PELAPORAN KEUANGAN

B. PELAPORAN KEUANGAN

1. Konsepsi Pola pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan negara dikembangkan sejalan

dengan teori keagenan (agency theory). Pada prinsipnya, Pemerintah merupakan pihak suruhan atau agen dari rakyat yang dalam hal ini diwakili oleh DPR. Pemerintah diberi kekuasaan untuk memungut uang dari rakyat berdasarkan Undang‐Undang. Setiap tahunnya anggaran pendapatan dan belanja dituangkan dalam Undang‐Undang APBN. Pemerintah yang memungut, pemerintah yang mengelola, maka pemerintah juga berkewajiban untuk mencatat (mengakuntansikan) dan melaporkannya kepada rakyat melalui DPR. Dalam rangka meyakini bahwa laporan dimaksud telah menyajikan kondisi yang sesungguhnya serta pemerintah telah menaati ketentuan peraturan perundang ‐undangan, maka laporan keuangan tersebut wajib diperiksa oleh pemeriksa

226 2014 | Pusdiklatwas BPKP 226 2014 | Pusdiklatwas BPKP

Gambar pola pertanggungjawaban tersebut disajikan sebagai berikut.

Gambar

6.1 Hubungan Kontrak Prinsipal – Agen: Solusi

Laporan keuangan pemerintah yang disampaikan melalaui RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN adalah laporan keuangan yang telah diaudit BPK RI. Laporan keuangan ini paling lambat disampaikan ke DPR pada akhir bulan Juni tahun berikutnya. Laporan keuangan dilampiri dengan Laporan Kinerja dan Laporan Keuangan Badan Usaha Milik Negara dan badan lainnya. Laporan keuangan disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung jawab atau Statement of Responsibility (SOR).

2. Peranan dan Tujuan Laporan Keuangan

Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang ‐undangan.

Manajemen Pemerintahan Pusat 227

Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya‐upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan:

a. Akuntabilitas Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan

yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

b. Manajemen Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas

pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan masyarakat.

c. Transparansi Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat

berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang‐undangan.

d. Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity) Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah

pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.

e. Evaluasi Kinerja Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan sumber daya

ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja yang direncanakan.

228 2014 | Pusdiklatwas BPKP

Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan:

a. menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas pemerintah;

b. menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas pemerintah;

c. menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;

d. menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;

e. menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;

f. menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;

g. menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.

Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai:

a. indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran; dan

Manajemen Pemerintahan Pusat 229 Manajemen Pemerintahan Pusat 229

Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal: aset; kewajiban; ekuitas; pendapatan‐LRA; belanja; transfer; pembiayaan; saldo anggaran lebih pendapatan‐LO (laporan operasional); beban; dan arus kas.

3. Periode Pelaporan

Laporan keuangan disajikan sekurang‐kurangnya sekali dalam setahun terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun anggaran. Contoh selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas ‐entitas akuntansi yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan keuangan konsolidasian. Dalam kondisi tersebut entitas pelaporan mengungkapkan:

a. alasan penggunaan metode pelaporan tidak 1 (satu) tahun; dan

b. fakta bahwa jumlah‐jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti arus kas dan catatan ‐catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.

Sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, batas waktu penyampaian laporan keuangan sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN selambat ‐lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Dengan demikian, kegunaan laporan keuangan tersebut berkurang bilamana laporan tidak tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. Faktor‐ faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat waktu.

Selain laporan keuangan tahunan, setiap entitas pelaporan juga diwajibkan menyusun laporan keuangan interim, yaitu setidak‐tidaknya setiap semester sebagaimana

230 2014 | Pusdiklatwas BPKP 230 2014 | Pusdiklatwas BPKP

4. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

Laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan SAP. Dengan demikian sistem akuntansi yang digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan juga harus dibangun sesuai dengan SAP.

SAP merupakan pedoman umum dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kesesuaian dengan SAP mencerminkan tingkatan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu, penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan SAP merupakan salah satu kriteria bagi BPK RI dalam memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan.

Berdasarkan Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004, SAP disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP). KSAP merupakan suatu komite yang independen dengan komite kerja beranggotakan 9 orang. KSAP telah mengeluarkan SAP yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 yang sudah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.

Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010, mulai tahun 2015 SAP berbasis akrual sudah harus diterapkan dalam penyelenggaraan SAPP. SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.

5. Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP)

Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah. Dengan demikian sistem akuntansi merupakan suatu wadah untuk memproses data keuangan sampai dihasilkannya informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan.

Manajemen Pemerintahan Pusat 231

Sistem akuntansi untuk pemerintah pusat adalah Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Pemerintah Pusat dan berlaku untuk seluruh kementerian negara/lembaga. SAPP adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan Pemerintah Pusat.

SAPP diperlukan untuk mencapai tiga tujuan. Pertama, untuk menetapkan prosedur yang harus diikuti oleh pihak‐pihak yang terkait sehingga jelas pembagian kerja dan tanggung jawab diantara mereka. Kedua, untuk terselenggarakannya pengendalian intern untuk menghindari terjadinya penyelewengan. Ketiga, untuk menghasilkan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan di mana jenis dan isinya diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang SAP.

Akuntansi Pemerintahan pada dasarnya merupakan akuntansi anggaran. Oleh karena itu sistem akuntansi yang baik seharusnya terintegrasi dengan sistem anggaran. Apabila hal ini dijalankan maka akan terdapat konsistensi dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, akuntansi dan pertanggungjawaban anggaran.

Berikut ini diuraikan dasar hukum penyelenggaraan, ruang lingkup, tujuan, ciri‐ciri pokok, kerangka umum, dan klasifikasi SAPP.

a. Dasar Hukum Penyelenggaraan SAPP

1) Undang ‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: ƒ

Pasal 8: ”Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas antara lain menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.”

ƒ Pasal 9 menyatakan bahwa ”Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai pengguna anggaran/ pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas antara lain menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.”

232 2014 | Pusdiklatwas BPKP

ƒ Pasal 30 ayat (2) menyatakan bahwa ”Presiden menyampaikan rancangan undang‐undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.”

2) Undang ‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ƒ

Pasal 7 ayat (20) menyatakan bahwa “Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara.”

ƒ Pasal 51 ayat (1) menyatakan bahwa “Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Negara/Daerah menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.”

ƒ Pasal 51 ayat (2) menyatakan bahwa “Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pengguna anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja yang berada dalam tanggung jawabnya.”

ƒ Pasal 55 ayat (1) menyatakan bahwa “Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat untuk

disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi

pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.”

ƒ Pasal 55 ayat (2) menyatakan bahwa “Dalam menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian negara/Lembaga masing‐masing.”

Manajemen Pemerintahan Pusat 233

ƒ Bagian penjelasan menyatakan bahwa “Agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga.”

3) Undang ‐Undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahun Anggaran 2005 Pasal 17 ayat (1) menyatakan bahwa “Setelah Tahun Anggaran 2005 berakhir, pemerintah menyusun pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005 berupa Laporan Keuangan.”

4) Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada Pasal 60 ayat (1) menyatakan

bahwa “Menteri/Pimpinan Lembaga wajib menyelenggarakan pertanggungjawaban penggunaan dana bagian anggaran yang dikuasainya berupa laporan realisasi anggaran dan neraca kementerian negara/lembaga bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.” Keputusan Presiden tersebut telah diubah terakhir dengan dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN.

b. Ruang Lingkup SAPP

SAPP berlaku untuk seluruh unit organisasi Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan serta pelaksanaan anggaran pembiayaan dan perhitungan.

c. Tujuan SAPP

Sistem SAPP bertujuan untuk: 1)

menjaga aset pemerintah pusat dan instansi‐instansinya melalui pencatatan, pemprosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan standar dan praktek akuntansi yang diterima secara umum;

234 2014 | Pusdiklatwas BPKP

2) menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan pemerintah pusat, baik secara nasional maupun instansi

yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;

3) menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan pemerintah pusat secara keseluruhan; dan

4) menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara

efisien.

d. Ciri ‐ciri Pokok SAPP

1) Basis Akuntansi Sesuai dengan amanah Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 dan yang telah

ditetapkan standarnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang SAP, maka basis akuntansi yang diselenggarakan pemerintah pusat adalah akrual. Basis akrual mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.

2) Sistem Pembukuan Berpasangan Sistem pembukuan berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi

yaitu: Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet sebuah perkiraan/akun dan mengkredit perkiraan/akun yang terkait.

3) Dana Tunggal Kegiatan akuntansi yang mengacu kepada Undang‐undang APBN sebagai

landasan operasional. Dana tunggal ini merupakan tempat di mana pendapatan dan belanja pemerintah dipertanggungjawabkan sebagai kesatuan tunggal.

Manajemen Pemerintahan Pusat 235

4) Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan di instansi dilaksanakan secara

berjenjang oleh unit‐unit akuntansi baik di kantor pusat instansi maupun di daerah.

5) Bagan Perkiraan Standar SAPP menggunakan perkiraan standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi.

6) Standar Akuntansi SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dalam melakukan

pengakuan, penilaian, pencatatan, penyajian, dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan dalam rangka penyusunan laporan keuangan.

e. Kerangka Umum SAPP

SAPP menghasilkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang merupakan konsolidasi dari seluruh laporan keuangan entitas pelaporan (K/L selaku pengguna anggaran dan BUN). LKPP disampaikan kepada DPR sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. Sebelum disampaikan kepada DPR, LKPP tersebut diaudit terlebih dahulu oleh BPK.

Komponen laporan keuangan yang dihasilkan dari SAPP terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran dan laporan finansial, sebagaimana pada Gambar 6.2 berikut.

236 2014 | Pusdiklatwas BPKP

Gambar

6.2 Komponen Laporan Keuangan Pemerintah

1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA) LRA menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer,

surplus/defisit ‐LRA dan pembiayaan, masing‐masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. LRA menunjukkan ketercapaian target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang ‐undangan.

2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Laporan Perubahan SAL pemerintah mencakup SAL tahun sebelumnya,

penggunaan SAL, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) tahun berjalan, dan penyesuaian lain yang diperkenankan, serta SAL akhir.

3) Neraca Neraca adalah laporan keuangan yang mencerminkan posisi keuangan entitas,

yaitu menginformasikan nilai dan jenis aset, kewajiban dan ekuitas. memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi dan kewajiban entitas

Manajemen Pemerintahan Pusat 237 Manajemen Pemerintahan Pusat 237

Aset merupakan sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh entitas. Kewajiban merupakan utang perusahaan masa kini yg timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi. Sedangkan ekuitas adalah hak residual atas aset perusahaan setelah dikurangi kewajiban.

4) Laporan Operasional (LO) Laporan Operasional adalah laporan yang menyediakan informasi mengenai

seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan LO, beban dan surplus/defisit operasional yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya. Entitas pelaporan menyajikan informasi untuk membantu para pengguna dalam memperkirakan hasil operasi entitas dan pengelolaan aset, seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya ekonomi.

5) Laporan Arus Kas Laporan Arus Kas adalah laporan yang menyajikan informasi penerimaan dan

pengeluaran kas. Laporan arus kas memberikan informasi untuk:

a) Menilai pengaruh suatu aktivitas terhadap posisi kas dan setara kas.

b) Mengevaluasi hubungan antara aktivitas operasi, investasi, pendanaan,

dan transitoris selama suatu periode akuntansi. Laporan Arus Kas hanya dibuat oleh entitas yang mempunyai fungsi

perbendaharaan umum.

238 2014 | Pusdiklatwas BPKP

6) Laporan Perubahan Ekuitas Laporan Perubahan Ekuitas merupakan bentuk penyajian kekayaan bersih

pemerintah (entitas pelaporan) yang mencakup ekuitas awal, surplus/defisit periode bersangkutan, dan dampak kumulatif akibat perubahan kebijakan dan kesalahan mendasar.

Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang‐kurangnya pos‐pos berikut:

a) Ekuitas awal

b) Surplus/defisit ‐LO pada periode bersangkutan c)

Koreksi ‐koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, antara lain dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar, misalnya koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada periode‐periode sebelumnya dan perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap.

d) Ekuitas akhir; Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian lebih lanjut dari

unsur ‐unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan Ekuitas dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

7) Catatan atas Laporan Keuangan Untuk memudahkan pemahaman dan menghindari kesalahan penafsiran

dalam membaca laporan keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapkan semua informasi penting baik yang telah tersaji maupun yang tidak tersaji dalam lembar muka laporan keuangan.

Semua komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap entitas pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas dan Laporan Perubahan SAL yang hanya disajikan oleh BUN dan entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan konsolidasiannya.

Manajemen Pemerintahan Pusat 239 Manajemen Pemerintahan Pusat 239

SAPP terdiri dari: 1)

Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal

Perbendaharaan (Ditjen PBN) dan terdiri dari:

a) SAKUN (Sistem Akuntansi Kas Umum Negara) yang menghasilkan Laporan Arus Kas dan Neraca Kas Umum Negara (KUN); dan

b) SAU (Sistem Akuntansi Umum) yang menghasilkan Laporan Realisasi

Anggaran dan Neraca SAU. Pengolahan data dalam rangka penyusunan laporan keuangan SAU dan

SAKUN, dilaksanakan oleh unit‐unit Ditjen PBN yang terdiri dari:

a) Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);

b) Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (Kanwil Ditjen PBN); dan c)

Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan.

2) Sistem Akuntansi Instansi (SAI) Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan oleh kementerian negara/

lembaga. Kementerian negara/lembaga melakukan pemprosesan data untuk menghasilkan laporan keuangan. Dalam pelaksanaan SAI, kementerian negara/lembaga membentuk Unit Akuntansi Keuangan (UAK) dan Unit Akuntansi Barang (UAB).

Unit Akuntansi Keuangan terdiri dari:

a) Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA);

b) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Eselon1 (UAPPA‐E1); c)

Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Wilayah (UAPPA‐W);

d) Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA).

240 2014 | Pusdiklatwas BPKP

Unit Akuntansi Barang terdiri dari:

a) Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB);

b) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang – Eselon1 (UAPPB‐E1); c)

Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang – Wilayah (UAPPB‐W); dan

d) Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB).

3) Ouput Laporan Keuangan SAPP Laporan ‐laporan keuangan yang dihasilkan dari SAPP adalah sebagai berikut.

Tabel

6.3 Output Laporan Keuangan SAPP

Sistem Akuntansi

Jenis Laporan

Pengguna Laporan

• Kepala KPPN • Kepala Kanwil Ditjen PBN

Laporan Arus Kas

• Dirjen PBN SAKUN • Menteri Keuangan

• Kepala KPPN

Neraca KUN

• Kepala Kanwil Ditjen PBN SiAP • Dirjen PBN

• Kepala KPPN

Laporan Realisasi

Anggaran • Kepala Kanwil Ditjen PBN • Dirjen PBN

SAU

• Kepala KPPN

Neraca SAU

• Kepala Kanwil Ditjen PBN • Dirjen PBN

• Kepala Kantor Anggaran • Kepala Kanwil SAI • Kepala Daerah (Dekon/TP)

Pelaporan Pelaksanaan

• Pimpinan Eselon‐I • Menteri/Pimpinan Lembaga

Pelaporan Finansial

Manajemen Pemerintahan Pusat 241

6. Reviu Atas Laporan Keuangan

a. Pengertian Reviu

Reviu adalah penelaahan atas penyelenggaraan akuntansi dan penyajian laporan keuangan kementerian/lembaga (LK K/L) untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa akuntansi telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Akuntansi Instansi dan laporan keuangan kementerian/lembaga telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, dalam upaya membantu menteri/pimpinan lembaga untuk menghasilkan laporan keuangan kementerian/lembaga yang berkualitas.

Reviu laporan keuangan sebagaimana disebutkan di atas bertujuan untuk memberikan keyakinan akurasi, keandalan, dan keabsahan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan sebelum disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga kepada Presiden melalui Menteri Keuangan. Reviu tidak memberikan dasar untuk menyatakan pendapat sebagaimana dalam audit, karena dalam reviu tidak mencakup pengujian atas pengendalian intern, penetapan risiko pengendalian, pengujian catatan akuntansi dan pengujian atas respon terhadap permintaan keterangan, dengan cara memperoleh bahan bukti yang menguatkan melalui inspeksi, pengamatan, atau konfirmasi dan prosedur tertentu lainnya yang biasa dilaksanakan dalam audit.

Ruang lingkup reviu adalah sebatas penelaahan laporan keuangan dan catatan akuntansi. Sementara itu sasaran reviu adalah untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangan entitas pelaporan telah disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor 44/PMK.07/2006, Pasal 1 ayat (1) mengatakan bahwa reviu adalah prosedur penelusuran angka‐angka dalam laporan keuangan, permintaan keterangan,dan analitik yang harus menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawas Intern untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

242 2014 | Pusdiklatwas BPKP 242 2014 | Pusdiklatwas BPKP

Sasaran reviu adalah penyelenggaraan akuntansi dan penyajian laporan keuangan kementerian/lembaga termasuk penelaahan atas catatan akuntansi dan dokumen sumber yang diperlukan. Dalam melakukan reviu tidak termasuk kegiatan pengujian atas sistem pengendalian intern, catatan akuntansi dan dokumen sumber dan tidak termasuk pengujian atas respon permintaan keterangan. Dengan demikian reviu dititikberatkan pada unit akuntansi dan atau akun laporan keuangan kementerian/lembaga yang berpotensi tinggi terhadap permasalahan dalam penyelenggaraan akuntansi dan atau penyajian laporan keuangan kementerian negara atau lembaga.

c. Unit yang Mereviu Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga

Sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Pasal 57 ayat 1 serta Pasal 32 ayat (4) sampai dengan (6), Aparat Pengawasan Intern kementerian negara/lembaga melakukan reviu atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. PMK 171/PMK.05/2007 juga menyebutkan bahwa laporan keuangan kementerian/ lembaga yang telah direkonsiliasi dengan Ditjen PBN cq. Direktorat APK akan direviu oleh Aparat Pengawasan Intern kementerian negara/lembaga. Selanjutnya dalam Perdirjen Perbendaharaan Nomor 44/PB/2006 pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa Aparat Pengawasan Intern kementerian negara/lembaga wajib melakukan reviu atas laporan keuangan. Berdasarkan berbagai peraturan di atas dapat disimpulkan bahwa pihak yang wajib melakukan reviu laporan keuangan adalah Aparat Pengawas Intern kementerian negara/lembaga. Apabila kementerian negara/lembaga belum memiliki Aparat Pengawasan Intern, Sekretaris Jenderal/pejabat yang setingkat pada kementerian negara/lembaga menunjuk beberapa orang pejabat di luar biro/bidang keuangan untuk melakukan reviu atas laporan keuangan (Perdirjen Perbendaharaan Nomor 44/PB/2006, Pasal 2 ayat 2).

Pengertian laporan keuangan yang direviu termasuk laporan keuangan dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan sebagaimana disebutkan dalam PMK 248/PMK.07/2010.

Manajemen Pemerintahan Pusat 243 Manajemen Pemerintahan Pusat 243

Sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 pasal 57 Menteri Keuangan telah menetapkan PMK Nomor 41/PMK.09/2010 tentang Standar Reviu atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga. Standar Reviu atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga, yang selanjutnya disebut Standar Reviu, adalah prasyarat yang diperlukan oleh aparat pengawasan intern kementerian negara/lembaga untuk menjalankan dan mengevaluasi pelaksanaan reviu atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga.

Standar tersebut di atas bertujuan untuk: 1)

memberikan prinsip‐prinsip dasar yang diperlukan dalam praktek reviu; 2)

menyediakan kerangka untuk menjalankan dan meningkatkan nilai tambah reviu;

3) menetapkan dasar‐dasar untuk mengevaluasi pelaksanaan reviu; dan 4)

mendorong peningkatan kualitas laporan keuangan kementerian negara/lembaga.

e. Langkah ‐Langkah Mereviu Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga

Dilihat dari waktu pelaksanaan, reviu atas laporan keuangan dilakukan secara paralel dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan laporan keuangan kementerian negara/lembaga. Yang dimaksud paralel adalah reviu dilakukan sepanjang pelaksanaan anggaran dan tidak menunggu laporan keuangan kementerian/lembaga selesai disusun. Kebijakan ini diambil karena terbatasnya waktu yang tersedia bagi kementerian/lembaga untuk menyusun dan menyampaikan laporan keuangan ke Menteri Keuangan.

Untuk mencapai tujuan reviu sebagaimana telah dibahas pada bagian di atas, apabila pereviu menemukan kelemahan dalam penyelenggaraan akuntansi dan/atau kesalahan dalam penyajian laporan keuangan, maka pereviu bersama‐sama dengan unit akuntansi harus segera melakukan perbaikan dan/atau koreksi atas kelemahan dan atau kesalahan tersebut secara berjenjang.

244 2014 | Pusdiklatwas BPKP

Reviu dilakukan dengan aktivitas pertama, menelusuri laporan keuangan ke catatan akuntansi dan dokumen sumber. Kedua, meminta keterangan mengenai proses pengumpulan, pengikhtisaran, pencatatan dan pelaporan transaksi keuangan. Ketiga, meminta keterangan mengenai kompilasi dan rekonsiliasi laporan keuangan kementerian/lembaga dengan Bendahara Umum Negara secara berjenjang. Dan keempat, kegiatan analitik untuk mengetahui hubungan dan hal‐hal yang kelihatannya tidak biasa.

Terdapat beberapa langkah reviu yaitu:

1) pastikan bahwa rekonsiliasi belanja telah dilakukan antara unit akuntansi dengan KPPN melalui permintaan keterangan dan penelusuran ke Berita Acara

Rekonsiliasi;

2) lakukan uji petik atas transaksi belanja dan pastikan bahwa setiap transaksi tersebut telah didukung dokumen pengeluaran yang sah, melalui penelusuran

ke dokumen Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D);

3) pastikan bahwa pengembalian belanja hanya merupakan transaksi pengembalian belanja untuk periode berjalan, melalui permintaan keterangan

dan penelusuran jurnal transaksi ke dokumen Surat Setoran Bukan Pajak (SSPB);

4) pastikan bahwa pengembalian belanja periode sebelumnya telah diakui dan dicatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak, dengan melakukan

permintaan keterangan dan penelusuran jurnal transaksi ke dokumen SSBP; dan

5) pastikan bahwa setiap belanja modal telah dicatat dalam jurnal korolari dan menambah aset tetap, dengan melakukan penelusuran dokumen SPM dan

SP2D ke jurnalnya.

Manajemen Pemerintahan Pusat 245 Manajemen Pemerintahan Pusat 245

Untuk mencapai efektivitas reviu atas laporan keuangan, pereviu harus memiliki kompetensi tertentu. Sesuai dengan tujuan reviu, tim reviu secara kolektif seharusnya memiliki kompetensi sebagai berikut:

1) menguasai Standar Akuntansi Pemerintahan; 2)

menguasai Sistem Akuntansi Instansi yaitu Sistem Akuntansi Keuangan dan Sistem Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara;

3) memahami proses bisnis atau kegiatan pokok unit akuntansi yang direviu; 4)

menguasai dasar‐dasar audit; 5)

mengusasi teknik komunikasi; 6)

memahami analisis basis data.

g. Laporan Reviu Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga

Hasil reviu dituangkan dalam Pernyataan Telah Direviu dan sesuai dengan Perdirjen Perbendaharaan nomor 44/PB/2006 pasal 3 ayat (3). Pernyataan Telah Direviu ditandatangani oleh aparat pengawasan intern kementerian negara/lembaga. Selanjutnya, sesuai dengan pasal 4 ayat (1) Pernyataan Telah Direviu merupakan salah satu dokumen pendukung untuk penyusunan Statement of Responsibility (Pernyataan Tanggung Jawab) oleh menteri/pimpinan lembaga. Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang disampaikan kepada Menteri Keuangan disertai dengan Pernyataan Tanggung Jawab yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembaga dan Pernyataan Telah Direviu yang ditandatangani oleh aparat pengawasan intern kementerian negara/lembaga.

Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN dalam bentuk laporan keuangan sebelum disampaikan oleh Presiden kepada DPR, diperiksa terlebih dahulu oleh BPK. Bab

VIII membahas mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

246 2014 | Pusdiklatwas BPKP