggarakan
pengelolaan keuangan negara, sepanjang tidak diatur dalam undang‐undang tersendiri.
g. Pengenaan ganti kerugian negara terhadap pengelolaan perusahaan umum dan perusahaan perseroan yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh
negara Republik Indonesia ditetapkan oleh BPK, sepanjang tidak diatur dalam undang ‐undang tersendiri.
214 2014 | Pusdiklatwas BPKP
5. Perlakuan Terhadap Pejabat yang Terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
Dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/4/2007 tanggal
18 April 2007 tentang Perlakuan Terhadap Pejabat yang Terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Surat edaran tersebut ditujukan kepada para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Panglima TNI, Jaksa Agung, Kepala Polri, para kepala lembaga pemerintah nondepartemen, para pimpinan sekretariat lembaga tinggi negara, para pimpinan sekretariat dewan/komisi/badan, para gubernur, dan para bupati/walikota.
Melalui surat edaran tersebut, MenPAN mengharapkan perhatian dan bantuan dari pihak‐ pihak yang disebutkan di atas agar meningkatkan kerja sama dan dukungan upaya‐upaya penanganan perkara korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Kerja sama dan dukungan tersebut dilakukan melalui mekanisme sebagai berikut.
a. Segera memberikan izin pemeriksaan terhadap pejabat atau pegawai baik sebagai saksi atau sebagai tersangka, jika memang izin tersebut diperlukan sesuai peraturan perundang ‐undangan.
b. Memberhentikan sementara dari jabatannya, terhadap pejabat yang terlibat perkara korupsi, berstatus sebagai tersangka/terdakwa, dan dilakukan penahanan oleh
aparat penegak hukum, sampai dengan adanya keputusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht) dari pengadilan atau resmi dinyatakan dihentikan proses hukumnya oleh aparat penegak hukum.
c. Menjatuhkan sanksi administratif sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil terhadap
pejabat/pegawai yang telah mendapatkan vonis bersalah dari pengadilan atau jika terbukti adanya pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil, meskipun pejabat/pegawai tersebut mendapatkan vonis bebas dari pengadilan.
d. Memulihkan nama baik dan dapat menempatkan kembali pada jabatan yang semestinya terhadap pejabat/pegawai yang tidak terbukti melakukan tindak pidana
korupsi dan tidak terdapat pelanggaran terhadap disiplin pegawai negeri sipil.
e. Menyampaikan laporan setiap semester kepada MenPAN tentang nama‐nama pejabat/ pegawai yang terlibat kasus korupsi dengan status hukumnya.
Manajemen Pemerintahan Pusat 215
216 2014 | Pusdiklatwas BPKP