PROSES PEMBIAYAAN

E. PROSES PEMBIAYAAN

Menurut Undang‐Undang Nomor 17 tahun 2003, pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun‐tahun anggaran berikutnya. Dalam konteks anggaran pembiayaan dilakukan dalam rangka menutupi defisit anggaran yang terjadi. Pembiayaan anggaran dilakukan melalui utang dan nonutang. Pembiayaan utang dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) serta penarikan pinjaman luar negeri dan dalam negeri. Sedangkan pembiayaan nonutang dilakukan melalui perbankan dan nonperbankan dalam negeri.

Berdasarkan penjelasan Pasal 12 (3) Undang‐Undang Nomor 17 tahun 2003 defisit anggaran (yang menjadi objek pembiayaan) dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan jumlah pinjaman (untuk menutup defisit anggaran) dibatasi maksimal 60% dari PDB.

Pembahasan mengenai pembiayan pada modul ini dibatasi pada pinjaman yang bersumber dari pinjaman luar negeri.

1. Pengertian dan Prinsip‐Prinsip Pinjaman/Hibah Luar Negeri

Pinjaman luar negeri adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh pemerintah dari pemberi pinjaman luar negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.

Kegiatan ‐kegiatan yang mengandung pinjaman luar negeri atau hibah adalah kegiatan ‐kegiatan yang sebagian atau seluruh kegiatan dibiayai pinjaman/hibah tersebut, dengan persyaratan sesuai ketentuan berlaku. Seluruh pinjaman ataupun hibah luar

186 2014 | Pusdiklatwas BPKP 186 2014 | Pusdiklatwas BPKP

Tata cara pengadaan serta cara penerusan pinjaman luar negeri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Kesepakatan tertulis mengenai pinjaman antara Pemerintah dan Pemberi Pinjaman Luar Negeri dituangkan dalam Perjanjian Pinjaman Luar Negeri.

Pinjaman luar negeri harus memenuhi prinsip:

a. transparan;

b. akuntabel;

c. efisien dan efektif;

d. kehati ‐hatian;

e. tidak disertai ikatan politik; dan

f. tidak memiliki muatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara.

2. Sumber dan Penggunaan Pinjaman Luar Negeri

Pinjaman luar negeri dapat bersumber dari:

a. Kreditor multilateral Kreditor multilateral adalah lembaga keuangan internasional yang beranggotakan

beberapa negara, yang memberi pinjaman kepada pemerintah, misalnya Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB), Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank/IDB).

b. Kreditor bilateral Kreditor bilateral adalah pemerintah negara asing atau lembaga yang ditunjuk oleh

pemerintah negara asing atau lembaga yang bertindak untuk pemerintah negara asing yang memberi pinjaman kepada pemerintah.

Manajemen Pemerintahan Pusat 187 Manajemen Pemerintahan Pusat 187

dan lembaga non keuangan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan pinjaman kepada pemerintah berdasarkan perjanjian pinjaman tanpa jaminan dari lembaga penjamin kredit ekspor.

d. Lembaga penjamin kredit ekspor Lembaga penjamin kredit ekspor adalah lembaga yang ditunjuk negara asing untuk

memberikan jaminan, asuransi, pinjaman langsung, subsidi bunga, dan bantuan keuangan untuk meningkatkan ekspor negara yang bersangkutan atau bagian terbesar dari dana tersebut dipergunakan untuk membeli barang/jasa dari negara bersangkutan yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia.

Pinjaman Luar Negeri menurut jenisnya terdiri atas:

a. Pinjaman tunai, yaitu pinjaman tunai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan

pengelolaan portofolio utang, dan

b. Pinjaman Kegiatan, yaitu pinjaman kegiatan adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu.

Penggunaan pinjaman luar negeri yaitu untuk:

a. membiayai defisit APBN;

b. membiayai kegiatan prioritas kementerian/lembaga;

c. mengelola portofolio utang.

d. diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah;

e. diteruspinjamkan kepada BUMN; dan/atau

f. dihibahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat meneruspinjamkan dan/atau menerushibahkan pinjaman luar negeri kepada BUMD

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan.

188 2014 | Pusdiklatwas BPKP

3. Tata Cara Penarikan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri

Penyaluran dana pinjaman luar negeri dilakukan oleh KPPN Khusus Jakarta VI dan KPPN Khusus Banda Aceh, dengan prosedur sebagai berikut.

a. Rupiah Murni Porsi Government of Indonesia (GoI)

Pembayaran ini dilakukan sebagai pendamping porsi PHLN, baik dalam bentuk rupiah maupun valuta asing, sesuai perjanjian pinjamannya. Sumber dana rupiah porsi GoI berasal dari APBN.

Pencairan dananya menggunakan SP2D porsi GoI. Adapun mekanisme pembayaran GoI adalah sebagai berikut.

1) Satker mengajukan SPM kepada KPPN Khusus Jakarta VI disertai dokumen pendukung yang diperlukan.

2) KPPN Khusus Jakarta VI memeriksa kelengkapan, kebenaran dan keabsahan dokumen sebelum diterbitkan SP2D rupiah murni.

3) KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SP2D porsi GoI dan dikirim ke Bank Indonesia (BI)/bank operasional (BO).

4) BI/BO melakukan pembayaran ke rekening pihak ketiga.

b. Pembukaan Letter of Credit (L/C)

Penarikan PHLN melalui mekanisme pembukaan L/C diperlukan jika pengadaan barang/jasa dilakukan antarnegara dimana eksportir selaku penyedia barang/jasa di luar negeri memerlukan penjaminan pembayaran atas pekerjaan yang mereka lakukan. Pembukaan L/C untuk pembayaran kegiatan pemerintah, dibatasi hanya dapat dilaksanakan di Bank Indonesia. Dalam mekanisme ini, Bank Indonesia sebagai penerbit L/C memberikan jaminan pembayaran (sebagai bank penjamin) kepada bank koresponden di luar negeri (sebagai wakil eksportir dalam melakukan penagihan) atas prestasi kerja yang telah dilaksanakan oleh eksportir penyedia barang/jasa.

Manajemen Pemerintahan Pusat 189

Prosedur ini menggunakan Surat Kuasa Membayar atas Beban Rekening Khusus (SKM RK L/C) dan Surat Kuasa Pembebanan (SKP).

Mekanisme pembayarannya adalah sebagai berikut. 1)

L/C dengan Pembayaran Langsung

a) Berdasarkan surat permintaan SKP dari satker, KPPN Khusus menerbitkan SKP kepada Bank Indonesia sebagai dasar pembukaan L/C.

b) Dengan membuka L/C pada bank koresponden, BI melakukan pembayaran kepada penjual/eksportir di luar negeri sebesar yang

diminta.

c) Pemberi PHLN melakukan pembayaran pada bank koresponden dan juga mengirimkan debet advice (DA)/nota debet pada BI.

d) BI membuat nota disposisi L/C dan nota debet dan mengirimkan ke DJPBN (KPPN Khusus).

e) Berdasarkan nota disposisi dan nota debet BI, KPPN Khusus menerbitkan surat perintah pembukuan/pengesahan (SP3) dan disampaikan kepada

satker dalam rangka sistem akuntansi instansi (SAI) sebagai bahan pembukuan realisasi PHLN dalam APBN.

2) L/C melalui Rekening Khusus

a) Berdasarkan surat permintaan SKM RK‐L/C dari satker, KPPN Khusus menerbitkan surat kuasa membayar (SKM) RK‐L/C kepada BI sebagai

dasar pembukaan L/C.

b) Dengan membuka L/C pada bank koresponden, BI melakukan pembayaran kepada penjual/eksportir di luar negeri sebesar yang

diminta dan dibebankan pada rekening khusus pinjaman. c)

BI mengirimkan nota disposisi L/C kepada DJPBN (KPPN Khusus Jakarta VI).

190 2014 | Pusdiklatwas BPKP 190 2014 | Pusdiklatwas BPKP

pembukuan realisasi PHLN dalam APBN.

c. Pembayaran Langsung (Direct Payment)

Penarikan pinjaman dilakukan berdasarkan aplikasi penarikan dana (APD) kepada pemberi pinjaman/hibah luar negeri (PPHLN) dengan permintaan untuk membayar secara langsung kepada rekening rekanan.

Prosedur ini menggunakan withdrawal application (WA) untuk pembayaran langsung dengan mekanisme sebagai berikut.

1) Satker mengajukan APD ke KPPN Khusus Jakarta VI dilengkapi dokumen yang diperlukan.

2) KPPN Khusus memeriksa kelengkapan, kebenaran dan keabsahan dokumen APD dan atas dasar APD, KPPN khusus menerbitkan WA.

3) PPHLN melakukan pembayaran kepada rekening rekanan dan menyampaikan debit advice/notice of disbursement (NoD) kepada KPPN Khusus.

4) Berdasarkan NoD, KPPN Khusus menerbitkan surat perintah pembukuan/ pengesahan (SP3) dan disampaikan kepada satker dalam rangka SAI sebagai

bahan pembukuan realisasi PHLN dalam APBN.

d. Pembiayaan Pendahuluan

Pembiayaan pendahuluan dilakukan untuk aplikasi penarikan dana (APD) Loan yang digunakan untuk pembayaran kembali biaya‐biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN. Dengan APD ini PPHLN mengganti kembali dana yang telah digunakan pada rekening BUMN yang bersangkutan.

Prosedur ini menggunakan withdrawal application (WA) untuk reimbursement, dengan mekanisme berikut.

1) Satker mengajukan APD reimbursement ke KPPN Khusus Jakarta VI atas pembiayaan pendahuluan yang telah dilaksanakan.

Manajemen Pemerintahan Pusat 191

2) KPPN Khusus menerbitkan WA reimbursement ke PPHLN disertai dokumen pendukung yang dipersyaratkan PPHLN, selanjutnya PPHLN melakukan pembayaran kembali ke rekening BUMN.

3) PPHLN mengirimkan debet advice (DA)/notice of disbursement (NoD) ke KPPN Khusus.

4) Berdasarkan NoD, KPPN Khusus menerbitkan SP3 dan disampaikan kepada satker dalam rangka SAI sebagai bahan pembukuan realisasi PHLN dalam APBN.

e. Rekening Khusus

Rekening khusus adalah rekening yang dibuka untuk menampung sementara dana pinjaman/hibah. Rekening ini merupakan revolving account dimana PPHLN melakukan pembayaran di muka (initial deposit) ke rekening khusus di Bank Indonesia atau bank pemerintah lain yang ditunjuk menteri keuangan.

Prosedur pembayaran ini menggunakan SP2D rekening khusus dengan mekanisme sebagai berikut.

1) Satker mengajukan SPM‐RK kepada KPPN Khusus Jakarta VI disertai dokumen pendukung.

2) KPPN Khusus memeriksa kelengkapan, kebenaran dan keabsahan dokumen tersebut sebelum menerbitkan SP2D‐RK.

3) KPPN Khusus menerbitkan SP2D‐RK dan dikirim ke BI. 4)

BI melakukan pembayaran kepada rekening pihak ketiga.

f. Kredit Ekspor

Kredit ekspor adalah suatu pinjaman dari lembaga keuangan/perbankan suatu negara yang tujuannya untuk mendorong kegiatan ekspor negara donor sekaligus membantu negara peminjam.

192 2014 | Pusdiklatwas BPKP

Pencairan dana dalam prosedur ini menggunakan SP2D porsi rupiah; withdrawal application (WA); surat kuasa pembebanan (SKP); dan surat kuasa membayar rekening khusus (SKM RK L/C).

Mekanisme kredit ekspor adalah sebagai berikut.

1) Letter of Credit (L/C) Berdasarkan SPM dari satker, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SP2D

(biasanya uang muka 15%). Untuk porsi PHLN (sisanya) mekanisme pembayaran sama dengan prosedur L/C.

2) Pembayaran Langsung Berdasarkan SPM dari satker, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SP2D

(biasanya uang muka 15%). Untuk porsi PHLN (sisanya) mekanisme pembayaran sama dengan prosedur pembayaran langsung.

g. Penerusan Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN)

Penerusan pinjaman luar negeri kepada daerah dituangkan dalam Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri. Perjanjian ini ditandatangani oleh menteri atau pejabat yang diberi kuasa dan gubernur, bupati/walikota atau direksi BUMN.

Pinjaman luar negeri yang dihibahkan dituangkan dalam Perjanjian Hibah Pinjaman Luar Negeri. Perjanjian ini ditandatangani oleh menteri atau pejabat yang diberi kuasa dan gubernur, bupati/walikota. Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri dan Perjanjian Hibah Pinjaman Luar Negeri memuat paling sedikit:

ƒ jumlah; ƒ

peruntukan; ƒ

hak dan kewajiban; dan ƒ

ketentuan dan persyaratan yang mengacu pada perjanjian pinjaman luar negeri.

Manajemen Pemerintahan Pusat 193

Penerima Penerusan Pinjaman Luar Negeri wajib melakukan pembayaran kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri.

Hibah yang bersumber dari luar negeri yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah dituangkan dalam perjanjian penerusan hibah yang ditandatangani oleh menteri atau pejabat yang diberi kuasa dan gubernur atau bupati/walikota, serta wajib dicatat dalam APBN dan APBD.

Hibah yang bersumber dari luar negeri yang dipinjamkan kepada BUMN dituangkan dalam perjanjian pinjaman hibah yang ditandatangani oleh menteri atau pejabat yang diberi kuasa dan gubernur, bupati/walikota, atau direksi BUMN. Sedangkan hibah dan/atau pinjaman hibah kepada badan usaha milik daerah dilakukan melalui pemerintah daerah.

h. Pelaksanaan Belanja Dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN)

1) Pencantuman PHLN dalam DIPA Oleh karena ketentuan penarikan PHLN berbeda antara yang satu dengan yang

lain, maka untuk pencantuman PHLN dalam DIPA harus memerhatikan ketentuan ‐ketentuan yang diatur dalam loan agreement. Hal itu untuk menghindari kesalahan dalam pencantuman dana yang dapat menyebabkan kesalahan pembayaran.

2) Syarat Pencantuman PHLN dalam DIPA Syarat ‐syarat yang harus dipenuhi dalam pencantuman PHLN dalam DIPA

sebagai berikut.

a) Status Loan yang Jelas Dana PHLN harus memiliki status yang jelas, dalam arti naskah perjanjian

pinjaman/hibah luar negeri (NPP/HLN) berkenaan sudah ditandatangani dan dinyatakan efektif serta telah diberi kode register PHLN.

194 2014 | Pusdiklatwas BPKP 194 2014 | Pusdiklatwas BPKP

rekening khusus (RK), pembayaran langsung (PL), dan pembukaan letter of credit (LC) serta penarikan langsung khusus hibah.

c)

Alokasi Dana Untuk mengalokasikan dana PHLN dalam DIPA perlu diperhatikan hal‐hal

sebagai berikut. (1) Jenis kegiatan/pekerjaan yang akan dibiayai harus terdapat dalam

uraian kategori dalam NPP/HLN. (2) Dana PHLN untuk setiap kategori pengeluaran masih cukup

tersedia. (3) Porsi dana PHLN sesuai kategori yang telah ditetapkan dalam

NPP/HLN. (4) Khusus PHLN yang penarikannya melalui tata cara L/C, perlu

diperhatikan nilai kontrak pekerjaan secara keseluruhan.

d) Biaya Administrasi Kegiatan Kementerian negara/lembaga wajib memrioritaskan penyediaan dana

pendamping/porsi rupiah lainnya yang dipersyaratkan dalam NPPLN/NPHLN di dokumen pelaksanaan anggaran tahun yang bersangkutan.

e) Satuan Harga Dalam hal dijumpai besaran harga pembiayaan kegiatan‐kegiatan pada

loan agreement atau bagian dari loan agreement (misalnya costtable) yang melebihi HSU, HSPK dan billing rate, maka yang digunakan adalah besaran yang terdapat dalam HSU, HSPK, dan billingrate atau ketentuan lain yang berlaku.

Manajemen Pemerintahan Pusat 195

Penyediaan Dana Loan dan Rupiah Pendamping dalam DIPA Berkaitan dengan pengalokasian dana pendamping, maka penyediaan dana

dalam DIPA mengikuti ketentuan sebagai berikut.

a) PHLN membiayai pembangunan fisik, sedangkan pemerintah berkewajiban membiayai penyediaan tanah. Pembangunan gedung

sekolah tidak akan dapat terlaksana apabila tanah belum tersedia.

b) Bagi DIPA yang memiliki pinjaman dan hibah luar negeri dengan dana pendamping, maka loan dan dana pendamping hanya disediakan untuk

keperluan satu tahun anggaran, dan apabila kegiatan/pekerjaannya harus diselesaikan beberapa tahun (multi years contract) maka kekurangan dana disediakan pada DIPA tahun berikutnya.

c) Jika dana pendamping berasal dari luar APBN, seperti pemda (APBD), BUMN atau dari kontribusi masyarakat, dan sebagainya, maka pencantuman dana pendamping dimaksud dalam DIPA cukup dilakukan dengan memberi kode yang telah ditentukan dalam aplikasi DIPA.

d) Khusus untuk kegiatan‐kegiatan baru yang dananya bersumber dari PHLN namun naskah perjanjiannya masih dalam proses negosiasi, dana

pendampingnya dapat disediakan dari APBN dan atau APBD dengan memerhatikan hal‐hal berikut ini:

(1) perencanaan pembiayaan yang matang; (2) rencana perolehan tanah dan penempatan kembali penduduk,

termasuk rencana pembiayaan untuk tahun pertama pekerjaan ‐pekerjaan konstruksi (civilworks) tersusun;

(3) indikator‐indikator untuk menilai tingkat keberhasilan kegiatan dalam rangka monitoring dan evaluasi, termasuk tersedianya

database kegiatan tersedia; (4) sistem pengadaan barang/jasa dan manajemen keuangan,

termasuk sistem auditnya tersusun;

196 2014 | Pusdiklatwas BPKP

(5) usulan‐usulan (proposal) jasa konsultan, dan dokumen‐dokumen tender (baik untuk pengadaan barang maupun pekerjaan

konstruksi) untuk tahun pertama pelaksanaan kegiatan; (6) project management unit (PMU)/project implementing unit (PIU)

sudah terbentuk waktu negosiasi dan telah dilengkapi dengan staf/personalia, rencana kegiatan dan dana persiapan kegiatan.

4) Pengadaan Barang/Jasa dengan PHLN Pengadaan barang dan jasa dengan sumber dana PHLN, selain harus

memerhatikan syarat yang ditentukan oleh pemberi pinjaman/hibah, juga harus mengikuti ketentuan sebagai berikut.

a) Perjanjian/kontrak pelaksanaan pekerjaan untuk masa lebih dari satu tahun anggaran atas beban anggaran dilakukan setelah mendapat

persetujuan menteri keuangan.

b) Perjanjian/kontrak yang dibiayai sebagian atau seluruhnya dengan PHLN untuk masa lebih dari satu tahun anggaran tidak memerlukan

persetujuan menteri keuangan.

c) Perjanjian/kontrak yang dibiayai sebagian maupun seluruhnya dengan PHLN untuk masa pelaksanaan pekerjaan melebihi satu tahun anggaran, maka di dalam perjanjian/kontrak tersebut harus mencantumkan tahun anggaran pembebanan dana.

d) Perjanjian/kontrak dalam bentuk valuta asing tidak dapat diubah dalam bentuk rupiah dan sebaliknya kontrak dalam bentuk rupiah tidak dapat

diubah dalam bentuk valuta asing.

e) Perjanjian/kontrak dalam bentuk valuta asing tidak dapat membebani

dana rupiah murni.

f) Perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang dan jasa di dalam negeri tidak dapat dilakukan dalam bentuk valuta asing.

Manajemen Pemerintahan Pusat 197 Manajemen Pemerintahan Pusat 197

pinjaman luar negeri (NPPLN) belum ditandatangani.

h) Pengecualian terhadap ketentuan mata uang yang digunakan (d, e, f) harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan RI c.q. Direktur

Jenderal Anggaran. Untuk menghindari terjadinya kegiatan‐kegiatan yang tidak memenuhi syarat

(in ‐eligible), maka isi dari loanagreement (NPPHLN) dan staff appraisal report (SAR) harus dipahami, terutama mengenai:

a) porsi beban loan untuk masing‐masing kegiatan/kategori;

b) kegiatan ‐kegiatan yang dapat dibiayai loan; c)

tanggal closing date;

d) lokasi sasaran/cakupan kegiatan;

e) ketentuan loan lainnya jika ada (cara pembayaran, dan sebagainya).

i. Pencairan Anggaran Belanja Dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN)

Uraian berikut ini sangat bersifat umum dan lebih menekankan pada mekanisme pembayaran uang persediaan untuk SP2D‐PHLN, sedangkan mengenai persyaratan pembayaran atas suatu pinjaman pengaturannya ditetapkan oleh donor serta aturan ‐aturan khusus lainnya, KPPN, dan pihak lain yang terkait.

Penyediaan dana uang persediaan untuk dana yang berasal dari pinjaman luar negeri diatur sebagai berikut.

1) Pembayaran oleh KPPN KCBI Pembayaran oleh KPPN yang berkedudukan di kota yang sama dengan Kantor

Cabang Bank Indonesia (KCBI) dan pemegang rekening kas negara pada KCBI yang bersangkutan.

198 2014 | Pusdiklatwas BPKP

2) Pembayaran oleh KPPN non KCBI Pembayaran oleh KPPN yang di tempat kedudukannya tidak terdapat KCBI.

Pada prinsipnya ketentuan pembebanan oleh KPPN KCBI maupun KPPN non ‐KCBI adalah sama.

Perbedaan terdapat pada prosedur pembebanan SP2D‐PHLN ke rekening khusus, yaitu SP2D‐PHLN yang diterbitkan oleh KPPN non‐KCBI tidak langsung diperhitungkan dengan rekening khusus berkenaan melainkan KPPN non‐KCBI harus membuat Surat Perintah Pembebanan (SPB‐SP2D).