Teori reactive oxygen species

2.6.1 Teori reactive oxygen species

Stres oksidatif adalah suatu kondisi tidak seimbang antara pembentukan radikal bebas dan antioksidan pada tingkat seluler. Stres oksidatif dapat naik karena proses enzimatik dan non enzimatik oleh hiperglikemi. Ada 3 pencetus stres oksidatif akan meningkat yaitu glikasi yang labil, otooksidasi glukosa dan aktivasi intrasel jalur poliol. Glikolisis dan siklus Krebs menghasilkan energi yang ekuivalen untuk mendorong sintesis ATP mitokondria, sebaliknya hasil samping fosforilasi oksidatif mitokondria termasuk radikal bebas, dan anion superoksid juga ditingkatkan oleh kadar glukosa tinggi Votey Peters, 2008, 2008; Foster, 1998. Otooksidasi glukosa meningkatkan radikal bebas. Jadi stres oksidatif akan menurunkan kadar nitrit oksida, merusak protein sel dan adhesi leukosit pada endotel meningkat sedang fungsinya sebagai barrier terhambat. Stres oksidatif pada DM Tipe-2 tidak terkontrol disebabkan oleh PAHA seperti aktivasi AR, aktivasi hexosamine, peningkatan sintesis DAG, aktivasi PKC, peningkatan AGEP Votey Peters, 2008; Foster, 1998. Aktivitas polyol akan menimbulkan akumulasi bahan–bahan toksik intraseluler, membahayakan struktur sel dan proses metabolik, bersamaan dengan peningkatan kadar ROS. Proses metabolik yang terganggu dengan adanya DM termasuk produksi energi, akumulasi abnormal produk – produk metabolik, deregulasi nitric oxide, glikasi, keseimbangan abnormal lipid, disfungsi sintesa protein. Hiperglikemia menyebabkan kerusakan jaringan yang luas terutama merusak endotelial, neural, matriks ekstraseluler dan jaringan kolagen Frisina, Mapes, Kim, 2006. Sistem pendengaran membutuhkan glukosa sebagai sumber energi untuk proses kompleks sinyal. Diduga bahwa koklea dapat juga menjadi target organ kerusakan akibat hiperglikemia. Terpapar dengan glukosa Universitas Sumatera Utara yang tinggi bahkan untuk jangka pendek, dapat meningkatkan metabolik yang mengganggu koklea baik secara anatomis maupun fisiologis. Penurunan pendengaran terutama terjadi pada frekuensi tinggi. Hal ini tampaknya ada kaitannya dengan kurangnya glikogen jaringan sebagai sumber energi pada penderita DM. Proses transduksi pada organ korti membutuhkan energi ATP yang bersumber dari glikogen Tan, Chow Metz, 2002. Penurunan pendengaran yang terjadi pada penderita DM Tipe-2 adalah pada frekuensi tinggi kiranya dapat dijelaskan sebagai berikut Kakarlapudi, Sawyer Staecker, 2003 : 1. Sel-sel rambut luar mengandung glikogen lebih banyak dari pada sel-sel rambut dalam, dan jumlahnya di bagian basal lebih sedikit dibandingkan di bagian apeks. 2. Sel-sel rambut di daerah basal lebih panjang sehingga untuk dapat meneruskan rangsangan ke serabut-serabut saraf memerlukan energi lebih besar. 3. Potensial endolimfatik pada bagian basal lebih tinggi sehingga memerlukan energi lebih banyak. 4. Skala timpani pada bagian basal lebih besar sehingga kebutuhan akan sumber energi eksternal glukosa dan oksigen lebih besar.

2.6.2 Mikroangiopati