Faktor pendukung dan penghambat pemberdayaan gelandangan dan

90 4 Pendampingan oleh Balai RSBKL Tahap selanjutnya setelah warga binaan mengikuti semua kegiatan di Balai RSBKL Yogyakarta yaitu resosialisasi, yaitu upaya lembaga dalam membantu warga binaan untuk kembali ke masyarakat. Upaya yang dilakukan yaitu dengan memfasilitasi warga binaan untuk bekerja misalnya di rumah makan, transmigrasi atau dipulangkan ke daerah asal. Upaya tersebut dilakukan guna memberikan kesempatan untuk warga binaan menjadi bagian dari masyarakat lagi dengan kemampuan yang telah dimiliki, yang didapat dari Balai RSBKL Yogyakarta.

c. Faktor pendukung dan penghambat pemberdayaan gelandangan dan

pengemis berbasis kecakapan hidup di Balai RSBKL Yogyakarta 1 Faktor pendukung Pemberdayaan sebagai sebuah proses, dalam pelaksaanaannya terdapat faktor-faktor yang mendukung sehingga prosesnya bisa berlangsung lancar. Adapun faktor-faktor yang mendukung proses pemberdayaan diungkapkan oleh bapak “Tr”: “Mungkin yang mendukung dari kegiatan ini menurut saya dari segi ruangan sudah cukup baik dan luas. Semua sarana yang ada sudah memadai”catatan wawancara tanggal 26 april 2017. Pelaksanaan bimbingan agama Islam dilakukan di ruang aula Balai RSBKL Yogyakarta. Di aula tersebut tersedia media yang dapat digunakan guna menunjang kegiatan bimbingan misalnya tersedianya LCD. Dari segia tempat, luas aula juga mampu menampung warga binaan yang mengikuti 91 bimbingan dan didukung oleh meja kursi yang jumlahnya memadai sehingga suasananya lebih nyaman. Hal serupa juga diungkapkan oleh Bapak “Hr” selaku instruktur budi pekerti: “Saya kira yang mendukung pemberdayaan yaitu sarana yang cukup memadai dari segi ruangan. Perlengkapan misal LCD juga ada untuk mendukung penyampaian materi”catatan wawancara tanggal 29 april 2017. Selain sarana dan prasarana yang mendukung terlaksananya proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Balai RSBKL Yogyakarta, ada faktor pendukung lainnya yaitu instruktur yang berpengalaman. Diungkapan oleh Ibu SW bahwa beliau sudah 11 tahun menjadi instruktur menjahit di Balai RSBKL Yogyakarta. Beliau sudah paham mengenai karakteristik warga binaan yang ada di Balai RSBKL Yogyakarta. Ibu SW mengungkapkan sebagai berikut ini: “Saya sudah sejak tahun 2006 mbk, jadi kira- kira sudah 11 tahun jadi instruktur di sini. Sudah hafal dengan macam- macam karakter warga binaan ”catatan wawancara tanggal 23 maret 2017. Sementara Ibu Sm selaku instruktur keterampilan sudah 10 tahun menjadi instruktur di Balai RSBKL Yogyakarta. Seperti yang diungkapakan berikut ini: “Saya sudah lama jadi instruktur di sini mbak, sudah 10 tahun jadi instruktur. Dulu saya ditawari sama pegawai bagian PRS yang kebetulan kenal saya. Beliau nawarin ke saya mau tidak jadi instruktur memasak di Balai dan dari itu sampai sekarang saya jadi instruktur di sini”catatan wawancara tanggal 31 maret 2017. 92 Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan faktor yang mendukung pemberdayaan yang dilaksakanakan di Balai RSBKL Yogyakarta yaitu sarana dan prasarana yang tersedia memadai dan instruktur yang berpengalaman. 2 Faktor penghambat Dalam pelaksanan pemberdayan yang dilakukan oleh Balai RSBKL Yogyakarta tidak berjalan secara lancar karena terdapat faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pemberdayaan. Faktor-faktor tersebut berasal dari warga binaan, lembaga dan instruktur. Ibu “SW” selaku instruktur keterampilan menjahit menuturkan : “Ya gimana ya mbak, disini warganya itu masuknya tidak bersamaan sehingga antara warga satu dengan yang lainnya tingkat penguasaannya berbeda. Yang satu sudah bisa pake mesin, yang satunya belum. Pada saat kegiatan ya mbak tahu sendiri kan, nanti ada yang minta ijin ke belakang trus ga balik lagi. mereka mau datang ke kegiatan menjahit ini saya sudah apresiasi sekali, mudah-mudahan selanjutnya bisa memotivasi belajar menjahit. Ya memang kalau orang dari jalanan pikirannya memang berbeda dengan yang lain”catatan wawancara tanggal 23 maret 2017. Pada kegiatan bimbingan keterampilan menjahit, pada awalnya warga binaan perempuan hadir. Setelah berjalan sekitar satu jam, warga binaan ada yang keluar dari ruang kelas dengan alasan ke toilet. Namun pada akhirnya mereka tidak kembali lagi. Kejadian tersebut sudah biasa terjadi pada semua kegaitan bimbingan yang ada di Balai RSBKL Yogyakarta. Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu “Sm” selaku instruktur olahan pangan. Beliau mengatakan bahwa : 93 “Ya gimana ya mbak, warga di sini kan keluar masuk ya, jadi kadang sudah kompak ganti orang lain lagi. Apalagi ini kan ngajarin orang jalanan jadi lebih sulit karena mereka kan berasal dari jalanan. Pikiran mereka kan kalau mengemis lebih cepat menghasilkan. Kalau alat- alat disini kan sudah banyak yang rusak jadi biar kegiatannya lanc ar ya saya bawa alat dari rumah”catatan wawancara 31 maret 2017. Selain itu Bapak “Tr” selaku instruktur bimbingan agama Islam juga menambahkan bahwa dalam upaya menyadarkan gelandangan dan pengemis merasakan adanya hambatan. Adapun hambatan yang dirasakan beliau mengungkapkan: “Bisa dilihat dari segi partisipasinya ya mbak. Sebagian dari mereka banyak yang tidak ikut, alasannya ya lagi mandi, sakit dan sebagainya. Ya nyuwun sewu karena memang mereka dari jalanan jadi pola berpikir dan mindsetnya berbeda dengan kita. Nah ini lah yang harus kita berubah, tapi memang butuh waktu yang lama”catatan wawancara tanggal 26 april 2017. Pada bimbingan agama Islam tidak semua berpartisipasi. Hanya sebagian dari jumlah warga binaan yang ikut bimbingan. Bagi mereka yang tidak ikut bimbingan memilih di kamar saja dengan alasan sedang sakit. Selain itu ada juga warga binaan yang mengikuti kegiatan tidak sampai selesai. Pada saat memasuki waktu sholat dhuhur, warga binaan yang ikut sholat paling banyak hanya 4 orang dari jumlah total 43 orang. Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Bapak “Hr” selaku instruktur budi pekerti. Beliau mengatakan bahwa warga binaan kurang begitu berminat mengikuti kegiatan budi pekerti. Bapak “Hr” menjelaskan sebagai berikut: “Ya selama ini, mereka kurang minat dalam mengikuti kegiatan ini. Saya kira hal itupun terjadi pada kegiatan yang lain. Hal tersebut disebabkan oleh pola pikir mereka atas apa yang sebenarnya mereka butuhkan untuk memperbaiki kehidupannya. Disamping itu tidak ada pendampingan dari balai pada saat pelaksanaan sehingga mereka banyak yang tidak ikut.Ya 94 mungkin ini bagian dari proses mbak. Karena yang saya ketahui tiap-tiap orang akan berubah pada saatnya nanti. Mungkin saat ini mereka belum sadar dan esok saya berharap akan ada perubahan yang lebih baik setelah keluar dari Balai RSBKL Yogyakarta ”catatan wawancara tanggal 29 april 2017 Lain halnya yang diungkapkan oleh Ibu “Sv” selaku warga binaan. Ibu Sv mengatakan: “kadang saya juga iri mbak. Ada yang ga ikut kegiatan, mereka malah cuma di kamar. Kadang saya ngadu ke peksos yang ga ikut, nanti baru ditegur. Tapi kalau saya ngadu terus ya ga enak juga sama yang lain”cacatan wawancara tanggal 18 april 2017. Bapak JW juga menambahkan bahwa selama ini instruktur tidak membuat semacam rancangan kegiatan apa yang akan diberikan oleh warga binaa. Beliau menuturkan: “yang membuat rencana kegiatan dari instruktur hanya instruktur bimbingan agama saja. sementara yang lainnnya tidak. Jadi kegiatan yang dilaksanakan berjalan begitu saja tanpa adanya kepastian minggu ini materinya apa, besok materinya apa”catatan wawancara 6 april 2017. Dari sekian instruktur yang ada di Balai RSBKL Yogyakarta hanya dari instruktur bimbingan agama Islam yang membuat rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Rancangan kegiatan sebenarnya membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang dilaksanakan. Selain itu juga untuk memantau sampai dimana pembelajaran sejauh mana pembelajaran telah dilaksanakan. Dari beberapa faktor yang telah diungkapkan, dapat disimpulkan faktor- faktor yang menghambat dalam pemberdayaan gelandangan dan pengemis meliputi: 1 kurangnya minat gelandangan dan pengemis pada beberapa kegiatan bimbingan; 2 motivasi untuk berubah masih kurang. Hal tersebut 95 ditandai dengan adanya beberapa orang yang masih mengemis; 3 proses masuknya gelandangan dan pengemis tidak terjadi secara bersamaan sehingga dalam pemberian pengetahuan dan keterampilan berlangsung kurang lancar. Hal tersebut mengakibatkan pada tingkat penguasaan kompetensi yang berbeda; 4Tidak adanya silabus dalam pemberian pengetahuan sehingga upaya pengembangan pada aspek kognitif kurang maksimal; 5 Pengawasan terhadap keikutsertaan warga binaan kurang maksimal.

B. Pembahasan