14
BAB II SEJARAH DESA DAN MITOS
2.1 Sejarah Desa Sukawana
Berdasaran bukti arkeologis yang ditemukan, sejarah Desa Sukawana dimulai pada abad ke-8 masehi dengan ditemukannya Prasasti Raja Singa Mandawa yang mengatakan bahwa ada sebuah
desa yang letaknya di dekat Pura Pucak Penulisan yang bernama Desa Wangun Urip, namun desa tersebut memiliki anggota yang masih sedikit. Sebelum prasasti tersebut ditemukan, sesungguhnya
telah ada peninggalan berupa batu megalitik berupa menhir yang membuktikan bahwa sejak jaman dahulu sudah ada yang menetap di sana.
Gambar 4 Pura Pucak Penulisan di Desa Sukawana
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
Desa Sukawana merupakan Desa Bali Mula yang masih memegang teguh tradisi aslinya. Menurut narasumber yang kami wawancarai, terdapat perbedaan antara Bali Aga dan Bali Mula. Bali
Aga merupakan masyarakat asli Bali yang telah terkena pengaruh dari Majapahit, sedangkan Bali Mula belum. Desa Sukawana merupakan Desa Bali Mula, karena tidak terkena pengaruh dari
Majapahit dan tidak mengenal bangunan meru bangunan suci dengan atap bertingkat. Jaman dahulu tempat pemujaan hanya berupa batu-batu seperti pada waktu jaman megalitik, namun dikarenakan
peradaban, lambat laun hal tersebut berubah.
15
Secara tradisi, masyarakat Desa Sukawana memiliki Hari Raya Nyepi sendiri nyepi desa yang didasarkan pada kalender tahun Bali Mula. Nyepi bagi masyarakat Desa Sukawana adalah
penanda tutup tahun atau akhir tahun. Kalender tahun Bali Mula hanya diketahui oleh para penglingsir orang yang dituakan dan pinandita pendeta setempat. Kalender ini memiliki bahasa
sendiri. Selain dari peninggalan berupa prasasti dan artefak, sejarah Desa Sukawana juga dapat
ditelusuri dari sebuah legenda atau mitos. Konon, dahulu kala di kaki Gunung Wangun Urip hidup seorang gadis yang selama hidupnya belum menikah. Oleh karena perempuan tersebut belum
menikah, perempuan itu dikenal dengan nama Daha Tua yang artinya Gadis Tua. Ia hidup di sekitar hutan. Oleh karena dihuni oleh Daha Tua, daerah di sekitar hutan itu pun disebut dengan nama
Tanah Daha. Di tempat inilah Daha Tua menetap serta pekerjaannya adalah merabas hutan. Jika hutan sudah dibersihkan dan layak ditanami, maka Daha Tua itu menanaminya dengan tanaman
bawang putih atau kesuna. Pekerjaan Daha Tua tiap harinya hanya menanam kesuna, di samping memelihara ayam putih
kedas ayam yang bulunya berwarna putih bersih yang memiliki suara nyaring dan merdu sebagai penghibur hati Daha Tua itu siang dan malam. Apabila musim panen tiba, Daha Tua menyimpan
bawang putih atau kesuna hasil panennya mempergunakan sok sebuah bakul dari pohon bambu sebagai tempat kesuna, lalu ditempatkan digubuknya di dalam hutan Tanah Daha.
Sementara itu, di hutan sebelah utara dari tempat tinggal si Gadis Tua, ada empat jejaka bersaudara yang menetap tinggal di sana. Keempat jejaka itu masing masing bernama Tuwaan,
Madenan, Nyomanan, dan Ketutan. Yang bernama Madenan tidak lagi ikut dengan ketiga saudaranya karena sudah menetap di tempat yang agak jauh dari tempat saudaranya tinggal. Tempat
itu sampai saat ini dikenal dengan nama Desa Madenan. Suatu hari, salah satu ketiga bersaudara tersebut yakni Nyomanan mendengar suara ayam
yang sangat merdu ketika bangun tidur di pagi hari. Suara ayam yang merdu tersebut berasal dari tengah Hutan Tanah Daha. Hati Nyomanan tertarik untuk mengetahui siapa yang memelihara ayam
yang mempunyai suara merdu itu. Kemudian Nyomanan pun bergegas pergi ke arah suara ayam tersebut. Sesampainya ia di Hutan Tanah Daha, Nyomanan menemukan sebuah sok yang berisi
bawang putih atau kesuna di dalam hutan. Ketika Nyomanan memperhatikan sok itu, ketika itu juga datang Daha Tua menghampirinya. Hati Nyomanan tertarik pada Daha Tua dan menyatakan bahwa
Nyomanan hendak memperistrinya. Mungkin sudah kehendak dan takdir Hyang Maha Kuasa,
16
akhirnya mereka berdua melangsungkan perkawinan. Nyomanan tidak kembali lagi ke tempat saudaranya dan menetap menjalani hidup di hutan Tanah Daha.
Karena pada saat bertemu dengan istrinya diawali dengan menemukan sok berisi kesuna di tengah hutan wana, maka tempat itu pun diganti namanya menjadi Sokwana. Sokwana artinya sok
atau bakul berisi kesuna di tengah hutan wana. Setelah kian berkembang, tempat itu diberi nama Desa Sokwana, yang sekarang menjadi Desa Sukawana. Sementara itu, Hutan Tanah Daha berubah
menjadi sebuah banjar yang sekarang bernama Banjar Tanah Daha. Selanjutnya dikisahkan Nyomanan inilah yang menurunkan Kraman Nyomanan di Desa
Sukawana, sedangkan saudaranya yang menetap ditempat dulu yakni Tuwaan diyakini menurunkan Kraman Tuwaan. Sampai saat ini kedua kelompok kraman tersebut terus berkembang, bertambah
banyak serta merupakan satu kesatuan yaitu Desa Pakraman Sukawana. Diyakini bahwa Desa Pakraman Sukawana awal terbentuknya berasal dari dua kelompok yaitu Nyomanan dan Tuwaan,
namun keduanya sesungguhnya adalah tunggal dan selalu berdampingan serta bersama-sama membuat Desa Sukawana menjadi besar dan terus berkembang.
2.2 Kisah Ki Suling Dalang dan Idung Lantang