Membunuh Babi pada Saat Tertentu Adalah Tabu Mitos Goa Kaki Kakek Raksasa

17 hidung dan tubuhnya jatuh berserakan. Hasil dari beberapa potongan tubuh Idung Lantang yang berserakan seperti ibu jarinya menjadi kunyit, jari tangannya menjadi pisang kayu, telinganya menjadi daun dadap, kamennya menjadi bedeg dan tulangnya menjadi talenan. Dari mitos yang tersebar itu maka setiap puncak upacara di Pura Puncak Penulisan, seluruh bagian tubuh dari Idung Lantang harus ada. Pembagiannya Desa Awan membawa bedeg, Desa Gunung Bau membawa kukusan, Desa Lambean membawa baju, Desa Bauh membawa pucuk daun dadab, Desa Blantih membawa beras merah dan Desa Batih membawa talenan. Hingga sampai saat ini upacara tersebut masih dilaksanakan yang disebut dengan “Bangun Urip”, yang menjadikan kesatuan yang kuat di dalam masyarakat Desa Sukawana. Masyarakat desa Sukawana tidak dapat diserang magic karena dilindungi oleh leluhur berupa mantra-mantra yang tertulis dalam prasasti D dengan syarat masyarakat Desa Sukawana selalu mentaati aturan-aturan yang berlaku.

2.3 Membunuh Babi pada Saat Tertentu Adalah Tabu

Salah satu hal yang tabu pada masyarakat di Desa Sukawana adalah adanya larangan menggunakan, memakan, ataupun membunuh babi pada penanggalan kekeran bulan. Pada penanggalan ini, masyarakat tidak diperbolehkan untuk menghaturkan babi di pura dan merajan. Hanya di rong tiga tempat beristana Bhatara Hyang Guru boleh menghaturkan babi, selain itu tidak boleh. Kekeran bulan merupakan suatu aturan ataupun upacara yang dilaksanakan menjelang hari tilem bulan mati menuju purnama bulan penuh selama 15 hari. Kekeran Bulan merupakan aturan ataupun upacara untuk dilarang memotong babi yang diumumkan oleh pejuru adat pejbat adat sebelum hari Tilem Sasih Karo. Kekeran Bulan dibagi menjadi tiga pembagian waktu yaitu sasih ketiga, sasih keempat dan sasih ketuju atau yang sering disebut dengan bulan posia pada penyambutan ulang tahun desa.

2.4 Mitos Goa Kaki Kakek Raksasa

Pada suatu hari hiduplah seorang manusia yang tinggi besar yang di tengah hutan yang kini merupakan bagian dari Desa Sukawana, ia merupakan penduduk asli yang sudah lama hidup di sana. Lalu datanglah penduduk baru yang entah dari mana asal mereka. Pendatang tersebut melihat sosok laki-laki besar tinggi itu seperti raksasa, padahal sesungguhnya dia adalah manusia. Isu keberadaan raksasa di tanah yang baru mereka datangi dengan sangat cepat menyebar dari mulut ke mulut. 18 Desakan pendatang membuat laki-laki tinggi besar yang sering disebut kaki kakek raksasa lebih memilih menyingkir ke hutan yang lebih dalam dan membuat goa sebagai tempat tinggalnya. Goa ini terletak di areal yang sekarang disebut Subak Paka. Waktu terus berjalan, masyarakat merasakan si kakek raksasa tidak mau bergaul secara aktif di masyarakat sehingga masyarakat merasa risih sekaligus merasa terancam dengan keberadaan si kakek raksasa yang tinggi besar. Selanjutnya entah berdasarkan permasalahan apa yang mengawali, akhirnya para penduduk berbondong-bondong datang ke goa dan membunuh si kakek raksasa. Darahnya berkucuran hingga akhirnya dia meninggal. Darah kakek raksasa meresap ke tanah sekitarnya dan akhirnuya membuat tanah itu berwarna merah. Kini tanah merah yang ada di Subak Paka itu dimanfaatkan sebagai areal ladang cengkeh, untuk menunjang perekonomian warga Desa Sukawana. Di dekat areal ini terdapat hutan dengan berbagai pohon-pohon besar seperti pohon pinus, cemara, puspa, dan ampupu atau kayu putih. Masyarakat sangat menjaga keberadaan berbagai jenis pohon di hutan tersebut. Mereka percaya bahwa roh kakek raksasa masih berada di goa dan sekitar hutan, sehingga pantang bagi masyarakat untuk memasuki goa dan pergi ke hutan pada malam hari. Pernah suatu hari ada penduduk yang tidak sengaja melihat cahaya bola api di tengah hutan, saat itu dia tengah berpondok di dekat ladangnya. Begitu pula penduduk lainnya yang juga secara tidak sengaja sering melihat cahaya bola api di tengah hutan dan di sekitar goa kakek raksasa pada saat malam hari, sehingga menguatkan keyakinan untuk tidak mengganggu hutan. Setiap pagi saat baru tiba di ladang dan sore hari saat akan pulang, para petani selalu memukul kentongan. Hal itu dilakukan untuk memberitahukan kedatangan serta kepulangan mereka, sekaligus meminta ijin kepada penghuni hutan untuk menggarap ladang.

2.5 Rasionalitas Tersembunyi di Balik Mitos Goa Kaki Kakek Raksasa di Desa Sukawana