16
akhirnya mereka berdua melangsungkan perkawinan. Nyomanan tidak kembali lagi ke tempat saudaranya dan menetap menjalani hidup di hutan Tanah Daha.
Karena pada saat bertemu dengan istrinya diawali dengan menemukan sok berisi kesuna di tengah hutan wana, maka tempat itu pun diganti namanya menjadi Sokwana. Sokwana artinya sok
atau bakul berisi kesuna di tengah hutan wana. Setelah kian berkembang, tempat itu diberi nama Desa Sokwana, yang sekarang menjadi Desa Sukawana. Sementara itu, Hutan Tanah Daha berubah
menjadi sebuah banjar yang sekarang bernama Banjar Tanah Daha. Selanjutnya dikisahkan Nyomanan inilah yang menurunkan Kraman Nyomanan di Desa
Sukawana, sedangkan saudaranya yang menetap ditempat dulu yakni Tuwaan diyakini menurunkan Kraman Tuwaan. Sampai saat ini kedua kelompok kraman tersebut terus berkembang, bertambah
banyak serta merupakan satu kesatuan yaitu Desa Pakraman Sukawana. Diyakini bahwa Desa Pakraman Sukawana awal terbentuknya berasal dari dua kelompok yaitu Nyomanan dan Tuwaan,
namun keduanya sesungguhnya adalah tunggal dan selalu berdampingan serta bersama-sama membuat Desa Sukawana menjadi besar dan terus berkembang.
2.2 Kisah Ki Suling Dalang dan Idung Lantang
Di Desa Sukawana terdapat satu kisah mengenai Ki Suling Dalang dan Idung Lantang. Ki Kidung Dalang adalah seorang penduduk lokal yang bekerja sebagai pemburu burung merpati,
sedangkan Idung Lantang adalah warga luar yang berwujud Ganesha. Ki Suling Dalang adalah seorang yang memiliki suara jernih, sedangkan Idung Lantang adalah seorang yang buruk rupa yang
menginginkan istri dari Ki Suling Dalang yang bernama Timun Emas yang memiliki rupa yang cantik.
Idung Lantang sangat menginginkan Timun emas menjadi istrinya dengan melakukan berbagai cara. Sebelum Ki Suling dalang pergi berburu, ia selalu mengingatkan istrinya agar tidak
membukakan pintu untuk siapapun yang datang kecuali dirinya. Namun Idung Lantang tidak kehabisan akal, ia melalukan berbagai hal dengan menyuruh orang menyamar untuk bernyanyi
seperti Ki Suling Dalang tetapi selalu gagal. Tetapi seorang pengembala ayam berhasil mengelabuhi Timun Emas yang membuat Timun Emas membukakan pintunya. Pada akhirnya Timun emas diculik
paksa dan hendak diperkosa oleh Idung Lantang. Tetapi Timun Emas tidak kehabisan akal, ia menyuruh Idung Lantang mengambil bunga
Cempaka Gondok. Setelah Idung Lantang naik, ditariklah hidung Idung Lantang yang membuat
17
hidung dan tubuhnya jatuh berserakan. Hasil dari beberapa potongan tubuh Idung Lantang yang berserakan seperti ibu jarinya menjadi kunyit, jari tangannya menjadi pisang kayu, telinganya
menjadi daun dadap, kamennya menjadi bedeg dan tulangnya menjadi talenan. Dari mitos yang tersebar itu maka setiap puncak upacara di Pura Puncak Penulisan, seluruh
bagian tubuh dari Idung Lantang harus ada. Pembagiannya Desa Awan membawa bedeg, Desa Gunung Bau membawa kukusan, Desa Lambean membawa baju, Desa Bauh membawa pucuk daun
dadab, Desa Blantih membawa beras merah dan Desa Batih membawa talenan. Hingga sampai saat ini upacara tersebut masih dilaksanakan yang disebut dengan “Bangun Urip”, yang menjadikan
kesatuan yang kuat di dalam masyarakat Desa Sukawana. Masyarakat desa Sukawana tidak dapat diserang magic karena dilindungi oleh leluhur berupa mantra-mantra yang tertulis dalam prasasti D
dengan syarat masyarakat Desa Sukawana selalu mentaati aturan-aturan yang berlaku.
2.3 Membunuh Babi pada Saat Tertentu Adalah Tabu