Ketakutan Christian akan Perubahan dan Ketidakpastian yang Dialaminya

4. Ketakutan Christian akan Perubahan dan Ketidakpastian yang Dialaminya

Christian digambarkan sebagai sosok laki-laki yang pendiam dan tidak memiliki seorang kekasih. Di dalam kesendiriannya itu, Christian selalu mengalihkan kesepiannya kepada musik. Selain itu, Christian juga mempunyai seorang sahabat perempuan yang sangat dekat dengannya, yaitu Starla. Starla ini merupakan rekan kerjanya di biro konsultan yang sama selama beberapa tahun.

Kedekatannya dengan Starla sebagai sahabat akhirnya memunculkan konflik batin dalam diri Christian. Diam-diam, Christian tidak menyukai karakter yang dimiliki oleh Starla. Starla memiliki karakter sebagai perempuan yang sering berganti-ganti pacar, seperti dalam kutipan berikut.

commit to user

Sekembalinya Starla, CD yang ia minta sudah kuletakkan manis di atas meja. Plus: sebuah pertanyaan klasik: “Jadi, siapa laki-laki sial itu? Starla tersenyum. “Dia kontraktor, lagi ada proyek hotel di daerah

Carita. Aku ikut nemenin. (Lestari, 2011:131). Kutipan di atas menegaskan seringnya Starla berganti-ganti pacar

sampai-sampai Christian menyebut laki-laki itu sebagai laki-laki sial. Awalnya, Christian memang tidak terlalu memedulikan terhadap karakter Starla yang sering berganti pacar, tetapi rasa ketidakpedulian itu berubah menjadi rasa peduli ketika yang menjadi target Starla adalah teman Christian, Rako. Dalam keadaan ini, id Christian mulai memikirkan untuk meredakan ketegangan yang dialami olehnya, yaitu supaya Rako tidak menjadi target Starla berikutnya. Id yang merupakan bawaan sejak lahir ini menginginkan supaya Rako tidak sakit hati. Penjelasan itu didukung kutipan berikut ini.

“Tumben, Che. Kayaknya penting banget sampai ngajak ketemuan segala,” sambut Starla. “Rako.” Aku tidak berbasa-basi. “Jangan dia, Star.” “Maksud kamu?” “Kita tahu sama tahu modus operandi-mu. Nggak lama lagi dia bakal

ngajak kamu serius. Dan segampang itu kamu bakal buang badan. Ya kan?” tudingku. “Dia sahabatku dari kecil. Aku kenal baik Rako dan

aku tahu sehancur apa dia nanti. Please. Sudahi ini semua. Bilang aja terus terang kalau kamu nggak pernah serius.” (Lestari, 2011:138)

Apa yang didorong oleh id pada akhirnya memang direalisasikan oleh ego untuk mengurangi ketegangan yang ada di dalam diri Christian. Ego sebagai bentuk media untuk menyalurkan apa yang dipikirkan oleh id menyalurkan peringatan tersebut kepada Starla secara langsung. Di sisi lain, Superego yang berfungsi memberikan rintangan dan halangan terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan dan moral seolah-olah menilai apa yang dilakukan oleh Christian sebagai bentuk perwujudan rasa kasih kepada sahabatnya, Rako. Superego pun cemas antara Christian tidak setia kawan dengan Starla atau Christian rela Rako menjadi korban Starla. Namun, justru

commit to user

setelah perwujudan id melalui ego itu, terjadi pertentangan-pertentangan dan ketegangan baru yang seharusnya bisa reda.

“Jadi, selama ini kamu pikir aku ngasih harapan kosong ke orang- orang? Aku nggak pernah ngasih apa-apa selain jadi diriku sendiri.

Mereka kepengen serius atau enggak, itu urusan mereka dan urusanku. Rako bukan anak kecil, Che. Dia butuh supporter, bukan babysitter.” “Kadang-kadang… kamu itu …,” gumamku, gusar, dan gemas. “Kadang-kadang saya ini kenapa?” tantang Starla. “Nggak tahu diri.” Aku berbalik meninggalkannya. (Lestari, 2011:138-139).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa setelah apa yang dirasakan oleh Christian dan disampaikan kepada Starla justru membuat mereka berdua bertengkar. Saling mempertahankan ego-nya masing-masing. Christian menganggap apa yang dilakukan Starla selama ini salah. Dalam keadaan ini, ego yang dimiliki Christian lebih dominan. Kemarahan yang diungkapkan oleh Christian dipertegas dengan kutipan berikut.

Ada rasa muak yang tahu-tahu menyeruak. “Sebelum kamu cerita apa-apa, aku mau kasih tahu sesuatu,” potongku. “Mulai sekarang, nggak ada lagi nge-burn CD. Nggak ada lagi cerita layang- layang.” “Layang-layang … ?” “Urus diri kamu sendiri, Starla. Kamu butuh audiens, bukan teman.”

(Lestari, 2011:141). Satu bulan setelah pertengkaran itu, hidup Christian dan Tansen justru

saling berjauhan. Mereka tidak berkomunikasi lagi seperti biasanya. Komunikasi itu terjalin kembali setelah Starla mengalami musibah. Setelah musibah malam itu, hubungan persahabatan mereka pun terjalin kembali. Di sinilah sebenarnya konflik batin dalam diri Christian muncul kembali.

Id Christian yang sebelumnya berpikir bagaimana untuk mengamankan Starla dari musibah tersebut, yaitu dengan membawa Starla ke apartemen Christian. Ego pun melaksanakan apa yang diinginkan oleh id. Mulai malam itu, Christian menjadi dekat kembali dengan Starla. Kedekatan-kedekatan itu justru memunculkan perasaan lain yang menjadikannya seolah lebih dari sahabat. Semua hidup Christian menjadi berubah, tak seperti dulu lagi. Mulai

commit to user

jadwal kerja, racikan kopi, dan bahkan suhu air untuk mandi. Hal tersebut seperti pada bagian kutipan berikut ini.

“Untuk menggenapi keganjilan hari ini, kuikuti usul sableng Starla untuk pulang lebih cepat. Dan anehnya lagi aku merasa … senang. Senang berada di mobil sebelum waktunya. Senang berada di jalan sebelum orang bubar kantor. Saking senangnya, aku tak mendengarkan lagi kompilasiku. Aku hanya mengemudi dan mengemudi. (Lestari, 2011:145)

Kedekatan-kedekatan yang terjadi antara Christian dan Starla akhir- akhir ini membuat mereka menjadi lebih banyak berkomunikasi. Starla tinggal di apartemen Christian. Dorongan-dorongan nafsu yang sebenarnya dirintangi oleh superego pun muncul. Christian tidak dapat menolak itu. Id dan ego-nya lebih dominan daripada superego. Superego menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh Christian dan Starla sebenarnya tidaklah sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat, tinggal seatap berdua dengan orang yang bukan istrinya. Penjelasan tersebut diperkuat kutipan berikut ini.

Tangannya tiba-tiba meraih tanganku. Hangat. Impuls listrik. Dari sana yang terjadi adalah reaksi kimia. Yang bahkan aku, atau Starla, tidak punya kendali lagi atasnya. (Lestari, 2011:151)

Di dalam hubungannya dengan Starla, Christian justru mendapatkan tegangan-tegangan baru. Id di dalam diri Christian memberontak untuk menolak kedekatan itu. Id berusaha untuk meredakan yang dialami oleh Christian. Starla meninggalkan apartemen Christian.

Rako lebih beruntung. Dia bisa jatuh tanpa perlu mengantisipasi apa- apa. Sementara di sini, aku memaki, berontak, melawan gravitasi, berteriak dalam sunyi: aku tidak mau menjadi layang-layang! (Lestari, 2011:153).

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa sebenarnya Christian memiliki kebimbangan terhadap kedekatannya dengan Starla. Setelah

commit to user

kejadian di apartemen itu, justru bermunculan konflik batin yang dialami oleh Christian. Id Christian menolak hubungan dengan Starla. Id ini berusaha untuk mencari kebebasan hubungan Christian dari Starla. Untuk melakukan hal itu, id memerlukan ego sebagai bentuk realisasinya. Ego merealisasikan itu dengan langsung berbicara kepada Starla.

“Star….” aku melihat sekeliling. Haruskah ini terjadi di koridor apartemen? Kelihatannya tidak ada pilihan lain. “Dua hari kemarin adalah kesalahan terbesar dalam hidupku,” berat mulutku membuka. “Kita sama-sama tahu ini akan berakhir seperti apa. Aku bukan yang kamu cari. Kamu bukan yang aku cari. Kita kembali kayak dulu lagi.

Oke?” (Lestari, 2011:154) Apa yang dialami Christian tersebut menjelaskan bahwa Christian

mengalami konflik batin yang mana ia tidak berharap untuk membina hubungan dengan Starla ke arah yang lebih serius. Di dalam hal ini, superego di dalam diri Christian menyadari bahwa hubungan yang akan dijalani dengan Starla tidaklah bertentangan dengan norma, tetapi Christian justru takut dengan apa yang akan terjadi jika hubungan serius itu benar-benar terjadi. Di dalam keadaan ini, antara id, ego, dan superego pada diri Christian dapat berjalan secara beriringan, tidak ada yang dominan di sana.

Setelah kejadian itu, hubungan antara Christian dan Starla tidak membaik. Namun, disaat itulah Christian merasakan bahwa ia sebenarnya merasa kehilangan Starla. Id Christian mulai berpikir bagaimana mengurangi ketegangan yang dialaminya. Konflik batin pun dialami Christian, seperti dalam kutipan berikut.

Ada kekosongan yang tak bisa kujelaskan. Aku berfungsi, tapi sebagian diriku seperti bermutasi menjadi zombie. Rasanya aku tahu penyebabnya, walau enggan mengakuinya. Aku kehilangan Starla. Dan apakah Starla juga merasakan hal yang sama, menjadi pertanyaan yang menghantuiku. (Lestari, 2011:155)

Untuk mengurangi ketegangan-ketegangan yang dialami oleh batin Christian, ia mencoba menghilangkannya dengan melakukan hal-hal yang dulu menjadi kebiasaannya dengan Starla. Ego sebagai bagian struktur

commit to user

kepribadian yang berprinsip pada realitas mewujudkan apa yang dipikirkan oleh id. Perwujudan untuk meredakan ketegangan yang dialami Christian, yaitu dengan menonton bioskop.

“Studio 1, kursi A1,” aku memasan bangku bioskop sembari memeluk popcorn dan teh kotak, teman-teman setia yang bahkan kubeli duluan sebelum membeli tiket. (Lestari, 2011:156)

Justru di saat Christian ingin mengurangi ketegangan yang dialaminya dengan menonton bioskop, di bioskop itulah ia bertemu kembali dengan Starla. Christian pun akhirnya mengungkapkan apa yang dirasakan setelah Starla pergi dari dirinya. Ketegangan yang dialaminya pun reda setelah berbicara jujur kepada Starla. Superego tidak banyak berperan dalam hal ini karena apa yang dilakukan oleh Christian tidak merugikan orang lain dan tidak menyalahi aturan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, ego Christian ingin melakukan pembuktian bahwa dia mampu menaklukkan Starla. Namun, di sisi lain, ego Christian juga khawatir dengan kondisi tersebut mengingat Starla sering berganti-ganti pacar. Namun, di akhir Christian berhasil untuk menaklukkan Starla. Hal tersebut seperti dikutip dari wawancara berikut.

“Sebagai seseorang yang mengamati dinamika hidup Starla dari jarak yang dianggapnya aman, Che merasa terguncang ketika ia sadar bahwa

ia telah kehilangan posisi aman tersebut. Baginya, selama ini hidup Starla adalah hidup yang berbahaya, yang selalu berusaha ia hindari. Sebetulnya yang ia hadapi adalah ketakutannya sendiri akan perubahan dan ketidakpastian, karena Che adalah orang yang sangat takut kehilangan kendali hidupnya.” (Dewi Lestari)