Tokoh Bu Sum

5. Tokoh Bu Sum

Selain Bu Cory, salah satu karyawan Tan yang juga teman seperjuangan Bu Dedeh, Pak Joko, dan Pak Hadi, yaitu Bu Sum. Meskipun peran Bu Sum di dalam cerita ini tidak banyak, tapi kehadirannya cukup memberi warna baru jalannya cerita. Tak berbeda dengan Bu Cory, Bu Sum juga memiliki loyalitas yang tinggi kepada Tan Sin Gie. Dimensi sebagai penggambaran dari Bu Sum, yaitu sebagai berikut.

a. Dimensi fisiologis, yaitu dimensi yang berkaitan dengan ciri-ciri badan. Di dalam cerpen tersebut, Bu Sum digambarkan sebagai wanita yang memiliki

commit to user

tubuh pendek dan gemuk, rambutnya sering disanggul. Kutipan yang mendukung penjelasan tersebut adalah berikut ini.

Bu Sum, yang berperawakan gemuk-pendek dengan rambut disanggul, masa pengabdiannya hanya beberapa tahun saja dengan Bu Cory. (Lestari, 2011:33)

b. Dimensi sosiologis, yaitu dimensi yang berkaitan dengan status sosial, pekerjaan, jabatan, tingkat pendidikan, dan keturunan. Di dalam cerpen Madre , Bu Sum hanya digambarkan sebagai seseorang yang telah lama bekerja di toko Tan de Bakker. Di Tan de Bakker, Bu Sum bekerja di bagian depan. Hal yang tersebut didukung dengan kutipan berikut ini.

Bu Sum, yang berperawakan gemuk-pendek dengan rambut disanggul, masa pengabdiannya hanya beberapa tahun saja dengan Bu Cory. Keduanya dulu bekerja di bagian depan, bertugas melayani pembeli dan menjadi kasir. (Lestari, 2011:33)

c. Dimensi psikologis, yaitu dimensi yang berkaitan dengan keinginan, mentalitas, dan perasaan pribadi. Di dalam dimensi ini, Bu Sum digambarkan sebagai orang yang loyal terhadap pemimpinnya. Meski tak dibayar, ia tetap bekerja di Tan de Bakker. Penulis tak banyak menggambarkan dimensi ini di dalam cerpen Madre. Kutipan yang menjadi bukti dari penjelasan tersebut adalah sebagai berikut.

Mereka berlima adalah pegawai-pegawai terakhir toko roti Tan. Seperti cerita Pak Hadi, mereka sempat bertahan bekerja tanpa digaji sampai akhirnya Pak Tan tak tega dan menutup usahanya. (Lestari, 2011:34)

Tokoh pendukung lainnya, yaitu Bu Dedeh. Tak banyak cerita mengenai Bu Dedeh. Penulis hanya menggambarkan bahwa Bu Dedeh merupakan pegawai termuda yang telah bekerja selama tiga puluh tahunan. Dari dimensi fisiologis, Bu Dedeh pun tidak digambarkan secara jelas oleh penulis. Penulis hanya menceritakan bahwa Bu Dedeh berasal dari Tasikmalaya. Bu Dedeh

commit to user

juga digambarkan sebagai sosok yang memiliki kesetiaan terhadap pemimpinnya.

Tak jauh berbeda dengan Bu Dedeh, tokoh Pak Joko juga tidak digambarkan secara jelas. Namun, dari sisi fisiologis, Pak Joko digambarkan sebagai orang yang pendiam dan bersuara lembut serta memiliki badan yang tinggi. Secara sosiologis, Pak Joko bekerja di toko roti bagian belakang, yaitu sebagai pembuat kue. Masa kerjanya sudah sekitar empat puluh tahunan. Namun, dari sisi psikologis, penulis tidak menggambarkan secara eksplisit, tetapi implisit bahwa Pak Joko merupakan seseorang yang memiliki keloyalan terhadap atasannya.

Satu-satunya eks pegawai pria selain Pak Hadi adalah Pak Joko, yang berkopiah, bersuara lembut, dan cenderung pendiam. Tubuhnya tinggi dengan bahu condong ke dalam seolah senantiasa memberi tanda “permisi”. Pak Joko mengabdi empat puluh tahunan di sana, bertugas

bersama Pak Hadi dan Bu Dedeh di dapur sebagai pembuat roti. (Lestari, 2011:34)

Berbeda dengan cerpen Madre, cerpen Menunggu Layang-layang memiliki dua tokoh utama dan satu tokoh pendukung. Ada tokoh lain yang mencoba dihadirkan oleh penulis, tetapi itu hanya sebuah namanya saja. Karakter dan kegiatan tokoh tersebut tidak diceritakan secara kompleks. Tokoh utama di dalam cerita tersebut, yaitu Christian dan Starla, sedangkan tokoh pendukung cerita, yaitu Rako. Kemunculan Rako hanya beberapa bagian saja, tetapi cukup untuk memunculkan konflik antara Christian dan Starla.