Tokoh Pak Hadi

2. Tokoh Pak Hadi

Selain Tansen, tokoh lain di dalam cerpen Madre, yaitu Pak Hadi. Pak Hadi inilah yang sebenarnya mengetahui semua tentang Tansen, termasuk

commit to user

latar belakang tentang kehidupan Tansen yang justru tidak pernah diketahui oleh Tansen sebelumnya. Di dalam cerpen tersebut, Pak Hadi digambarkan sebagai orang yang pekerja keras, sabar, dan ulet untuk menjalani kehidupannya. Itu ia buktikan dengan baktinya kepada Tuan Tan dan tetap mempertahankan untuk merawat madre di usia senjanya. Penggambaran Pak Hadi di dalam cerpen tersebut, yaitu sebagai berikut.

a. Dimensi fisiologis yang berkaitan dengan fisik, Pak Hadi digambarkan sebagai seseorang yang sudah tua, berusia sekitar 80 tahun, memiliki muka yang mulai keriput, kedua cuping telinga yang melebar, di seputar pipi terdapat vlek, dan memiliki tubuh yang kurus, tetapi tegap. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.

Laki-laki Cina tua berbaju olahraga menyambutku. Usianya mungkin sudah 80-an, terbaca dari keriput mukanya yang sudah menyerupai lipatan, taburan vlek di seputar pipinya, dan kedua cuping telinga yang melebar. Meski bola matanya mulai kelabu, sorot tatapannya tetap tajam. Tubuhnya kecil ramping dan posturnya tegap. Anehnya, ia melihatku dengan muka bosan seolah kami sudah bertemu ratusan kali, atau sudah ratusan hari dia menungguku. (Lestari, 2011:6)

“Baru bangun? Waduh. Kalau tukang bikin roti harusnya bangun dari Subuh.” “Anak muda itu, kalau pekerjaannya bukan satpam shift malam ya, bangun pagilah. Ikut tai chi dulu sama saya di lapangan dekat sini. ” “Rajin juga Pak Hadi,” aku nyengir. (Lestari, 2011:19)

b. Dimensi sosiologis yang berkaitan dengan tingkah laku sosial Pak Hadi di dalam cerpen Madre digambarkan sebagai orang yang memiliki prinsip dan sabar. Selain itu, Pak Hadi merupakan seorang yang beretnis Cina. Sikap taat dan patuh pada pemimpinnya juga melekat dalam diri Pak Hadi. Namun, di sisi lain Pak Hadi juga memiliki sifat sebagai pengalah ketika memang sesuatu bukan lagi menjadi haknya. Kutipan yang menegaskan penjelasan tersebut adalah sebagai berikut.

“Kan saya udah bilang. Buat Pak Hadi aja.” “Ndak bisa. Cuma kamu yang boleh mengurus madre.” (Lestari, 2011:12)

commit to user

“Besok saya ajarken bikin roti. Sayang. Sudah punya madre tapi ndak dijadiken apa- apa. Nih, tolong kembaliken ke kulkas.” (Lestari, 2011:16)

“Semua harus ditimbang. Persis. Kalau mau rasa konsisten, jangan pakai ilmu kira- kira. Ayo, kamu yang timbang.” “Berapa roti yang kamu tahu?” tanya Pak Hadi. “Roti keju, cokelat, kacang, susu, ... .” “Itu isinya!” Pak Hadi setengah mengomel. “Yang saya maksud itu: roti putih, roti gandum utuh, bagel, foccacia, pita, baguette... tahu ndak?

“Nggak,” jawabku ketus, “Terus, habis ini apa?” “Kita campur semua.”

“Pakai itu, Pak?” Aku melirik mixer besar yang nganggur di pojok lemari.

“Pakai tangan. Kamu harus belajar nguleni. Madre juga perlu kenal tanganmu.” (Lestari, 2011:21)

Penjelasan di atas menegaskan bahwa meskipun Pak Hadi sudah tua, ia tetap mengajari Tansen untuk membuat roti sebagaimana mestinya. Hal itu menunjukkan bahwa Pak Hadi seorang penyabar. Model didikan yang kuat pun diberikan Pak Hadi kepada Tansen dengan tegas, terutama dalam hal membuat roti.

c. Dimensi psikologis berkaitan dengan kejiwaan tokoh. Pak Hadi memiliki jiwa yang setia kepada pemimpinnya. Hal itu dibuktikannya selama bertahun-tahun kepada Tan meskipun kerja tanpa digaji ketika memang omzet Tan de Bakker sudah tak banyak. Tan juga mau menjaga madre sampai menemukan keturunan Tan, Tansen. Dia rela untuk menetap di ruko tua itu sendirian. Namun, Tan memiliki karakter yang tegas. Hal tersebut dibuktikan dalam bagian kutipan berikut ini.

“Toko sudah ndak ada untung, cuma cukupan buat gaji pegawai, tapi Tan terus bertahan. Katanya, madre jangan dibikin nganggur.” “Madre?” “Karyawan di sini cuma lima orang. Bisnis nyusut terus. Lama-lama

kami kerja ndak digaji. Akhirnya nyerah juga dia. Ndak tega sama kami,” Pak Hadi tersenyum kecut. “Yang penting, madre jangan mati. Itu saja yang kami jaga.” (Lestari, 2011: 7)

commit to user

“Kamu bodoh kalau tergiur dengan seratus juta. Uang segitu ndak ada artinya dibandingken yang madre bisa kasih untukmu. Kamu jual madre sekarang, lalu apa? Kalau kamu yang pelihara madre,

kamu bisa punya usaha sampai anak cucu. Ngerti?” “Bertahun-tahun kami menunggu orang yang bisa menghidupkan tempat ini lagi. Kami pikir orang itu ka mu,” Pak Hadi menyahut murung. “Ya, sudah. Terserah sajalah. Lupa saya. Madre itu hakmu.” (Lestari, 2011:30)

Kutipan di atas menjelaskan ketegasan Pak Hadi ketika madre hendak dijual oleh Tansen. Pak Hadi menyadari betul tentang keberadaan dan bagaimana madre sehingga ia bersi keras supaya Tansen tidak menjual madre tersebut. Namun, pada akhirnya Pak Hadi sadar bahwa madre sekarang adalah hak Tansen sehingga Pak Hadi menyerah.

Hasil wawancara yang dilakukan pun menegaskan bahwa Pak Hadi memiliki kepribadian yang santai. Pak Hadi juga merupakan orang yang pantang menyerah serta sosok yang gigih dalam mempertahankan madre. Madre dinilai Pak Hadi sebagai titipan yang harus dijaga dan bukan untuk dijual.