63 “Dibandingkan tempat lain, Pajus Baru di sini terkenal
lebih lengkap dalam hal menjual pernak-pernik aksesoris. Selain lengkap, harganya juga bisa ditawar jadi lebih
murah dan cukup terjangkaulah menurut saya buat anak kuliahan. Kalau ditempat lain belum tentu bisa semurah
ini”.
Berdasarkan observasi di Pasar UD Pajus Baru Medan, saya menemukan banyak orang yang berminat untuk melihat dan membeli aksesoris tersebut mulai dari
kalangan anak-anak, remaja, sampai orang dewasa. Bahkan ada di antara mereka yang dengan sengaja memesan beberapa benda-benda aksesoris tersebut. Motif pesanan
bisa dibuat sesuai dengan permintaan si pembeli atau sesuai dengan fenomena yang ada dalam masyarakat atau yang sedang laku dipasaran. Kondisi seperti ini menurut
Pak Ojie yang berprofesi sebagai seorang pengrajin sekaligus pedagang benda-benda aksesoris di Pasar UD Pajus Baru Medan adalah sebuah peluang usaha yang harus
dimanfaatkan, permintaan dari pembeli menjadi masukan untuk mengembangkan bentuk-bentuk atau motif dari aksesoris yang beliau buat.
2.2.1. Sejarah Pajus
Pajak USU atau PU atau yang lebih dikenal dengan nama Pajus pada awalnya berlokasi di dalam kampus USU, yang letaknya berada di sebelah kiri Jl. Abdul
Hakim dari arah pintu masuk Sumber Padang Bulan Medan. Pajus lama yang berada di dalam kampus USU berdekatan dengan beberapa fakutas. Di sebelah kiri Pajus
adalah Fakultas Hukum, di sebelah kanan adalah Fakultas Ekonomi, di arah belakang adalah Fakultas FISIP, dan di arah depan adalah Fakultas Sastra yang kini berganti
nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya. Berdasarkan hasil wawancara saya dengan Ibu Sumi 40, bukan nama
sebenarnya, seorang pedagang jajanan kuliner yang sudah lama berjualan di USU bahkan sebelum nama Pajus mulai dikenal, menjelaskan bahwa Pajus mulai terbentuk
Universitas Sumatera Utara
64 pada tahun 2003. Beliau mengatakan bahwa lokasi Pajus lama, dulunya adalah rawa-
rawa yang ditumbuhi oleh beberapa pohon kelapa sawit. Saat itu Ibu Sumi beserta beberapa pedagang gerobak keliling lainnya masih berjualan disekitar pinggir jalan
kampus USU. Munculnya para pedagang kecil ini adalah imbas dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 yang menyebabkan terjadinya PHK secara besar-besaran
termasuk di Kota Medan. Ditengah kesulitan mencari kerja, orang-orang akhirnya mulai mencari cara
untuk meningkatkan pendapatannya dengan membuka usaha disekitar kampus USU. Mereka beranggapan bahwa kampus adalah lahan potensial untuk berjualan karena
banyak calon pembeli terutama dari kalangan mahasiswa. Semakin lama jumlah pedagang yang berjualan di lokasi tersebut semakin banyak dengan jenis barang
dagangan yang beraneka macam dan tempat mereka berjualan semakin tidak beraturan.
Melihat kondisi ini ada pihak bagian birek USU yang merasa prihatin, hingga akhirnya mengajak para pedagang tersebut untuk berkumpul dan bermusyawarah
tentang lokasi mereka berjualan. Musyawarah tersebut dilakukan dengan harapan agar para pedagang tidak “sembrawutan” berjualan di lokasi kampus. Setelah beberapa kali
melakukan musyawarah, akhirnya pihak birek USU mengizinkan sebuah lahan kosong yang lokasinya berada di sebelah kiri Jl. Abdul Hakim dari arah pintu masuk
Sumber Padang Bulan Medan sebagai tempat para pedagang keliling tersebut untuk berjualan.
Para pedagang keliling yang tadinya berjualan disekitar kampus USU, akhirnya mulai berjualan dan memasang tenda-tenda biru di lokasi yang sudah
ditentukan itu. Namun karena kondisi tempat yang masih rawa-rawa, maka saat hujan
Universitas Sumatera Utara
65 turun tempat tersebut menjadi genangan air. Melihat kondisi ini muncullah ide dari
sekumpulan pedagang untuk menimbun tanah di lokasi tersebut. Mereka akhirnya mengumpulkan dana sebesar satu juta rupiah dari para pedagang sebagai sewa tempat,
yang kemudian digunakan untuk menimbun tanah di lokasi tersebut. Setelah tanah tersebut ditimbun, para pedagang pun mulai mengambil tempat masing-masing untuk
berjualan. Awalnya jumlah para pedagang masih sekitar lima puluhan, namun lama
kelamaan pedagang dari berbagai tempat mulai berdatangan dan turut meramaikan tempat tersebut sampai akhirnya mencapai kurang lebih 140 pedagang. Barang-barang
yang diperjual-belikan di tempat ini beraneka macam. Mulai dari jajanan kuliner, alat- alat perlengkapan sekolahkuliah, buku-buku, pakaian, aksesoris, sepatu, tas, servis
elektronik, hingga cetak foto digital juga ada di tempat ini. Awalnya nama Pajus Pajak USU itu muncul karena mahasiswa sendiri yang
sering menyebutnya, bukan para pedagang yang membuat nama tersebut. Dikatakan pajak karena tempat tersebut ramai oleh pembeli dan pedagang; barang-barang yang
diperjual belikan juga beraneka macam; selain itu di tempat tersebut juga sering terjadi tawar-menawar harga barang. Situasi seperti itu dianggap sangat mirip saat
sedang berbelanja di pajak. Lokasi tempat berjualan yang letaknya berada di dalam kampus USU, membuat namanya semakin dikenal dengan sebutan Pajak USU yang
kemudian disingkat menjadi Pajus atau PU. Saat itu yang menjadi pelanggan kebanyakan datang dari kalangan mahasiswa
USU sendiri. Namun karena barang-barang yang dijual di tempat tersebut cukup lengkap, termasuk jenis-jenis aksesoris akhirnya berita tersebut pun mulai menyebar
dari orang yang satu ke orang lainnya, sehingga pengunjung mulai berdatangan dari
Universitas Sumatera Utara
66 masyarakat umum. Sebagian ada yang sekedar datang untuk melihat-lihat saja, ada
yang datang karena memang berniat untuk membeli sesuatu, ada juga yang datang dengan niat awalnya untuk melihat-lihat saja tapi setelah melihat-lihat akhirnya
tertarik untuk membeli suatu barang. Munculnya pajak di dalam kampus tidak jarang memunculkan berbagai
spekulasi dalam masyarakat. Pro dan kontra merupakan hal yang wajar terjadi mengingat pola pikir, dalam konteks budaya setiap manusia yang berbeda-beda.
Seperti pendapat yang disampaikan Robi 22, seorang mahasiswa FISIP terkait adanya Pajus, beliau mengatakan:
“Pajus lama adalah tempat yang strategis karena letaknya cukup dekat buat saya saat ingin membeli perlengkapan
kuliah seperti buku, pulpen, makanan, dan lain sebagainya. Barang-barang yang dijual di Pajus juga lebih lengkap
daripada yang ada dijual di kantin fakultas. Selain itu Pajus juga bisa menjadi tempat refresing saat saya sedang
jenuh dengan tugas-tugas kuliah.Tapi semenjak Pajus pindah tempat saya ada perasaan sedikit kehilangan
”.
Berbeda halnya dengan pendapat Razakiko 21, seorang mahasiswa FISIP, menurut beliau:
“Pajus itu rada gak cocok juga di tengah kampus. Kampus kan buat study, lebih cocok tempat Pajus yang udah
dipindahkan sekarang. Tempatnya di luar area kampus karna terbuka untuk umum”.
Ibu Sumi 40, sebagai salah satu pedagang di Pajus menyadari adanya pro dan kontra yang timbul di masyarakat, tanggapan beliau adalah:
“Ya saya sendiri sebenarnya tahu kalau kampus itu memang tempat orang belajar bukan sebagai pajak. Tapi
yang namanya orang hidup kan butuh biaya dek. Anak saya ada tiga orang dan udah pada sekolah semua. Ya lantas
kan saya perlu biaya buat bayar uang sekolahnya, buat ngasih mereka makan juga. Mata pencaharian saya sama
suami, ya dari jualan makanan ini saja. Di sini ramai pembelinya, kebanyakan langganan kami ya mahasiswa.
Kami sebagai pedagang juga punya perasaan, makanya
Universitas Sumatera Utara
67 harganya ya disesuaikan dengan kantong mahasiswa aja.
Jadi kalau pendapat orang di luar sana ada yang kurang setuju kami jualan di sini, ya itu terserah mereka sajalah,
yang penting kami emang niatnya cuma mau nyari nafkah aja dengan halal.”
Meski pro dan kontra bermunculan, namun kegiatan di Pajus tetap berlangsung. Para pedagang tetap beraktivitas dan melayani para pelanggan yang
datang. Hingga pada tanggal 18 September 2010, Pajus mengalami kebakaran. Berdasarkan artikel Waspada Online
22
Jika dibandingkan dengan kedua Pajus yang berada di Jl. Dr. Mansur, Pasar UD Pajus Baru memiliki lokasi yang paling luas dan lebih banyak ditempati oleh para
tanggal 19 September 2010, yang memuat berita tentang hal tersebut menjelaskan, bahwa:
“..penyebab kebakaran bursa kampus USU sendiri diakibatkan ledakan genset di salah satu toko sepatu yang
terletak di bagian tengah. Api cepat merambat ke kios lainnya hingga menghanguskan sedikitnya 120 lapak dari
140 kios yang ada di pusat bursa kampus USU.
Akibat kebakaran ini kerugian diprakirakan mencapai miliaran
rupiah..”. Akibat kebakaran tersebut para pedagang terpaksa harus mencari lokasi yang
baru. Hal ini tentu menjadi pukulan yang sangat berat bagi mereka karena selain mengalami kerugian material, mereka juga harus kehilangan tempat yang selama ini
menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari. Pasca terjadinya kebakaran Pajus akhirnya berpindah lokasi ke beberapa tempat, yaitu yang pertama lokasinya berada di
Jl. Letjend Drs. Djamin Ginting No. 340-A Padang Bulan Medan yang disebut dengan Pasar UD Pajus Baru. Pajus kedua berada di Jalan Dr. Mansyur, samping Raz Plaza
Medan. Pajus ketiga resmi dibuka di Jalan Dr Mansyur nomor 118, tepatnya di depan kolam renang Selayang yang diberi nama Pajus Bursa Kampus.
22
Waspada online, “Pajak USU terbakar, 9 orang diperiksa”, http:www.waspada.co.idindex.php?option=com_contentview=articleid=144017:-pajak-usu-
terbakar-9-orang-diperiksacatid=14:medanItemid=27 diakses tanggal 24 Februari 2013
Universitas Sumatera Utara
68 pedagang. Di lokasi baru ini kurang lebih 60 ditempati oleh para pedagang dari
pajak USU lama, selebihnya ditempati oleh pedagang yang baru. Pasar UD Pajus Baru, disahkan pada tanggal 16 November tahun 2010 oleh Walikota Medan yaitu
Drs. H. Rahudman Harahap, MM. Pasar UD Pajus Baru memiliki perbedaan dengan Pajus lama baik dari segi
kenyamanan, bangunan, luas tempat, maupun kelengkapan fasilitasnya. Saat di Pajus lama kios-kios tempat para pedagang berjualan dibangun dengan semi beton, dimana
kios yang satu dengan yang lainnya kebanyakan dipisahkan dengan dinding papan atau triplek, dan atapnya dari tenda-tenda biru dan seng. Lokasi yang tidak begitu
luas, sebagian harus dibagi sebagai tempat parkir kendaraan pedagang dan pengunjung yang datang. Banyaknya jumlah pedagang di tempat tersebut membuat
orang yang datang berkunjung ke Pajus lama harus rela berdesak-desakan terutama pada jam makan siang. Hal ini tentu mengurangi kenyamanan saat melakukan
ransaksi jual beli. Berbeda halnya dengan Pasar UD Pajus Baru yang sekarang. Lokasi Pasar
UD memiliki luas 4.000 meter persegi. Di atas lahan ini kios-kios tempat berjualan terbuat dari beton, dimana satu kios dibagun dengan ukuran rata-rata 5x3 meter.
Selain itu untuk memperlancar transaksi jual beli pedagang dengan pembeli tempat ini juga didukung dengan berbagai macam fasilitas, seperti: dua unit mesin ATM, yaitu
ATM Mandiri dan ATM BRI, toilet, musholla, dan tempat parkiran. Kelengkapan fasilitas tersebut juga menjadi salah satu hal yang menarik minat pengunjung untuk
datang ke Pasar UD Pajus Baru. Pasar UD Pajus Baru memiliki kurang lebih 150 kios dan 22 stand di atas
lahan 4.000 meter persegi. Barang-barang yang dijual di tempat ini beraneka macam,
Universitas Sumatera Utara
69 seperti: peralatan sekolahkuliah, buku, majalah, pernak-pernik ponsel, laptop,
kacamata, kalung, cincin, gelang, bros, jepit pita ikat rambut, anting-anting, pakaian, sepatu, tas, VCDDVD, dan jajanan kuliner. Hanya ikan dan sayur mayur saja yang
tidak ada dijual di sini. Hampir segala jenis benda-benda aksesoris yang biasanya dicari oleh pembeli ada dijual di tempat ini. Selain barang-barang yang cukup
lengkap, harga yang ditawarkan untuk setiap jenis aksesoris juga relatif terjangkau bagi kalangan mahasiswa atau anak sekolahan.
Diantara 150 kios, terdapat tiga puluh enam kios yang menjual benda-benda aksesoris seperti kalung, gelang, anting-anting, cincin dan hiasan lainnya. Masing-
masing dari pemilik tiga puluh satu kios menerangkan bahwa semua benda-benda aksesoris yang mereka jual itu bukan hasil buatan tangan mereka sendiri, melainkan
mereka beli dari luar kota, grosir di pusat pasar, bahkan ada yang membeli dari sesama pedagang aksesoris yang juga berlokasi di Pasar UD Pajus Baru. Empat kios
lagi pemiliknya mengatakan bahwa sebagian besar mereka membeli aksesoris siap pakai dari luar kota atau pusat pasar, namun ada juga beberapa kalung dan anting-
anting yang mereka modifikasi dari bahan aksesoris yang sudah lama tidak laku dijual, seperti yang dilakukan oleh Pak Muslim. Sedangkan satu kios lagi, pemiliknya
yang bernama Pak ojie menerangkan bahwa sebagian besar beliau memproduksi sendiri benda-benda aksesoris yang dijual di Pasar UD Pajus Baru.
Hal tersebut menjadi fakta yang menarik. Sekian banyak toko aksesoris, namun usaha OAM Aksesoris yang dijalankan oleh Pak Ojie menjadi satu-satunya
industri kreatif aksesoris yang sebagian besar memproduksi sendiri benda-benda aksesorisnya di Pasar UD Pajus Baru. Hal ini terbukti dari hasil observasi dan
wawancara di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
70 Sesuai dengan judul skripsi saya yang membahas tentang Wirausaha
Aksesoris Studi Etnografi Strategi Ekonomi Kreatif di Pasar UD Pajus Baru Medan, maka yang menjadi fokus informan saya adalah wirausaha aksesoris yang
berkreatifitas. Dikatakan kreatif adalah ketika seseorang membuat aksesoris dari bahan mentah menjadi barang jadi barang siap pakai, mengubah bahan bekas
limbah menjadi barang jadi siap pakai, memodifikasi barang jadi menjadi barang baru barang siap pakai yang berbeda dari yang awalnya.
Mengingat banyaknya jumlah pedagang aksesoris dengan berbagai latar belakang yang berbeda, maka persaingan diantara sesama pedagang aksesoris tentu
tidak bisa dihindarkan. Para pedagang aksesoris tentu mempunyai pengetahuan dan strategi masing-masing dalam menjalankan usaha aksesorisnya agar bisa tetap
bertahan. Oleh karena itu dalam hal ini, informan kreatif saya yang ada membuat sendiri
aksesoris yang dijual adalah Pak Ojie, dan yang menjadi informan kreatif saya yang melakukan modifikasi adalah Pak Muslim. Saya memilih Pak Muslim sebagai
informan untuk bagian modifikasi, karena sebagian besar beliau melakukan modifikasi terhadap benda-benda aksesoris dijual. Beliau mempunyai aturan
tersendiri terhadap benda-benda aksesoris yang beliau jual. Jika dalam jangka tiga bulan aksesoris yang dijual tidak ada yang membeli, maka beliau akan segera
melakukan modifikasi terhadap aksesoris tersebut sehingga akan terlihat berbeda dengan aksesoris sebelumnya.
Berbeda halnya dengan ketiga orang wirausaha lainnya yang juga melakukan modifikasi terhadap aksesoris yang dijual. Mereka melakukan modifikasi dengan
skala yang lebih kecil dan hanya sebagai selingan di saat senggang, sehingga
Universitas Sumatera Utara
71 memodifikasi aksesoris tidak mereka anggap sebagai sesuatu yang harus dilakukan.
Mereka tetap lebih mengutamakan menjual aksesoris siap pakai yang mereka beli.
2.3. Sejarah Berdirinya OAM Aksesoris