Latar Belakang Masalah Wirausaha Aksesoris(Studi Etnografi Strategi Ekonomi Kreatif di Pasar UD Pajus Baru Medan)

19 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengkaji tentang Strategi Wirausaha Aksesoris yang berada di Pasar UD Pajus Baru, Medan. Penelitian ini dilakukan karena berawal dari maraknya berita yang disiarkan di media elektronik maupun media cetak mengenai perkembangan kondisi perekonomian sekarang, khususnya di Indonesia yang kurang stabil dan semakin menurun 1 . Ketidakstabilan kondisi ini ditandai dengan kenaikan harga BBM Bahan Bakar Minyak, yang menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi 2 1 FMEI Forum Mahasiswa Ekonomi Indonesia, “Pengangguran akibat krisis global”, . Kenaikan biaya produksi secara otomatis membuat harga barang kebutuhan masyarakat ikut naik. Barang-barang kebutuhan masyarakat menjadi semakin mahal, yang menyebabkan daya beli masyarakat semakin menurun. Menurunnya daya beli masyarakat mengakibatkan perputaran roda ekonomi di Indonesia tidak berjalan dengan lancar. Ketidak lancaran tersebut membuat perekonomian di Indonesia menjadi tidak stabil. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab menurunnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS Amerika Serikat. Salah satu bukti ketidakstabilan perekonomian di Indonesia dapat dilihat melalui tabel Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar tahun 2000-2010 dari Bank Indonesia seperti berikut ini: http:mahasiswaekonomiindonesia.blogspot.com diakses pada tanggal 7 Februari 2012. 2 Claudia, “Kenaikan BBM dan pengaruhnya terhadap daya beli masyarakat”, http:claudiadiba.blogspot.com201203kenaikan-bbm-dan-pengaruhnya-terhadap.html diakses pada tanggal 21 Februari 2013 Universitas Sumatera Utara 20 Tabel 1. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar tahun 2000-2010 dari Bank Indonesia. Tahun Harga 2000 8.396 2001 10.265 2002 9.260 2003 8.570 2004 8.985 2005 9.705 2006 9.200 2007 9.125 2008 9.666 2009 9.447 2010 9.036 Sumber: Kurs Rupiah 2012 3 Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar selalu berubah setiap tahunnya dan cenderung mengalami penurunan. Ketidakstabilan yang terjadi pada kurs rupiah di pasar valuta asing membuat harga-harga bahan pokok sembako naik. Kondisi ini sebenarnya tidak menjadi masalah jika dibarengi dengan pendapatan masyarakat yang tinggi juga. Namun kenyataan di lapangan tidak demikian. Aktivitas masyarakat yang beragam, dengan latar belakang yang berbeda 3 Kurs rupiah merupakan nilai mata uang rupiah saat ini yang dibandingkan dengan mata uang negara lain, misal nilai tukar rupiah sebesar Rp.9000 atas US Dollar, artinya setiap US 1 sama nilainya dengan Rp.9.000. “Kurs rupiah saat krisis ekonomi “, http:financeroll.co.iduncategorized19603kurs-rupiah diakses tanggal 19 Januari 2013. Universitas Sumatera Utara 21 menjadi salah satu penyebab terjadinya perbedaan ekonomi masyarakat. Hal ini membuat masyarakat mencoba meningkatkan pendapatannya salah satunya dengan cara melakukan wirausaha, seperti di bidang fashion, khususnya aksesoris. Fashion dapat digolongkan ke dalam bagian ekonomi kreatif. Selain dapat mengangkat kekayaan budaya, juga dapat menghasilkan nilai ekonomi yang dilakukan melalui proses kreatifitas oleh masyarakat. Salah satu inovasi ekonomi kreatif yang tengah berkembang dan hangat diperbincangkan di masyarakat saat ini adalah dunia mode atau fashion. Fashion dapat diartikan sebagai sebuah gaya, cara, kebiasaan, atau mode berpakaian yang populer dalam suatu budaya 4 Secara umum aksesoris dapat digambarkan sebagai suatu benda yang digunakan untuk melengkapi penampilan seseorang dan bisa dipakai oleh siapa saja. Namun dengan adanya cara pandang atau paradigma yang berbeda, aksesoris menjadi mempunyai arti yang berbeda-beda pula bagi masyarakat. Cara pandang atau . Jenis-jenis fashion yang sering dikenakan seperti pakaian atau busana, tas, sepatu, aksesoris, dan lain sebagainya. Aksesoris sering kali dikaitkan dengan fashion, karena dianggap dapat mendukung serta memberikan nilai tambah pada penampilan seseorang. Aksesoris bermacam-macam bentuknya mulai dari perhiasan anting-anting atau giwang, kalung, gelang, cincin, bros, jepitikat rambut, hingga pelengkap pakaian lainnya selendang, sabuk, dasi, syal, sarung tangan, dompet, sapu tangan, tas, topi, arloji, dan kacamata. Namun jenis aksesoris yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aksesoris perhiasan, seperti: anting-anting atau giwang, kalung, gelang, cincin, dan bros. 4 “Mode”, http:id.wikipedia.orgwikiMode diakses tanggal 18 Februari 2013 Universitas Sumatera Utara 22 p aradigma merupakan bagian dari kebudayaan, yang dipakai untuk melihat kehidupan. Satu kenyataan yang sama bisa menjadi berbeda, jika dilihat dari paradigma yang berbeda. Demikian juga halnya dengan aksesoris. Jenis dan bentuknya bisa saja sama persis, tetapi fungsinya bisa menjadi tidak sama, ketika suatu kelompok tertentu memaknainya dari sudut pandang yang berbeda dengan orang lain di luar kelompoknya. Hal ini didukung dengan pendapat Cliford Gertz 1992:5, yang mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu sistem makna dari tujuan masyarakat, bukannya sandi perorangan dibenak masing-masing anggota masyarakat. Aksesoris dalam konsep ini bersifat fungsional dan menjadi bagian dari komponen kebudayaan, yang dibuat untuk suatu kepentingan pihak tertentu yang diaplikasikan secara praktis dalam menciptakan produk untuk keperluan manusia. Hal inilah yang menyebabkan pemakaian terhadap aksesoris tertentu menjadi terbatasi. Pada jaman dulu perhiasan tidak hanya sekedar dipakai sebagai aksesoris untuk menghiasi badan agar penampilan kelihatan cantik dan menarik saja, tetapi juga difungsikan sebagai pelengkap sebuah upacara. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Bronislaw Malinowski dalam Belshaw, 1981:15, mengenai sistem kula pada penduduk Trobriand yang berada disebelah tenggara Papua Niugini, yaitu merupakan salah satu bentuk resiprositas atau pertukaran yang saling timbal balik. Barang-barang yang menjadi objek tukar- menukar dengan upacara, secara keseluruhan dikenal sebagai vaygu’a dan dibagi dalam dua kelas, yaitu soulava dan mwali. Soulava, berupa kalung panjang dibuat dari rangkaian kerang yang diasah, sehingga berbentuk bulat rata, yang beredar ke satu arah mengikuti arah jarum jam. Universitas Sumatera Utara 23 Mwali, berupa gelang dari kerang putih dan mengkilat, yang beredar ke arah yang berlawanan. Barang-barang tersebut pada saat-saat penting dapat dipakai atau dipamerkan sebagai perhiasan pribadi, namun arti pokok benda-benda tersebut adalah sebagai pengumpulan kekayaan barang-barang upacara. Barang-barang tersebut juga dapat dipergunakan sebagai alat untuk memperluas pasangan, baik untuk menambah jumlah maupun untuk mempercepat lajunya peredaran benda-benda tersebut. Penyerahan vaygu’a dalam kula adalah suatu kejadian yang diiringi upacara yang mewah. Di luar kula, vaygu’a hanya diberikan pada kesempatan-kesempatan yang penting. Oleh karena itu, barang-barang yang berharga biasanya dihubungkan dengan kejadian-kejadian yang khusus sehingga dapat meningkatkan nilai sejarah barang- barang tersebut. Pada proses pertukaran pemberian di sini berkaitan dengan nilai sosial. Tukar menukar yang dilakukan oleh si pemberi dan si penerima merupakan suatu bentuk kehormatan, dimana pemberi mengharapkan penerima melakukan pengembalian dengan barang yang nilainya paling tinggi. Pada saat terjadi pemberian, orang yang menerima tidak langsung membalas pemberian itu pada saat itu juga, tetapi pengembalian dari penerima dilakukan pada waktu yang berbeda. Barang yang akan dikembalikan oleh penerima tidak berupa barang yang sama dengan nilai non ekonomis yang lebih tinggi, tetapi berupa barang yang berbeda yang juga memiliki nilai prestasi yang lebih tinggi. Pemberian dianggap sebagai suatu yang khusus, seorang penerima tidak bisa menolak pemberian tersebut, karena dapat dipandang sebagai penghinaan bagi pemberi. Penerima yang tidak mampu menerima kehormatan dari pemberi biasanya Universitas Sumatera Utara 24 karena kedudukannya yang lebih rendah. Ini berarti pertukaran dalam pemberian hanya berlaku pada satu kelas yang sama. Pemberian yang didasarkan perbedaan kelas hanya terjadi karena pemberi mengharapkan pengembalian dari Tuhan, dewa atau roh nenek moyang guna membangun hubungan sosial yang lebih harmonis dengan masyarakat yang menerima. Kula, di dalam sistem upacara tidak dimaksudkan sebagai perdagangan individu. Tetapi di samping mengunjungi pasangan-pasangan kula, orang-orang juga memanfaatkan kesempatan untuk mengadakan perdagangan berupa barang-barang dagangan. Hal tersebut terjadi karena adanya keamanan yang diperoleh dengan hubungan antar pasangan, maka si pengunjung ada kemungkinan untuk mengadakan hubungan dengan orang-orang lain di desa dan berdagang dengan mereka. Kula juga bukan hanya aktivitas barter tetapi juga pemberian dan pengembalian serta norma- norma yang bersifat magis dan agama, hubungan sosial antar suku dalam masyarakat itu sendiri. Berbeda waktu dan tempat, maka akan berbeda kebudayaan juga. Demikian halnya dengan aksesoris yang terdapat pada masa sekarang ini. Aksesoris tidak lagi hanya sebagai pelengkap upacara ritual saja. Namun aksesoris juga dijadikan sebagai media untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Aksesoris sebagai simbol, seperti alat media untuk menginformasikan sesuatu kepada orang lain. Dalam hal ini seseorang menyampaikan pesan tentang dirinya sendiri melalui aksesoris yang dipakainya. Aksesoris yang menunjukkan suatu simbol tertentu sering kali menjadi tren dalam masyarakat. Tren aksesoris tersebut dapat menggambarkan kehidupan sosial, politik, religi, perasaan, dan identitas diri dari orang yang memakainya. Universitas Sumatera Utara 25 Salah satu contoh yang dapat kita lihat baru-baru ini adalah fenomena boyband 5 dan girlband ala Korea yang kini berkembang khususnya di Indonesia. 6 Oleh karena itu, yang membatasi orang menggunakan aksesoris sebenarnya bukanlah terletak pada bendanya, melainkan budaya yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri yang digunakan untuk memaknai suatu benda tertentu. Sehingga aksesoris Hal tersebut bahkan merambat hingga dunia keartisan nasional, dengan memunculkan boyband dan girlband Indonesia seperti Cherrybelle, 7 icons, Dragon boys, SMASH, Coboy Junior, Princess, dan lain sebagainya. Fenomena tersebut menjadi tren yang banyak diikuti mulai dari kalangan anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Sebagai bentuk luapan perasaan mereka terhadap fenomena tersebut, para pecinta grup boyband dan girlband mencoba mengekspresikan diri mereka dengan berbagai cara. Salah satu bentuk pengekspresian mereka yang dapat diamati adalah seperti dari cara mereka berpenampilan baik itu berpakaian, mengoleksi, dan menggunakan aksesoris perhiasan seperti kalung, gelang, cincin, anting yang dianggap menjadi sebuah ciri khas dari boyband atau gilrband idola mereka. Pemaknaan yang dilakukan oleh para pecinta gup boyband dan gilrband terhadap sebuah aksesoris, menyebabkan aksesoris tersebut tidak lagi hanya dilihat sebagai sebatas benda yang melengkapi penampilan orang yang memakainya saja. Mungkin orang lain diluar kelompok tersebut yang tidak memahaminya, akan mengganggap aksesoris yang menjadi ciri khas kelompok itu adalah aksesoris yang biasa-biasa saja. 5 Boyband adalah sejenis kelompok musik pop atau RB yang terdiri dari tiga anggota atau lebih, semuanya penyanyi laki-laki muda. Sedangkan untuk perempuan disebut Girlband. Biasanya anggota boyband atau girlband selain menyanyi juga menari dalam pertunjukan mereka. http:id.wikipedia.orgwikiBoy_band diakses tanggal 22 Januari 2013 6 “Fenomena Boyband dan Girlband Indonesia”, http:flashradiountirta.comberita-258-fenomena- boyband-dan-girlband-indonesia.html diakses tanggal 22 Januari 2013 Universitas Sumatera Utara 26 yang sama bisa mempunyai arti yang berbeda tergantung siapa yang melihatnya, karena berbeda situasi dan tempat dapat menyebabkan kebudayaan yang berbeda pula. Bentuk aksesoris yang dikenakan biasanya sering juga dikaitkan dengan peran gender dari si pemakainya. Ada semacam pengetahuan yang sudah melekat secara turun temurun dalam benak masyarakat tentang mana aksesoris yang layak digunakan bagi kaum lelaki dan mana yang layak bagi kaum perempuan. Meski tidak diinformasikan secara tertulis, namun dengan melihat benda aksesoris tersentu masyarakat sudah langsung tahu mengklasifikasikan mana aksesoris untuk laki-laki dan mana aksesoris untuk perempuan. Pengklasifikasiannya bisa dari segi bentuk, warna, corak, dan jenis suatu benda aksesoris. Aksesoris untuk laki-laki misalnya, biasanya lebih identik dengan warna-warna gelap, dimana bentuk dan coraknya lebih menonjolkan sisi maskulin seperti: hitam, biru, abu-abu, hijau tua, merah tua, dan cokelat. Sedangkan aksesoris untuk perempuan biasanya lebih identik dengan warna-warna cerah dan lembut, dimana bentuk dan coraknya lebih menonjolkan sisi feminim seperti: putih, merah, merah jambupink, kuning, biru muda, orange, hijau muda, dan ungu. Pengklasifikasian aksesoris tersebut merupakan salah satu gambaran dari cermin kebudayaan yang ada di masyarakat Kota Medan saat ini, yang secara langsung maupun tidak langsung masih menunjukkan adanya batasan-batasan tentang apa yang layak dipakai atau digunakan oleh kaum lelaki maupun kaum perempuan. Namun batasan-batasan itu tidak berarti menjadi suatu harga mati yang harus wajib dipatuhi oleh anggota masyarakat di Kota Medan pada khususnya. Tidak berarti Universitas Sumatera Utara 27 aksesoris yang dianggap feminim hanya boleh dipakai oleh perempuan saja, dan aksesoris yang dianggap maskulin hanya boleh dipakai oleh laki-laki saja. Penggolongan warna, corak, bentuk, dan jenis yang menunjukkan ciri khas dari laki-laki dan perempuan, merupakan sebuah pengetahuan yang bisa saja diturunkan oleh generasi-generasi sebelumnya maupun lingkungan mereka secara sengaja maupun tidak sengaja. Pengetahuan yang ada dalam pikiran manusia menurut James Spradley disebut dengan kebudayaan, yaitu sistem pengetahuan yang diperoleh manusia dari proses belajar yang digunakan untuk menginterpretasi dunia sekelilingnya dan sebagai strategi untuk menghadapi lingkungan sekitarnya Spradley, 1997. Seiring dengan semakin majunya perkembangan jaman, perempuan yang berpenampilan dan memakai aksesoris dengan bentuk yang lebih maskulin atau laki- laki yang berpenampilan dan memakai aksesoris yang lebih feminim, kini bukanlah menjadi suatu hal yang mengherankan. Bahkan bagi sebagian masyarakat fenomena seperti ini sudah dianggap wajar saja. Mengingat sekarang bukan jaman “Siti Nurbaya” 7 7 Sitinur Baya adalah sebuah novel sastra karya Marah Rusli, yang bercerita tentang perjodohan yang masih kental dengan adat istiadat Padang. Novel ini mengisahkan seorang gadis bernama Siti Nurbaya yang hidup hanya bersama ayahnya yang bernama Baginda Sulaiman. Baginda Sulaiman jatuh miskin dan terlilit hutang pada seorang rentenir bernama Datuk Maringgih. Karena Baginda Sulaiman tidak mampu membayar hutang-hutangnya pada sang rentenir, maka jalan satu-satunya agar hutangnya lunas adalah dengan menikahkan puterinya Siti Nurbaya dengan Datuk Maringgih. Saat itu Siti Nurbaya sudah mempunyai kekasih, namun demi melunasi hutang ayahnya dia pun rela dinikahkan dengan Datuk Maringgih seorang pria tua yang tidak ia cintai. Kisah ini menceritakan budaya tradisional yang masih kental, dan tidak ada kebebasan bagi seorang anak dalam menentukan pilihannya Marah Rusli, 1990. yang membatasi seseorang untuk bebas berpendapat. Kini jaman sudah berubah menjadi sistem demokrasi, yang berarti setiap orang bebas mengeluarkan pendapat dan mengekspresikan dirinya seperti yang orang tersebut inginkan selama hal tersebut dianggap tidak merugikan pihak lain. Universitas Sumatera Utara 28 Dalam masyarakat yang masih kental dan taat terhadap aturan-aturan budaya lokal dan tertutup terhadap budaya asing, mungkin hal seperti itu dianggap tabu dan dianggap tidak beradab. Namun dalam masyarakat modern yang lebih bersifat individualis dan terbuka terhadap inovasi baru, aksesoris apa yang dikenakan atau siapa yang mengenakannya tidak menjadi masalah selama itu dianggap tidak merugikan kepentingan orang lain. Kondisi seperti ini menunjukkan suatu perubahan budaya, dalam konteks ini adalah pola pikir dalam masyarakat. Perubahan pola pikir yang demikian menjadi sangat menarik saat ada orang yang melihat fenomena yang berkembang di masyarakat dari sudut pandang positif dan menjadikannya sebagai sebuah peluang usaha yang bisa dikembangkan atau yang lebih dikenal dengan istilah berwirausaha. Menurut Iskandarini Soetadi 2010:109, wirausaha adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menangkap peluang bisnis, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dan mengambil tindakan yang tepat dalam memastikan keberhasilan. Wirausaha itu sendiri tidak terlepas dari adanya kegiatan industri kreatif, yaitu industri yang berfokus pada kreasi dan eksploitasi karya kepemilikan intelektual seperti seni rupa, film dan televisi, piranti lunak, permainan, desain fashion, kerajinan tangan, dan termasuk layanan kreatif antar perusahaan seperti iklan, penerbitan, dan desain 8 Kegiatan wirausaha tersebut didukung dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Inpres No. 6 Tahun 2009, tentang pengembangan ekonomi kreatif. Dimana pada tanggal 22 Desember 2008 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menetapkan tahun 2009 sebagai Tahun Indonesia Kreatif. Usaha dari pengembangan . 8 “Industri Kreatif”, http:id.wikipedia.orgwikiIndustri_kreatif. Diakses tanggal 15 Februari 2012. Universitas Sumatera Utara 29 ekonomi kreatif diharapkan dapat meningkatkan kemandirian dan pendapatan khususnya masyarakat, karena sektor ekonomi kreatif dianggap telah mampu bertahan di tengah krisis ekonomi global. Sektor kegiatan ekonomi kreatif ini sendiri dalam ilmu Antropologi merupakan salah satu bagian dari tujuh unsur kebudayaan yaitu sistem mata pencaharian hidup Koentjaraningrat, 1990:203, 207. Sehingga ekonomi kreatif seperti wirausaha aksesoris dapat disebut juga sebagai profesi atau pekerjaan yang bergerak dibidang informal. Meskipun demikian kesadaran dari masyarakat sendiri untuk melakukan kegiatan wirausaha juga masih minim 9 Untuk menghindari resiko tersebut, tidak sedikit orangtua yang rela mengeluarkan banyak biaya hanya demi memasukkan anaknya ke lembaga . Hal ini dapat disebabkan oleh faktor budaya dalam diri masyarakat yang berbeda-beda dalam menanggapi kegiatan wirausaha itu sendiri. Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa dunia wirausaha seperti melemparkan dadu, yang artinya seseorang itu tidak tahu berapa jumlah angka yang akan muncul tergantung keberuntungannya. Demikian juga halnya dengan berwirausaha, selain dianggap membutuhkan modal yang sangat tinggi, pendapatan yang akan diperoleh juga tidak tetap dan yang lebih parahnya usaha tersebut sewaktu-waktu bisa mengalami kebangkrutan. Hal ini menjadi sebuah ketakutan yang membuat orang berpikir dua kali untuk mencobanya. Oleh karena itu, ada sebagian masyarakat yang tidak berani mengambil resiko untuk menjadi seorang wirausaha dan membiarkan dirinya menjadi pengangguran dan menunggu sampai ada lapangan pekerjaan yang terbuka untuknya. 9 Ridwan Putra, “Membangun karakter mental kewirausahaan pemuda”, http:makassar.tribunnews.com20111011membangun-karakter-mental-kewirausahaan-pemuda diakses pada tanggal 24 Januari 2013. Universitas Sumatera Utara 30 pendidikan yang lebih tinggi, dengan harapan setelah lulus anak tersebut dapat mencari pekerjaan dengan gaji yang tetap seperti Pegawai Negeri Sipil PNS, sehingga bisa meningkatkan status sosial dan ekonominya dalam masyarakat. Sangat jarang ada orang yang berpikir, setelah lulus menciptakan pekerjaan. Menurut Valentino Dinsi 2004:17, pemikiran seperti ini bisa dimaklumi dalam masyarakat kita yang mementingkan status dan kedudukan sosial yang mapan. Hal ini menunjukkan bahwa paradigma tentang mencari pekerjaan sepertinya sudah menjadi budaya dan melekat dalam diri masyarakat. Namun seiring dengan terus meningkatnya jumlah pencari kerja setiap tahunnya, mengakibatkan lapangan pekerjaan yang tersedia tidak mencukupi yang pada akhirnya menimbulkan masalah pengangguran 10 Berdasarkan hasil observasi saya diberbagai tempat di Kota Medan, pembuatan kerajinan tangan aksesoris merupakan salah satu bentuk kerajinan tangan yang lebih diminati oleh banyak orang karena proses pembuatannya relatif lebih mudah dan tidak membutuhkan jangka waktu yang lama. Berbeda halnya dengan . Hal tersebut disebabkan karena pada umumnya perusahaan besar relatif padat modal dan membutuhkan pekerja dengan pendidikan formal yang tinggi serta pengalaman yang cukup, sedangkan industri kecil seperti kegiatan wirausaha relatif padat karya dan tidak mengharuskan pendidikan formal. Sehingga kegiatan wirausaha khususnya di bidang ekonomi kreatif aksesoris bisa menjadi salah satu alternatif lain bagi orang belum mempunyai pekerjaan. 10 Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja usia 15-64 tahun yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya http:organisasi.orgpengertian-pengangguran-dan- jenis-macam-pengangguran-friksional-struktural-musiman-siklikal. Universitas Sumatera Utara 31 kerajinan tangan seperti lemari, kursi, meja, tas, sepatu, dan lain sebagainya yang proses pembuatannya lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Di Medan penulis menemukan usaha ekonomi kreatif aksesoris yang dikelola oleh Pak Ojie yang lebih dikenal dengan sebutan OAM Aksesoris yang berada di Pasar UD Pajus Baru Medan, tepatnya beralamat di Jl. Letjend Drs. Djamin Ginting No. 340-A Sumber Padang Bulan. Usaha OAM Ojie Anak Manis Aksesoris yang berada di Pasar UD Pajus Baru Medan menjadi tempat penelitian penulis, karena dari hasil observasi penulis OAM Aksesoris adalah satu-satunya wirausaha aksesoris yang sebagian besar kurang lebih 60 memproduksi sendiri benda-benda aksesorisnya di Pasar UD Pajus Baru. Mereka memproduksi kerajinan tangan sendiri berupa benda-benda aksesoris seperti kalung, gelang, pita rambut, kotak perhiasan, gantungan kunci, dan hiasan lainnya yang sebagian besar dibuat dari bahan dasar berupa barang-barang bekas yang bagi sebagian besar orang barang tersebut dianggap sampah. Barang-barang bekas yang mereka gunakan itu, seperti: batok kelapa, kotak teh, kain bekas, goni, tali sepatu, kayu, botol plastik, kacapecahan kaca, serbuk teh, kaleng minuman, tulang, dan lain sebagainya. Selain menggunakan bahan bekas mereka juga menggunakan besi putih, nilon, dan lain sebagainya yang mereka beli dari toko peralatan. Selain membuat aksesoris sendiri, mereka juga tidak menutup diri terhadap karya aksesoris yang dibuat oleh orang lain. Mereka juga memesan benda-benda aksesoris yang sudah jadi dari pusat pasar dan luar kota seperti Nias, Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta. Benda-benda aksesoris yang berasal dari luar kota tersebut adalah benda-benda aksesoris yang bentuk maupun motifnya berbeda dan belum pernah mereka buat sebelumnya, dan tentu saja benda-benda tersebut memiliki keunikan tersendiri. Universitas Sumatera Utara 32 Jika dilihat dari sudut pandang Antropologi Ekonomi maka wirausaha aksesoris tersebut tidak hanya sebatas membuat aksesoris dan melakukan transaksi jual-beli saja, namun lebih pada mengungkapkan kejadian lain dibalik itu. Berdasarkan hasil observasi saya di lapangan, selain memperoleh keuntungan dengan adanya transaksi jual beli ini ternyata juga menjadi suatu wadah dalam menjalin tali silaturahmi, sumber informasi, dan memperluas jaringan kekerabatan, baik antara sesama wirausaha aksesoris, wirausaha dengan pembeli, maupun antara sesama pembeli itu sendiri. Pada proses pembuatan aksesoris cara yang dilakukan adalah dengan membuat inovasi dan kreatifitas terhadap barang-barang tersebut, sehingga dapat menarik minat banyak orang, dengan demikian aksesoris yang dibuat akan memiliki nilai ekonomi yang dapat menghasilkan keuntungan. Proses perubahan dari barang tidak bernilai, menjadi memiliki nilai seni, kemudian memiliki nilai ekonomi yang menghasilkan keuntungan dapat digambarkan sebagai berikut ini: Gambar 1. Proses Ekonomi Aksesoris Barang bekas tidak bernilai Nilai ekonomi Nilai seni Keuntungan Proses pemanfaatan budaya dengan melakukan inovasi dan kreatifitas Universitas Sumatera Utara 33 Hal ini berarti bahwa fenomena yang ada dalam masyarakat dapat menjadi sebuah peluang usaha dalam ekonomi kreatif dengan memanfaatkan situasi dan mengembangkan kreatifitas dan inovasi yang dimiliki oleh seseorang. Oleh karena itu dalam wirausaha, persepsi dalam masyarakat tentang budaya “mencari kerja” harus diubah terlebih dahulu menjadi pola pikir “pencipta lapangan kerja”. Kondisi ini dapat dicapai jika disertai dengan pemahaman dan pendidikan tentang pentingnya melakukan wirausaha kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak hanya sekedar mengetahui tetapi juga paham bagaimana menjadi wirausaha yang baik. Selain itu masyarakat juga dapat diberikan pandangan tentang wirausaha ekonomi kreatif diberbagai daerah, karena hal tersebut bisa memperluas wawasan dan menjadi motivasi mereka dalam berkarya. Beberapa diantaranya seperti perkembangan industri seni rupa dan seni karya di Bali, industri kerajinan keramik dan gerabah di Yogyakarta dan industri busana dan belanja di Bandung. Ekonomi kreatif atau dikenal dengan ekonomi budaya tidak hanya berperan dalam membuka lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran saja, tetapi juga berperan dalam menggali nilai-nilai budaya dan mengembangkan semangat kreatifitas masyarakat. Modal utama ekonomi kreatif adalah sumber daya manusia, ide, kreatifitas, dan inovasi. Jadi, meskipun industri kreatif memproduksi barang-barang yang sama khususnya benda-benda aksesoris, tetapi tetap saja akan ada perbedaan tersendiri seperti dalam hal warna, corak atau bentuk, harga, dan pelayanan kepada konsumen. Hal ini dapat disebabkan karena budaya dari setiap orang itu berbeda-beda, sehingga selera atau jenis barang yang diinginkan setiap orang dalam masyarakat untuk barang yang sama tentu juga akan berbeda, dan ini juga menentukan produksi barang yang Universitas Sumatera Utara 34 akan dibuat oleh seorang wirausaha di samping dari inovasi dan kreatifitas dari wirausahawan itu sendiri. Mengingat produk yang dihasilkan mempunyai variasi yang semakin banyak dan bersifat musiman menurut peristiwa tertentu, juga mudah untuk dibajak atau ditiru oleh orang lain. Seorang wirausaha aksesoris dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, tentu harus mempunyai cara atau strategi tersendiri yang dimodifikasi sesuai dengan pengetahuan atau kebudayaan yang dimilikinya agar dapat terus bertahan dan mencapai kesuksesan. Karena dalam ekonomi kreatif yang berharga itu bukanlah bendanya, akan tetapi ide-ide untuk membuat benda aksesoris itulah yang berharga sehingga memiliki nilai seni, dan strategi usaha mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjaga kestabilan suatu usaha.

1.2. Tinjauan Pustaka