2.4 Penerapan Metode Make a Match
Departemen Pendidikan
Nasional online
at http:125.160.17.21speedyorariview.php?file=pendidikanpelajaran-
sekolahktsp-smk14.ppt menjelaskan metode make a match mencari pasangan merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif cooperatif
learning dalam praktek metode pembelajaran inovatif. Model pembelajaran kooperatif dapat dikatakan sebagai metode pembelajaran inovatif karena lebih
mengakomodir keterampilan kerjasama siswa, sehingga peran guru tidak lagi terlalu dominan.
Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas masih banyak yang terpusat pada guru, sehingga terkesan hanya satu arah dari guru ke siswa.
Ramadhan online at Tarmizi Ramadhan’s Blog.htm menjelaskan pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa
kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa
dengan siswa jarang terjadi. Pendekatan pembelajaran tersebut belum memaksimalkan hasil belajar siswa. Hal tersebut terlihat pada pencapaian nilai
akhir siswa dalam satu tahun belakangan ini, siswa yang memperoleh nilai 60 ke atas tidak lebih dari 25. Rendahnya pencapaian nilai akhir siswa tersebut
menjadi indikasi bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini belum efektif. Menurut Sanjaya 2007:242 pembelajaran kooperatif cooperative
learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda. Ibrahim online at Tarmizi Ramadhan’s Blog.htm, 2008
menjelaskan model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Yurnetti
2002 menjelaskan pembelajaran kooperatif cooperative learning beranjak dari konsep Dewey bahwa “Classroom should mirror the large society and be
laboratory for real-life learning”. Sanjaya 2007:243 menguatkan penjelasan Yurnetti dengan menyatakan model pembelajaran cooperative learning
beranjak dari dasar pemikiran getting better together, yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif
kepada siswa untuk memperoleh, dan mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi
kehidupannya di masyarakat. Model pembelajaran kooperatif dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir. Melalui model pembelajaran cooperative learning, siswa
bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam proses belajar mengajar, tetapi dapat juga belajar dari siswa lainnya dan sekaligus
mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Pada saat siswa belajar, akan berkembang suasana belajar yang terbuka karena akan terjadi
proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Yurnetti 2002 menjelaskan beberapa kelebihan model pembelajaran
kooperatif dalam mengembangkan potensi siswa dalam kelompok, seperti terjadinya hubungan saling menguntungkan di antara anggota kelompok yang
melahirkan motivasi, mengembangkan semangat kerja kelompok dan kebersamaan, serta menumbuhkan komunikasi yang efektif dan semangat
kompetisi di antara anggota kelompok. Menurut Rivera Yurnetti, 2002, “Pembelajaran kooperatif juga dapat meredam kompetisi tidak sehat dan
pengucilan individual. Satu hal yang lebih penting lagi, pembelajaran kooperatif ini dapat menghindari learning disability and social interaction dan
meningkatkan oral language development”. Kelebihan pembelajaran kooperatif juga diungkapkan oleh Beck dan
Kosnik Tripp dan Eick, 2008 yang menyatakan bahwa “The relationship between interns and cooperating teachers has brought up supportive qualities
including emotional support, peer relationship, collaboration, flexibility, and feedback”. Beck dan Kosnik Tripp dan Eick, 2008 conclude that the elements
most valued by interns had to do with their relationship with their cooperating teacher.
Departemen Pendidikan
Nasional online
at http:125.160.17.21speedyorariview.php?file=pendidikanpelajaran-
sekolahktsp-smk14.ppt menjelaskan metode make a match merupakan metode pembelajaran yang menggunakan pasangan kartu, yaitu siswa disuruh
untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal dengan batas waktu tertentu. Siswa yang dapat mencocokkan kartu sebelum batas waktunya
diberi poin. Metode make a match ini cocok digunakan untuk sesi review proses belajar mengajar, dimana beberapa pertanyaan konsep atau topik materi
pelajaran dapat disajikan dalam bentuk kartu soal maupun kartu jawaban.
Departemen Pendidikan
Nasional online
at http:125.160.17.21speedyorariview.php?file=pendidikanpelajaran-
sekolahktsp-smk14.ppt memaparkan kelebihan metode make a match adalah dapat melatih ketelitian, kecermatan, ketepatan dan kecepatan siswa dalam
proses berfikirnya, karena siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan jawaban atau soal yang tertera pada kartu dan mencocokkannya dalam waktu
singkat. Siswa akan terdorong untuk belajar dan berfikir. Selain itu, banyaknya interaksi yang terjadi antar individu akan menyebabkan proses belajar menarik
dan menyenangkan, karena siswa akan merasa saling membutuhkan untuk mencocokkan kartu soal dengan kartu jawaban. Tehnik yang terkandung di
dalamnya, dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain
itu juga dapat mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.
Departemen Pendidikan
Nasional online
at http:125.160.17.21speedyorariview.php?file=pendidikanpelajaran-
sekolahktsp-smk14.ppt menyatakan bahwa ”Metode pembelajaran make a match pertama kali dikenalkan oleh Lorna Curran pada 1994”. Langkah-
langkah metode pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut: a.
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan
bagian lainnya kartu jawaban. b.
Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
c. Setiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya soal jawaban. e.
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu
yang berbeda dari sebelumnya. g.
Langkah pembelajaran ini dapat diulangi selama sesi review. h.
Kesimpulan dan Penutup.
2.5 Kerangka Berpikir