Aspek afektif Aspek-aspek pemberdayaan gelandangan dan pengemis berbasis

96 diberdayakan dengan tujuan untuk menjadikan manusia yang lebih mandiri. Upaya pemberdayaan gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh Balai RSBKL Yogyakarta dengan cara pendidikan. Selaras dengan asas pendidikan yakni sepanjang hayat yang bermakna bahwa pendidikan dimulai dari manusia lahir sampai meninggal. Fungsi Balai RSBKL Yogyakarta tersebut mengacu pada pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi” Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. Artinya bahwa semua warga Negara tanpa terkecuali gelandangan dan pengemis berhak memperoleh pendidikan dengan difasilitasi oleh Negara.

a. Aspek afektif

Pada aspek afektif, Balai RSBKL Yogyakarta mengembangkan sikap bersabar, berusaha, semangat bekerja, kemandirian, keimanan dengan Tuhan dengan harapan nilai- nilai tersebut dapat merasuk ke dalam jiwa sehingga ada perubahan sikap bahwa menggelandang dan mengemis bukan pekerjaan yang baik. Pengembangan pada aspek ini merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kecakapan warga binaan untuk mengenal dirinya sendiri, menyadari dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, menyadari akan kekurangan dan kelebihan dirinya. Penghayatan akan dirinya sebagai individu ini berguna untuk bekal ke depan untuk meningkatkan dirinya sebagai anggota masyarakat yang bermanfaat bagi lingkungannya. Proses pengembangan pada aspek afektif memang membutuhkan waktu yang tidak singkat oleh karenanya proses pemberdayaan berlangsung bertahap. Pada 97 tahapan pengembangan aspek afektif, individu dikembangkan dari sikap belum merasa peduli kemudian tahap selanjutnya tumbuh rasa kesadaran dan kepedulian. Setelah tumbuh rasa kesadaran dan kepedulian maka tahap selanjutnya yaitu bagaimana cara memupuk rasa semangat kesadaran dan kepedulian tersebut sehingga individu pada akhirnya merasa bahwa dia membutuhkan kemandirian Sulistyani, 2004 :84. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesadaran warga binaan masih belum mencapai pada tingkat tinggi. Hal tersebut terlihat masih sedikitnya warga binaan yang bersungguh-sungguh mengikuti kegiatan yang ada di Balai RSBKL Yogyakarta. Ada yang mengikuti kegiatan sebatas memenuhi absenmenggugurkan kewajiban. Ada yang masih melakukan kegiatan mengemis pada siang hari setelah selesai mengikuti kegiatan di Balai RSBKL Yogyakarta.Dari fenomena tersebut menggambarkan bahwa kesadaran untuk berubah masih rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembinaan awal bagi gelandangan dan pengemis sebelum mengikuti kegiatan-kegiatan di Balai RSBKL Yogyakarta. Pembinaan awal dapat dilakukan dengan perbaikan mental dengan materi etos kerja, konsep diri, dan kemandirian. Perbaikan mental ini bertujuan untuk mengubah pola pikir dari menggantungkan hidup dengan belas kasihan orang lain menjadi cara memanfaatkan potensi diri guna mendapatkan pendapatan melalui bekerja. Inti pemberdayaan terletak adalah membangun kesadaran dan mengembangkan sikap mandiri. Pemberian motivasi yang dilakukan oleh instruktur dengan cara memberikan semangat 98 untuk berubah dalam rangka mencapai manusia yang lebih mandiri. Motivasi diberikan dengan menceritakan mantan warga binaan yang telah berhasil setelah keluar dari Balai RSBKL Yogyakarta dan memiliki pekerjaan. Sebagai contoh, instruktur keterampilan olahan pangan memberikan gambaran manfaat yang diperoleh apabila keterampilan membuat makanan ditekuni dengan baik dapat membuka peluang untuk berwirausaha.

b. Aspek Kognitif