Gelandangan dan Pengemis Kajian Teori

29 alat. Sementara dari komponen pendidikan yang berpengaruh antara lain lingkungan fisik, budaya, dan sosial. Komponen-komponen pendidikan tersebut saling berkaitan untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika salah satu komponen pendidikan tidak adakondisi tidak baik maka proses pembelajaran menjadi kurang lancar. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembelajaran perlu memperhatikan komponen- komponen pendidikan agar dalam mencapai tujuan dapat berjalan lancartidak ada kendala yang berarti.

2. Gelandangan dan Pengemis

a. Gelandangan Istilah gelandangan berasal dari gelandang yang artinya yang selalu mengembara, yang berkelana. Onghikham dalam Mahasin 1986: 3 mendeskripsikan gelandangan sebagai orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan layak serta tidak memiliki tempat tinggal. Sementara Menurut Dinas Sosial Provinsi Yogyakarta, Gelandangan adalah orang- orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum. Lain halnya Menurut Twikromo 1999: 6 gelandangan adalah “orang yang tidak tentu tempat tinggalnya, pekerjaannya dan arah tujuan kegiatannya“. semakin banyaknya gelandangan merupakan contoh yang ada 30 saat ini bahwa kecakapan hidup adalah faktor yang paling berpengaruh dan mendasari mengapa masalah sosial ini terjadi. Menurut Murdiyanto 2012: 16-17 gelandangan adalah orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai mata pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gelandangan yaitu orang yang kehidupan sehari-harinya berada di jalanan serta tidak memiliki tempat tinggal. Dinas Sosial DIY telah menetapkan kriteria seseorang disebut sebagai gelandangan sebagai berikut: 1. Seseorang laki-lakiperempuan usia 18-59 tahun 2. Tinggal di sembarang tempat dan hidup mengembara atau menggelandang di tempat-tempat umum, biasanya di kota-kota besar, 3. Tidak mempunyai tanda pengenal atau identitas diri 4. Berperilaku kehidupan bebasliar 5. Terlepas dari norma kehidupan masyarakat pada umumnya 6. Tidak mempunyai pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil sisa makanan atau barang bekas, Sementara pada Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 kriteria gelandangan sebagai berikut: 1 Tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk; 2 Tidak memiliki tempat tinggal tetap; 3 Tidak memilki penghasilan yang tetap; 4 Tidak memiliki rencana mengenai masa depan anak. b. Pengertian Pengemis Kata pengemis rupanya telah masuk salah satu kosa kata bahasa indonesia yang berasal dari kata dasar kemis Kamis bukan emis. Dahulu penguasa Kerajaan Surakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh seorang raja 31 bernama Pakubuwono X. Seorang raja yang sangat dermawan serta gemar membagi-bagikan sedekah kepada kaum tak punya terutama menjelang hari Jum’at khususnya pada hari Kamis sore. Pada hari kamis tersebut, Raja Pakubuwono X keluar dari istananya untuk melihat-lihat keadaan rakyatnya, dari istananya menuju Masjid Agung. Perjalanan dari gerbang istana menuju Masjid Agung ditempuh dengan berjalan kaki yang tentunya melewati alur-alur lor alun-alun utara, rupanya di sepanjang jalan rakyatnya berjejer rapi di kanan dan kiri jalan. Mereka mengelu-elukan sembari menundukkan kepala sebagai tanda penghormatan kepada pemimpinnya. Pada saat itu raja tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bersedekah dan langsung diberikan kepada rakyatnya berupa uang. Mungkin kegiatan yang dilakukan sang raja merupakan warisan yang dilakukan oleh pendahulunya yang juga seorang penguasa. Ternyata kebiasaan yang dilakukan setiap hari Kamis tersebut berlangsung terus-menerus. Dalam bahasa Jawa Kamis dibaca kemis, maka lahirlah sebutan orang yang mengharapkan berkah di hari kemis. Istilah ngemis kata ganti untuk sebutan pengharap berkah di hari kemis dan orang yang melakukannya disebut dengan nama pengemis pengharap berkah pada hari kemis. Menurut Dinas Sosial Yogyakarta, pengemis adalah orang-orang yang dapat penghasilan meminta-minta di tempat umum dengan berbagai alasan 32 untuk mengharapkan belas kasihan orang lain. Adapun seseorang dikatakan sebagai seorang pengemis, jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1 Seseorang laki-lakiperempuan usia 18-59 tahun Meminta-minta di rumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan jalan lampu lalu lintas, pasar, tempat ibadah dan tempat umum lainnya. 2 Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan berpura-pura sakit, merintih, dan kadang-kadang mendoakan dengan bacaan-bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu. 3 Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur dengan penduduk pada umumnya Dinas Sosial Yogyakarta, 2016 diakses pada http:dinsos.jogjaprov.go.idjenis-jenis-pmks . Sementara pada Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 disebutkan bahwa kriteria pengemis sebagai berikut: 1 Mata pencaharian tergantung dari belas kasihan orang lain, 2 Berpenampilan kumuh dan compang- camping, 3 Berada di tempat-tempat yang strategis, dan 4 Memanfaatkan sesama untuk merangsang belas kasihan orang lain Jika diklasifikasikan lagi, menurut Dimas 2013: 5-6, pengemis sendiri terbagi atas 2 macam tipe yakni : 1 Pengemis miskin materi Pengemis miskin materi merupakan pengemis yang melakukan kegiatan mengemis dikarenakan adanya keterbatasan yang ada yakni keterbatasan materi uang dan harta . 2 Pengemis miskin mental Berbeda dengan pengemis miskin materi, bahwa pengemis miskin mental merupakan pengemis yang sebenarnya memiliki harta namun karena sikap 33 malasnya yang menimbulkan sikap mental yang tidak baik. Dimas, 2013: 5- 6. Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pengemis. Menurut Dimas 2013: 7-20 faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pengemis diantaranya: 1 Merantau dengan modal nekad 2 Malas berusaha 3 Cacat fisik 4 Biaya pendidikan yang mahal 5 Tidak adanya lapangan pekerjaan 6 Tradisi yang turun temurun 7 Mengemis daripada menganggur 8 Harga kebutuhan poko yang mahal 9 Terlilit masalah ekonomi yang akut 10Disuruh orang tua Berbicara mengenai gelandangan dan pengemis erat kaitannya dengan kemiskinan. Penduduk miskin memiliki keterkaitannya mengenai tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat kesehatan dan gizi serta produktivitas kerja. Munculnya kemiskinan dalam suatu masyarakat berkait dengan budaya dan ketidakadilan. Menurut para ahli ilmu sosial bahwa kemiskinan yang muncul berkait dengan budaya yaitu kemiskinan yang timbul akibat sikap etos kerja yang rendah, malas dan perilaku hidup yang konsumtif. Sementara kemiskinan yang berkait dengan ketidakadilan merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh suatu ketidakadilan dalam kepemilikan faktor produksi dalam masyarakat. Kepemelikikan faktor produksi yang tidak merata mengakibatkan 34 munculnya 2 golongan yakni kelompok pemiliki tanah dan kelompok tidak memiliki tanah Soetrisno, 1997 : 16. Lain halnya dengan Chambers dalam Soetrisno 1997: 18-19 bahwa kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor yang disebut ketidakberuntungan yang saling terkait satu dengan yang lain. Ada lima “ketidakberuntungan” yang melingkari kehidupan orang miskin diantaranya : 1 Kemiskinan poverty 2 Fisik yang lemah physical weakness 3 Kerentanan vulnerability 4 Keterisolasian isolation 5 Ketidakberdayaan powerless Orang miskin memiliki tanda-tanda sebagai berikut diantaranya dari segi ekonomi, tingkat pendapatan yang tidak menentu dan dalam jumlah yang tidak memadai untuk mencukupi kebutuhan hidup. Fasilitas rumah yang kurang memadai untuk dihuni misalnya ketersediaan MCK, perlengkapan dan lain- lain. Kelemahan fisik orang miskin disebabkan adanya ketergantungan yang tinggi pada salah satu anggota keluarga yang berfungsi sebagai pencari nafkah. Akibat ketergantungan yang tinggi menyebabkan anggota keluarga miskin secara fisik lemah sebagai akibat dari interaksi dari berbagai penyakit dan rendahnya gizi. Ketidakberuntungan yang ketiga yaitu kerentanan. Orang miskin rentan dalam menghadapi situasi yang darurat. Mereka tidak memiliki cadangan berupa uang yang cukup untuk menghadapi kondisi yang terjadi secara 35 mendadak. Akibatnya, sering menjual apapun yang dimilki atau berhutang kepada tetangga untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketidakberuntungan yang keempat yaitu keterasingan. Orang miskin memiliki keterbatasan dalam akses terhadap sumber-sumber informasi sehingga mereka semakin menjadi objek pergunjingan. Ketidakberdayaan merupakan ketidakberuntungan yang terakhir bagi orang miskin. Orang miskin tidak berdaya untuk melawan orang-orang yang sering mengeksploitasi merekarentenir. Mereka juga tidak berdaya jika dihadapkan oleh aparat polisi yang melakukan penertiban lingkungan. Dalam rangka menanggulangi masalah kesejahteraan sosial, Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Sosial melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial yang diwujudkan dalam program kesejahteraan sosial prokesos. Adapun sasaran dari program tersebut adalah penduduk miskin yang menyandang masalah kesejahteraan sosial yang meliputi penyandang cacat, penduduk usia lanjut, anak terlantar, anak yatim piatu, penduduk terasing, anak jalanan, pemulung, gelandangan serta fakir miskin lainnya. Adapun prokesos meliputi program-program sebagai berikut: 1 Program Rehabilitasi Penyandang Cacat 2 Program Pembinaan Kesejahteraan Lanjut Usia 3 Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar, Anak Jalanan, dan Pemulung 4 Program Bantuan Kesejahteraan Fakir Miskin 5 Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Terasing 6 Program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh 7 Program Peningkatan Peranan Wanita Bidang Kesejahteraan Sosial 8 Program Pembinaan Karang Taruna Departemen Penerangan RI, 1999 : 36- 37 36

3. Pendidikan Luar Sekolah