22
2.3 KETAMIN
Semenjak ditemukan adanya N-methyl-D-aspartate NMDA reseptor yang berperan dalam persepsi nyeri menyebabkan saat ini banyak para klinis khususnya
praktisi nyeri untuk memulai penelitian baru terhadap ketamin
yang saat ini digunakan sebagai multimodal
analgesia dalam
penanganan nyeri.
41
Gambar 2.3.1. Struktur ketamin
2.3.1. Farmakologi ketamin
Ketamine, 2-o-chlorophenyl-2-methylamine-cycloexanone
pertama kali
disintesis pada tahun 1963 dan pertama sekali digunakan pada manusia pada tahun 1965 oleh Corssen dan Domino. Obat ini larut dalam lemak dengan berat molekul
238 dalton, pKa 7,5 dan digunakan dalam bentuk rasemik atau isomer levogyrous S+ ketamin.
S+ ketamin 3 sampai 4 kali lebih poten dari isomer R-ketamin untuk penanganan nyeri, sedikit menimbulkan agitasi dari pada yang bentuk
rasemik dan dextrogyrous. S+ ketamin dua kali lebih poten dari rasemik dalam mencegah sensitisasi central
spinal cord.
42
Ketamin dapat diberikan melalui oral, intramuskular, intravena bahkan saat ini berkembang penelitian ketamin epidural. Ketamin memiliki bioavaibilitas
93 dan waktu paruh sampai 186 menit. Volume distribusi besar diperkirakan mencapai 3Lkg.
41
Plasma puncak setelah pemberian intravena terjadi dalam waktu 1 menit, intramuskular dalam waktu 5 menit dan pemberian secara oral
dalam waktu 30 menit.
43
Ketamin terdistribusi ke organ yang memiliki perfusi yang tinggi seperi otak dengan empat sampai lima kali dari kadar plasma dengan
eliminasi obat melalui redistribusi obat dari organ yang perfusinya baik ke tempat yang kurang baik. Ketamin mengalami metabolisme konjugasi di hati melalui
Universitas Sumatera Utara
23
enzim sitokrom P45.
44
Norketamin adalah hasil metabolit ketamin yang masih aktif, tetapi potensiasinya sepertiga sampai seperlima dari ketamin dan pada
akhirnya metabolit tadi dikonjugasikan menjadi larut air dan pada akhirnya diekskresikan melalui urin.
45
Ketamin memiliki kelarutan lemak yang tinggi sehingga obat ini gampang masuk melewati sawar darah otak. Ketamin memiliki
ikatan dengan protein plasma 12 dan waktu paruh tercapai dalam 10 menit.
43
2.3.2. Mekanisme kerja ketamin
Ketamin bekerja pada susunan saraf pusat dan menurut beberapa penelitian ketamin memiliki aktivitas perifer. Efek kerja ketamin bekerja pada reseptor
NMDA N-methyl-D-aspartate pada bagian kutub kalsium.
Aktivasi reseptor NMDA menyebabkan influx kalsium ekstraseluler ke intraseluler. Peran kalsium
adalah sebagai second messanger untuk reaksi nyeri selanjutnya melalui pelepasan neurotransmitter nyeri yang lain.
46,47
Blok pada NMDA reseptor adalah cara kerja utama dari ketamin di susunan saraf pusat dan medulla spinalis. Sebagai
tambahan bahwa ketamin juga menghambat pelepasan dari glutamat yang bertindak
sebagai neurotransmiter
eksitatori yang
berperan sebagai
neurotransmiter nyeri. Mekanisme lainnya adalah ketamin berikatan dengan reseptor opioid yaitu mu dan kappa.
44
Interaksi ini terjadi sangat kompleks. Afinitas ketamin terhadap reseptor opioid ini 10 kali lebih lemah dari ikatannya
terhadap reseptor NMDA dengan adanya bukti bahwa naloxon yang merupakan antagonis opioid tidak mengantagonis efek analgetik dari ketamin.
44,45
Ada bukti juga bahwa reseptor seperti monoaminergik, muskarinik dan nikotinik menjadi
tempat ikatan ketamin sekaligus ketamin menimbulkan efek takikardi dan bronkodilator.
44
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 2.3.2. Reseptor NMDA N-methyl-D-aspartate
2.3.3. Efek ketamin pada fungsi organ