26
BAB IV KESATUAN HIDUP SETEMPAT
5.1 Bentuk – Bentuk Kesatuan Hidup Setempat
Warga Desa Sukawana pada umumnya saling mengenal satu sama lain, akan tetapi semua itu tergantung juga pada pribadi masing-masing individu. Perbedaan usia menjadi salah satu faktor
bahwa tidak semua warga saling mengenal. Misalnya saja seorang berumur 40-50an, tidak begitu mengenal dalam arti mengetahui nama, tempat tinggal, anaknya siapa pemuda-pemudi meskipun
berasal dari satu desa. Semakin sering seseorang bergaul, tentu lebih banyak pula yang akan mengenalnya.
Desa Sukawana termasuk desa yang ramah dengan para pendatang. Hal ini terbukti dari banyaknya jumlah pendatang yang tinggal di desa ini. Mereka datang dari desa-desa di Kabupaten
Bangli dan Karangasem. Tujuan mereka antara lain adalah untuk bekerja. Kebanyakan kaum pendatang menjadi penggarap kebun. Kaum pendatang yang tinggal di Desa Sukawana semuanya
beragama Hindu. Tidak ditemukan kaum pendatang beragama non-Hindu datang untuk tinggal di desa ini.
Penduduk pendatang di Desa Sukawana dikenal dengan istilah krama giringan. Krama giringan memiliki organisasi sendiri dengan seorang kelian krama giringan sebagai pemimpin
organisasi mereka. Sejauh ini, antara krama giringan dengan penduduk asli bisa hidup bersama dengan damai. Apabila krama giringan tersebut memiliki sifat ramah dan mudah bergaul, maka
penduduk asli pun akan bersikap ramah kepada mareka. Seorang krama giringan dalam hal kependudukan akan tercatat sebagai bagian dari krama
dinas. Jika ingin menjadi krama adat Desa Sukawana, krama giringan harus memiliki tanah pribadi di Desa Sukawana, entah dengan cara membeli, pemberian, atau dengan cara lainnya. Kepemilikan
lahan secara pribadi menjadi salah satu syarat bahwa seseorang diakui sebagai bagian dari penduduk Desa Sukawana. Selain tanah milik pribadi, ada juga tanah yang dalam pengelolaannya diatur oleh
desa. Tanah desa tersebut tersebar di beberapa titik lokasi Desa Sukawana. Kuburan setra merupakan salah satu contoh tanah yang dikelola oleh desa.
Kewajiban antara penduduk pendatang tentunya berbeda dengan penduduk asli. Misalnya saja dalam hal pemungutan dana punia dalam pembangunan Pura Bale Agung Desa Sukawana.
Rupanya, penduduk asli dikenakan iuran yang lebih besar daripada krama giringan. Hal ini
27
menunjukkan bahwa penduduk asli memiliki kewajiban yang lebih banyak dibandingkan dengan krama giringan.
Oleh karena memiliki kewajiban yang lebih besar, tentunya penduduk asli memiliki hak yang lebih banyak. Misalnya saja mengenai penggunaan lahan kuburan setra. Hanya penduduk yang
sudah berstatus krama adat yang diizinkan untuk dikubur di kuburan desa, sedangkan krama giringan tidak. Jika ada krama giringan yang meninggal, ia harus dipulangkan ke desa asalnya.
Penduduk asli juga berhak menempati posisi penting dalam pemerintahan desa, sementara krama giringan tidak. Posisi penting yang dimaksud misalnya ulu apad, pemangku pemuka agama, kepala
desa, dan sebagainya. Sebenarnya, kepala desa saat ini periode 2014 juga merupakan penduduk pendatang, akan tetapi ia sudah dianggap sebagai bagian Desa Sukawana karena sudah berstatus
sebagai krama adat. Karenanya, ia dapat menduduki posisi sebagai kepala desa. Secara administratif, Desa Sukawana terbagi atas sembilan 9 desa dinas dan tiga 3 desa
adat. Pada awalnya, hanya terdapat tujuh 7 desa dinas, akan tetapi karena semakin banyaknya penduduk, terjadilah pemekaran desa dinas. Sembilan 9 desa dinas yang dimaksud adalah Banjar
Dinas Kuum, Banjar Dinas Kutedalem, Banjar Dinas Paketan, Banjar Dinas Lateng, Banjar Dinas Kubusalia, Banjar Dinas Desa, Banjar Dinas Sukawana, Banjar Dinas Tanah Daha, dan Banjar Dinas
Munduk Lampah. Sama seperti pembagian desa di Bali pada umumnya, desa dinas menangani urusan administrasi, sedangkan desa adat lebih menangani permasalahan adat.
Meskipun dikelilingi hutan, penduduk Desa Sukawana tidak ada yang melakukan aktivitas berburu. Mereka kebanyakan adalah peternak dan petani. Dalam beternak, penduduk melakukannya
di kebun atau ladang mereka. Letak kebun penduduk jauh dari desa. Oleh karena itu, kebanyakan penduduk membangun pondok di kebun mereka sebagai tempat tinggal. Padatnya aktivitas penduduk
di kebun menyebabkan penduduk jarang berada di pemukiman desa. Mereka hanya pulang jika ada odalan pura atau upacara adat lainnya. Berbeda dengan Desa Bayung Gede yang juga merupakan
salah satu desa Bali Mula di Kec. Kintamani, Bangli, rupanya tidak ada larangan untuk membawa ternak ke pemukiman penduduk. Nampaknya meskipun dikatakan sebagai desa Bali Mula, Sukawana
sudah termasuk desa yang terbuka terhadap perubahan. Desa Sukawana berbatasan dengan desa-desa lain yang mengelilinginya. Sebelah barat
berbatasan dengan Desa Bantang dan Desa Daup. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kutuh dan Subaya. Desa Kintamani menjadi perbatasan wilayah selatan dan sebelah utaranya berbatasan dengan
Desa Siakin dan Desa Pinggan. Bentuk batas desa tersebut tidaklah jelas, bisa berupa hutan, kebun,
28
atau tugu. Perbatasan wilayah nampaknya tidak begitu menjadi hal yang dipentingkan bagi Desa Sukawana. Hal ini dilihat dari tidak adanya petugas khusus untuk menjaga wilayah perbatasan
tersebut. Siapa pun diijinkan untuk melewati batas, asalkan tidak memliki tujuan buruk tentunya.
5.2 Dasar-Dasar Kesukuan dan Kelompok