Pengelolaan Gangguan Pendengaran pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2

endolimfe yang mempengaruhi transduksi rambut sel dan transmisi sinyal Votjka, Ciljakova Banovcin, 2012 Nitric oxide NO yang terkumpul dalam organ corti dan memainkan peranan penting dalam regulasi endotelium pembuluh darah dengan cara merangsang peningkatan ATP di aliran darah koklea, aktivitas anti – trombotik, dan regulasi iramatone pembuluh darah dan pertumbuhan selular. NO terkumpul dalam pembuluh darah utama koklea termasuk pembuluh darah spiral modiolar, membran basilaris dan pembuluh darah lamina spiralis osseous juga pembuluh darah yang berdekatan dengan ganglion spiralis, sel rambut dalam dan luar. Keseimbangan kritis dari NO adalah sangat penting untuk fungsi sensori optimal koklea dan mendukung kesehatan sel jangka panjang. Jika terjadi hiperglikemia akan terjadi penurunan produksi nitric oxide synthase NOS sehingga timbul iskemia Frisina, Mapes, Kim, 2006.

2.7 Pengelolaan Gangguan Pendengaran pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2

Penatalaksanaan gangguan pendengaran pada penderita DM salah satunya adalah dengan steroid, tetapi hingga saat ini masih kontroversial. Sebagai hasil dari efek anti inflamasi, terapi steroid sistemik dosis tinggi saat ini masih andalan pengobatan untuk gangguan pendengaran pada penderita DM. Meskipun terapi steroid oral atau intravena selama dua minggu sekitar 30-50 pasien menunjukkan respon. Penelitian menemukan bahwa suntikan steroid intratimpanik hasilnya mengurangi toksisitas steroid sistemik dan meningkatkan selektivitas level steroid perilimfe. Penelitian sebelumnya telah difokuskan penggunaan suntikan ini sebagai terapi lini sekunder dalam kasus-kasus seperti ini. Namun demikian, beberapa penelitian telah mempublikasikan bahwa hasil pengobatan steroid intratimpanik digunakan sebagai terapi lini pertama Diniz Guida, 2009. Universitas Sumatera Utara Penanganan gangguan pendengaran selain pemberian steroid pada dasarnya adalah memberi bantuan agar dapat meningkatkan fungsi komunikasi bagi para penderita gangguan fungsi organ pendengaran dengan program rehabilitasi audiologi yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah yang timbul sebagai akibat penurunan pendengaran dengan mempertimbangkan kebutuhan komunikasi dan cara hidup masing – masing individu sehingga meningkatkan kualitas hidup individu tersebut. Selain diberikan dalam bentuk intervensi farmakologis, ada berbagai macam pilihan untuk membantu penderita dalam mengatasi gangguan dan meningkatkan kualitas hidupnya antara lain pemasangan alat bantu dengar dengan dikombinasikan dengan latihan membaca bibir, dan latihan mendengar yang dilakukan oleh ahli terapi wicara Frisina, Mapes, Kim, 2006. Penyakit diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan terjadinya berbagai komplikasi jangka panjang seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, komplikasi pada mata, ginjal dan syaraf. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi tersebut dapat dicegah ataupun setidak – tidaknya diperlambat Gustaviani,2006. Pilar utama pengelolaan diabetes melitus adalah perencanaan diet, latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik dan penyuluhan. Dengan melihat hasil pemeriksaan kadar glukosa darah, lipid profile, indeks massa tubuh dan tekanan darah dapat diketahui apakah penyakit diabetes melitusnya terkontrol baik atau tidak PERKENI, 2011. Tujuan penatalaksanaan dari DM terdiri dari 3 bagian yaitu tujuan jangka pendek, jangka panjang dan tujuan akhir. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku DepKes, 2008. Universitas Sumatera Utara Penatalaksanaan DM memiliki empat pilar yaitu PERKENI, 2011; Depkes, 2008; Yunir Soebardi, 2006: 1. Edukasi Diabetes Tipe-2 umumnya terjadi sebagai akibat dari pola gaya hidup dan perilaku. Untuk itu maka dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. 2. Terapi Nutrisi Medis Terapi Nutrisi Medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes melitus Tipe-2 secara total. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan pada masyarakat umum lainnya yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing – masing individu. Pada penyandang DM Tipe-2 ini perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan terutama pada mereka yang menggunakan obat penurunan glukosa darah. 3. Latihan jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur sebanyak 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM Tipe-2. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga memperbaiki kendali glukosa darah. Hindarkan kebiasaan hidup kurang gerak atau bermalas-malasan. 4. Intervensi farmakologis Intervensi farmakologis dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan dari penderita diabetes melitus tersebut. Dari ke empat pilar diatas dapat tercapai tujuan dari penatalaksanaan pada penderita diabetes dan dapat meningkatkan kualitas hidup dari penderita DM. Universitas Sumatera Utara Pencegahan pada diabetes melitus terdiri dari 3 jenis yaitu terdiri dari pencegahan primer, pencegahan sekunder, pencegahan tersier PERKENI, 2011; Depkes, 2008; Yunir Soebardi, 2006: I. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Faktor resiko terkena diabetes terdiri dari empat jenis yaitu faktor yang tidak bisa dimodifikasi, faktor yang bisa dimodifikasi, faktor lain yang terkait dengan resiko diabetesPERKENI, 2011; Depkes, 2008; Yunir Soebardi, 2006. Materi pencegahan primer terdiri dari tindakan penyuluhan dan pengelolaan yang ditujukan untuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi dan intoleransi glukosa. Penyuluhan untuk pencegahan primer ditujukan kepada kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi dan intoleransi glukosa yang meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan agar memahami dampak sosioekonomi penyakit ini dan pentingnya penyediaan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primerPERKENI, 2011; Depkes, 2008; Yunir Soebardi, 2006. II. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan memegang peranan penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat. Untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah, Universitas Sumatera Utara pengendalian berat badan, tekanan darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang DMPERKENI, 2011; Depkes, 2008; Yunir Soebardi, 2006. III. Pencegahan tersier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan yang terintegrasi antar disiplin yang terkait serta kerjasama yang baik antara berbagai ahli demi menunjang keberhasilan pencegahan tersier iniPERKENI, 2011; Depkes, 2008; Yunir Soebardi, 2006. Universitas Sumatera Utara Hiperglikemia Pembentukan ROS Pembentukan AGEP Pembentukan PKAC Jalur Poliol Sorbitol Hidrofilik Edema Sel Kerusakan Sel di Koklea Stres Oksidatif Agregasi Trombosit Permeabilitas ↑ Stimulasi Growth Factor Aktivasi Endotelin-1 Inhibisi NO Vasokonstriksi Proliferasi sel otot polos dan matriks seluler Ekstravasi Plasma Trombosis Viskositas darah ↑ Angiogenesis Akumulasi jaringan Fibrosa Penebalan dinding vaskular Penyempitan lumen vaskular Keterangan : : Berasal dari AGEP : Menghasilkan Gangguan Pendengaran Universitas Sumatera Utara Pada kondisi kadar gula darah yang meningkat dalam tubuh maka akan mengaktifkan jalur poliol sorbitol yang akan mengakibatkan terjadinya penumpukkan akumulasi intraseluler yang menjadi penyebab terjadinya edema sel. Hal tersebut terjadi pada koklea yang akhirnya terjadi kerusakan pada koklea yang akan mengakibatkan gangguan pendengaran. Selain dari terjadinya edema sel, tingginya kadar gula darah akan mengakibatkan meningkatnya aktifitas enzim Protein Kinase C PKC di dalam sel– sel endotel pembuluh darah menyebabkan keabnormalan faal sel– sel vaskular pada diabetes melitus seperti kontraksi sel–sel, pembentukan atau penebalan membran basal, transduksi berbagai sinyal hormon dan faktor pertumbuhan serta proliferasi sel. Hal tersebut berperan pada proses angiopati yang akan mengakibatkan terjadinya kerusakan sel pada koklea dan akhirnya juga akan menyebabkan gangguan pendengaran. Terbentuknya AGEP Advanced Glicosilation End Product terjadi akibat adanya ikatan antara glukosa pada protein melalui reaksi kimia non-enzimatik. Proses ini diawali dengan menempelnya glukosa pada gugus asam amino, yang berlanjut dengan serangkaian reaksi biokimia dengan hasil terbentuknya amadory product. Dalam reaksi glikosilasi ini terbentuk pula radikal bebas sebagai hasil dari oto-oksidasi glukosa yang berlangsung pada waktu pembentukan AGEP dari amadory product, yang bersifat highly reactive oxidant yang memiliki sifat ototoksis antara lain efek denaturasi dan agregasi. Bertambahnya produksi AGEP mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah arteriosclerosis dan mengakibatkan terikatnya protein plasma pada membran basalis, sehingga dinding pembuluh darah menebal dengan lumen yang makin sempit akibatnya terjadi mikroangiopati pada organ korti yang mengakibatkan terjadinya atrofi dan berkurangnya sel rambut. Semua hal tersebut mengakibatkan rusaknya sel di koklea dan akhirnya terjadi gangguan pendengaran. Universitas Sumatera Utara Pada penderita DM akan terjadi suatu proses stres oksidatif yang merupakan suatu kondisi tidak seimbang antara pembentukan radikal bebas dan antioksidan pada tingkat seluler yang membahayakan karena terjadi kelebihan radikal bebas oksidan atau tanda penurunan level enzim natural antioksidan, akhirnya terbentuklah ROS Reactive Oxigen Species yang meningkat akibatnya dapat merusak sel dalam tubuh terutama dalam hal ini adalah kerusakan pada sel koklea yang akhirnya dapat menyebakan gangguan pendengaran.

2.9 Hipotesa Penelitian