B. Faktor-faktor dan latar belakang sosiologis yang menyebabkan adanya
larangan pernikahan adat bagi masyarakat Muslim Batak Toba
Adapun faktor-faktor dan latar belakang sosiologis yang menyebabkan adanya larangan pernikahan adat bagi masyarakat Muslim Batak Toba adalah
sebagai berikut:
1. Faktor Namarpandan
Namarpadan padan atau ikrar janji yang sudah ditetapkan oleh marga- marga tertentu, di mana antara laki-laki dan perempuan tidak bisa saling menikah
yang padan marga. Lihat marga-marga yang sudah disebutkan dipembahasan awal.
105
Latar belakang sosiologisnya: Semua marga-marga yang sudah ditentukan lihat pembahasan
sebelumnya tidak dibenarkan untuk menikah. Karena dalam kepercayaan oleh orang terdahulu yang mengadakan perjanjian tersebut bahwa orang yang menikah
dengan marga-marga yang sudah ditentukan di atas, akan mendatangkan murka roh para leluhur. Murka roh para leluhur tersebut tidak hanya akan merugikan
kedua belah pihak marga yang sudah ditentukan, akan tetapi juga akan membawa
kerugian kepada
kelompok masyarakat
tempat mereka
tinggalberdomisili. Itulah sebabnya mereka dilarang untuk saling menikah agar penduduk dan orang yang ditentukan di atas tidak kena imbas dari murka para
leluhurnya. Untuk megantisifasi datangnya murka para leluhur, makanya marga tersebut dilarang untuk saling menikah. Dan termasuk murka yang akan dialami
oleh para warga setempat adanya bala berupa hama tanaman yang akan
105
Ibid.
mengakibatkan tanam-tanaman rusak atau padi akan mengalami gagal panen. Kejadian ini dulu pernah terjadi di Samosir bagian utara.
106
Dan karena kejadian ini pernah dialami oleh daerah yang dulunya Samosir utara adalah termasuk pusat
marga Batak Toba, secara tidak langsung warga Samosir utara akan bercerita ke desa atau daerah lain tentang kejadian tersebut. dan kabar burung menyebar ke
segala penjuru daerah Batak Toba. Sejak saat itu mulai dipercayai oleh suku Batak Toba apabila orang yang sudah ditentukan di atas melanggar larangan adat
tersebut akan mendatangkan murka para leluhur. Dan kepercayaan itu masih tetap dipelihara oleh generasi suku Batak Toba Desa Setia.
107
Marga-marga tersebut di atas tidak dibenarkan menikah oleh hukum adat Batak Toba, karena tidak bolehnya bersatu dalam rumah tangga, tidak boleh satu
mobil, tidak boleh satu perahukapal, tidak boleh satu pesawat. Karena apabila mereka disatukan roh para leluhur akan marahmurka dan akan membawa bahaya.
Bahaya yang muncul tidak ada kedamaian dalam rumah tangga, perahukapal akan tenggelam, pesawat akan mengalami bahaya. Bapak Saut Pakpahan
mengilustrasikan seperti contoh berikut: Marga Simanjuntak Parhorbo Jolo dengan Simanjuntak Parhorbo Pudi
108
tidak dibenarkan bersatu dalam rumah dalam rumah tangga, tidak boleh satu mobil, tidak boleh satu perahukapal, tidak
boleh satu pesawat. Bahaya yang muncul tidak ada kedamaian dalam rumah tangga, perahukapal akan tenggelam, pesawat akan mengalami bahaya.
106
Wawancara di rumah tokoh adat tanggal 16 Agustus 2013 bersama bapak Saut Pakpahan.
107
Ibid,.
108
Simanjuntak Parhorbo Jolo artinya Simanjuntak yang mengurus bagian depan. Dan Simanjuntak Parhorbo Pudi
artinya Simanjuntak yang mengurus bagian belakang.
Penyebab awal tidak dibenarkan bersatunya Marga Simanjuntak Parhorbo Jolo dengan Simanjuntak Parhorbo Pudi adalah sebagai berikut: dikisahkan
bahwa zaman dahulu, kedua marga ini adalah saudara kandung yang memiliki satu ekor kerbau betina. Untuk mengurus kelangsungan hidup kerbau tersebut
mereka sepakat untuk bagi tugas. Parhorbo jolo mengurusi bagian depan kerbau tersebut, seperti memberi makanan dan minum yang cukup dan dialah yang punya
hak untuk bagian depan kerbau tersebut. Sedangkan saudaranya yang Parhorbo Pudi tersebut mengurus bagian belakang dari kerbau tersebut, seperti
membersihkan kotoran kerbau yang keluar dari belakang kerbau tersebut dan dialah yang punya hak mutlak untuk bagian belakang kerbau tersebut. Mereka
punya masing masing hak yang walaupun nanti kerbau tersebut dipotong, bagian dari masing-masing mereka sudah pasti.
Namun karena kerbau tersebut adalah seekor kerbau betina yang mungkin saja akan dapat melahirkan bisa jadi ada pejantannya milik orang lain, pada
suatu ketika, kerbau ini melahirkan seekor anak kerbau. Dan Simanjuntak Parhorbo Pudiyang mengurus bagian belakang dan yang punya hak bagian
belakang, dia merasa anak kerbau yang lahir dari bagian belakang, dan dia merasa bahwa dialah pemilik hak mutlak,dan kerenanya dia tidak mau membagi kerbau
tersebut. mereka berdua ribut dan tidak dapat disatukan. Dan mereka sepakat dan keturunannyapun nanti tidak akan bersatu dalam segala kegiatan. Dan semenjak
kejadian tersebut, apabila ada keturunan dari kedua marga tersebut berada dalam satu mobil, mobil itu akan kecelakaan, berada dalam satu perahu, perahu tersebut
akan tenggelam. Setelah kejadian tersebut dari dulu sampai sekarang dipercaya oleh orang Batak Toba Desa Setia, roh para leluhur mereka murka apabila kedua
marga ini bersatu dalam satu tempat yang dilarang. Karena apabila disatukan akan membawa bahaya, bukan saja bahayanya kepada kedua marga tersebut tetapi
pada orang yang ikut bersama meraka juga ikut bahaya. Seperti kecelakaan bus, penumpang lain juga akan ikut bahaya. Dan biasanya dipercaya oleh masyarakat
Desa Setia penyebab kecelakaannya apabila setelah kejadian bahaya diketahui kedua marga tersebut berada dalam suatu tempat yang dilarang.
109
Menurut bapak Saut Pakpahan, marga-marga yang ada dalam kategori di atas, juga hampir sama halnya, dengan cerita di atas. Walaupun mungkin dengan
cerita dan redaksi yang berbeda tapi ada kemungkinan karena suatu kisah yang mungkin pada dasarnya ada kejadian yang pernah dialami oleh marga-marga
tersebut yang melarang mereka untuk bersatu. Inilah kemungkinan sebab para tokoh adat melarang mereka untuk dipersatukan dalam pernikahan.
110
Mayarakat Desa Setia tetap setia dan patuh terhadap aturan yang dibuat dan yang ditentukan oleh para orang-orang terdahulunya. Mereka sulit untuk
meninggalkan aturan hukum adat, karena aturan hukum adat itu sudah tertanam kuat dalam hati setiap orang Batak Toba khususnya yang masih tinggal di Desa
Setia.
2. Faktor Namarito