Analisis Proses Perencanaan Anggaran Dinas Kesehatan untuk Penanggulangan Bencana di Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013

(1)

ANALISIS PROSES PERENCANAAN ANGGARAN DINAS KESEHATAN UNTUK PENANGGULANGAN BENCANA

DI KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013

TESIS

Oleh

SAIFUDDIN 117032119/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE ANALYSIS OF HEALTH SERVICE BUDGET PLANNING PROCESS FOR DISASTER MITIGATION IN PIDIE JAYA DISTRICT

IN 2013

THESIS

BY

SAIFUDDIN 117032119/IKM

MAGISTRATE OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ANALISIS PROSES PERENCANAAN ANGGARAN DINAS KESEHATAN UNTUK PENANGGULANGAN BENCANA

DI KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SAIFUDDIN 117032119/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 21 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TES

Ketua : Dr. Khaira Amalia Fachrudin, S.E. AK, M.B.A, MAPPI (Cert) Anggota : 1. Suherman. S.K.M, M.Si

2. dr. Heldy BZ, M.P.H.


(6)

PERNYATAAN

ANALISIS PROSES PERENCANAAN ANGGARAN KESEHATAN UNTUK PENANGGULANGAN BENCANA

DI KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2014

Saifuddin 117032119/IKM


(7)

ABSTRAK

Penganggaran merupakan elemen penting dalam sebuah organisasi baik pemerintah maupun non pemerintah. Proses perencanaan anggaran harus dilakukan dengan hati-hati dan dapat menjawab kebutuhan lembaga pemerintahan. Proses perencanaan anggaran dinas kesehatan untuk penanggulangan bencana di kabupaten Pidie Jaya perlu dilakukan untuk menjawab kebutuhan anggaran sebelum terjadi bencana.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dan eksploratif, pendekatan ini digunakan untuk menjawab bagaimana proses perencanaan anggaran kesehatan untuk penanggulangan bencana. Pengambilan data dilakukan dengan tehnik wawancara dengan 8 (delapan) informan yang terlibat langsung dalam proses perencanaan anggaran

Hasil penelitian menunjukkan proses perencanaan anggaran kesehatan sudah baik, namun kendalanya jumlah PAD Pidie Jaya masih minim dan masih sangat tergantung dari dana pusat. Proses perencanaan dimulai dari musrenbang tingkat desa sampai dengan musrenbang tingkat kabupaten. Pengalokasian anggaran untuk kesehatan masih banyak dalam bentuk pembangunan fisik dan alat-alat sehingga untuk kegiatan pelayanan masyarakat masih kurang, untuk kegiatan peningkatan kapasitas SDM masih kurang. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat praktis pada elemen terkait kepentingan proses perencanaan anggaran kesehatan khususnya untuk penanggulangan bencana bidang kesehatan,

Kata Kunci: Proses Perencanaan, Anggaran Kesehatan, Penanggulangan Bencana


(8)

ABSTRACT

Budgeting is an important element in a government or non-government organization. The Budged Planning Process should be carefully done and can meet the need of government institution. Health department budget planning process for disaster management in Pidie Jaya needs to be done to address the needs of the budget prior to the disaster

The purpose of this explorative qualitative study was to find out how the process of health service budget planning for disaster mitigation was implemented. The data for this stuidy were obtained through interviews with 8 (eight) informants who were directly involved in the budget planning process.

.

The result of this study showed that the process of health service budget planning was good. The constraint was that the amount of Local Originally-Generated Revenues of Pidie Jaya District was still minimum and very much depending on the fund from the provincial government. Musrenbang planning process starts from the village level up to the district level musrenbang. Budget allocation for health is still much in the form of physical development and tools so as to community service activities is still lacking, for capacity building activities are still lacking. This study is expected to provide practical benefits to the elements of the budget planning process related to the interests of health, especially for health disaster. It is expected that the result of this study can be a practical benefit for the elements related to the importance of health service budget planning service especially for the disaster mitigation in the field of health.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Analisis Proses Perencanaan Anggaran Dinas Kesehatan untuk Penanggulangan Bencana di Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

4. Dr. Khaira Amalia Fachrudin, S.E. AK, M.B.A, MAPPI (Cert). selaku ketua anggota komisi pembimbing dan Bapak Suherman. S.K.M, M.si selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. dr. Heldy BZ, M.P.H. dan Ibu Siti Khadijah. S.K.M, M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh kesabaran dan perhatian membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat minat Studi Menejemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Ayahanda Abdullah Piah dan Ibunda Nurjannah M.Safi atas segala jasanya sehingga penulis selalu mendapatkan pendidikan yang terbaik

8. Terimakasih kepada Istriku Roihanum, Amd. Kep dan ketiga anak-anakku tercinta yaitu: Raihan Aulia, Ismi Ramadhani, Saiful Ambia atas doa dan dukungan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

9. Buat rekan-rekan: Azis, Ayu, Adjmain, Fika, Joe, Dheni, Nuh, Rijal, Rosi, Yudi, Yusra dan Buk Desi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan saran-saran dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.


(11)

Penulis menyadari atas penulisan tesis ini adanya keterbatasan dan kekurangan untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan khususnya Perencanaan anggaran kesehatan untuk penanggulangan bencana dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.

Medan , Februari 2014 Penulis

Saifuddin 117032119/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Saifuddin lahir pada tanggal 15 April 1977 di desa Sagoe Kecamatan Trienggadeng Kabupaten Pidie Jaya, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Abdullah Piah dan Ibunda Nurjannah M. Safi.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di SDN No. 2 Trienggadeng Pidie Jaya selesai tahun 1990, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Trienggadeng Pidie Jaya, selesai tahun 1993, sekolah Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) RSU dr. Zainal Abidin Banda Aceh filial SPK Tjoet Nyak Dhien Banda Aceh selesai tahun 1996, D III Keperawatan Poltekkes Depkes NAD Banda Aceh dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2003, D IV Keperawatan Medical Bedah Poltekkes Kemenkes Aceh dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi Ilmu S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 hingga saat ini.

Pengalaman bekerja adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak tahun 1998 di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan yang penempatan di Puskesmas Ladang Rimba Kecamatan Trumon Timur sampai tahun 2006, Staf Puskesmas Panteraja Kecamatan Panteraja Kabupaten Pidie Jaya sampai sekarang


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Mamfaat Penelitian ... ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Penelitian Terkait ... 10

2.2. Perencanaan ... 11

2.2.1.Proses Perencanaan ... 12

2.2.1. Langkah-langkah Perencanaan Anggaran ... 13

2.3. Anggaran ... 18

2.3.1.Pengertian Anggaran ... 18

2.3.2.Jenis-jenis Penganggaran ... 20

2.3.3.Proses Perencanaan Anggaran Daerah ... 24

2.3.4.Otonomi Daerah dan Desentralisasi ... 27

2.4. Kebijakan Publik ... 29

2.4.1.Pengertian Kebijakan Publik ... 29

2.4.2.Jenis-Jenis Kebijakan Publik ... 30

2.4.3.Analisis Kebijakan Publik ... 32

2.4.4.Kebijakan Kesehatan ... 32

2.4.5.Kerangka Konsep dalam Kebijakan Kesehatan ... 33

2.4.6.Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kebijakan Kesehatan .. 34

2.5. Kesehatan ... 35

2.5.1.Pengertian Kesehatan ... 35

2.5.2.Pembiayaan Kesehatan ... 37

2.5.3.Sumber-Sumber Anggaran Kesehatan di Daerah ... 38

2.6. Bencana ... 40

2.6.1.Pengertian Bencana ... 40


(14)

2.7. Landasan Teori ... 43

2.8. Kerangka Pikir ... 44

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 46

3.1. Jenis Penelitian ... 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.3. Informan Penelitian ... 46

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 47

3.5. Definisi Istilah ... 49

3.6. Sumber Data ... 51

3.7. Metode Analisa Data ... 52

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 54

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54

4.1.1.Deskripsi Lokasi Penelitian ... 54

4.1.2.Rekam Jejak Bencana ... 55

4.1.3.Pemerintah Kabupaten ... 58

4.2. Pelaksanaan perencana Anggaran ... 59

4.2.1.Karakteristik Informan ... 59

4.3. Hasil Wawancara Dengan Informan Dalam Proses Perencanaan 60 4.4. Tahap-Tahap Perencanaan ... 61

4.4.1.Menetapkan Tujuan atau Perangkat Tujuan ... 61

4.4.1.1 Distribusi persepsi Tentang Perangkat Tujua dalam Percncanaan ... 61

4.4.2.Menentukan Situasi Sekarang ... 63

4.4.2.1.Distribusi Persepsi tentang Menentukan Situasi bearapa Jauh Organisasi dari Tujuan ... 63

4.4.2.2.Distribusi Persepsi tentang Sumber Daya yang tersedia ... 64

4.4.2.3.Distribusi Persepsi tentang Bagamana Data Kuangan dan Statistik ... 65

4.4.3.Mengidentifikasi Pendukung dan penghambat ... 67

4.4.3.1.Distribusi Persepsi tentang Mengindentifikasi Faktor Pendukung ... 67

4.4.3.2.Distribusi Persepsi tentang Mengindentifikasi Faktor Penghambat ... 68

4.4.4.Mengembangkan Rencana Untuk Mencapai Tujuan ... 70

4.4.4.1.Distribusi Persepsi tentang Mengembangkan Berbagai Cara Bertindak Untuk Mencapai Tujuan ... 70

4.4.4.2.Distribusi Persepsi tentang Mengevaluasi Alternatif-Alternatif yang Paling Sesuai ... 71


(15)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 74

5.1. Data Umum Kabupaten ... 74

5.2. Proses Perencanaan Anggaran ... 76

5.2.1.Proses perencanaan Anggaran di Kabupaten Pidie Jaya ... 76

5.2.2.Karakteristik Informan ... 77

5.3. Langkah-Langkah Perencanaan ... 79

5.3.1.Menetap Tujuan atau Perangkat Tujuan ... 79

5.3.1.1.Perangkat tujuan Dalam Perencanaan ... 79

5.3.2.Menentukan Situasi Sekarang ... 80

5.3.2.1. Menentukan Situasi Berapa Jauh Organisasi dari Tujuan ... 80

5.3.2.2. Situasi Sumber Daya yang Ada ... 81

5.3.2.3. Data Keuangan dan Statistik ... 81

5.3.3.Mengindentifikasi Faktor Pendukung dan Penghambat .... 84

5.3.3.1. Mengidentifikasi Faktor Pendukung ... 84

5.3.3.2. Mengidentifikasi Faktor Penghambat ... 85

5.3.4.Mengembangkan Rencana untuk Mencapai Tujuan ... 87

5.3.4.1. Mengembangkan Berbagai Cara Bertindak untuk Mencapai Tujuan ... 87

5.3.4.2. Mengevaluasi Alternatif-Alternatif yang Paling Sesuai ... 88

5.4. Keterbatasan Penelitian ... 89

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1. Kesimpulan ... 91

6.2. Sasaran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Skedul Perencanaan Anggaran Daerah .. ... 15

4.1 Desa/gampoeng Rawan Bencana di Kabupaten Pidie Jaya ... 56

4.2 Keadaan Anggaran yang Berhubungan dengan Bencana ... 58

4.3 Karakteristik Informan ... 59

4.4 Matriks Proses Perencanaan yang dilakukan di Kabupaten Pidie jaya ... 60

4.5 Matriks Persepsi tentang Tujuan atau Perangkat Tujuan Perencanaan ... 62

4.6 Matriks Persepsi tentang Menentukan Situasi Berapa Jauh Organisasi dari Tujuan. ... 63

4.7 Matriks Persepsi tentang Situasi Sumber Daya yang Tersedia Saat ini untuk Melakukan Proses Perencanaan ... 64

4.8 Matriks Persepsi tentang Data Keuangan dan Statistik... 65

4.9 Matriks Persepsi tentang Mengindentifikasi Faktor Pendukung dalam Perencanaan... 67

4.10 Matriks Persepsi tentang Mengindentifikasi Faktor Penghambat dalam Perencanaan... 68

4.11 Matriks Persepsi tentang Mengembangkan Berbagai Cara Bertindak untuk Mencapai Tujuan dalam Perencanaan ... 71

4.12 Matriks Persepsi tentang Mengevaluasi Alternatif-alternatif yang Paling Sesuai untuk Mencapai Tujun Dalam Perencana ... 72


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halama

2.1. Proses Perencanaan Anggaran Daerah ... 27

2.2. Segi Tiga Analisis Kebijakan ... 33

2.3. Model Iput-ouput ... 43

2.4. Kerangka Pikir ... 45

4.1 Peta Kabupaten Pidie Jaya ... 55

4.2 Peta Rawan Bencana Kabupaten Pidie Jaya ... 57


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Daftar Istilah ... 98 2. Rekap Wawancara Mendalam ... 101 3. Surat Ijin Penelitian dari Program Studi S2 IKM USU Medan untuk

Dinkes Kabupaten Pidie Jaya Pemerintah Aceh ... 118 4. Surat Ijin Penelitian dari Dinkes Kabupaten Pidie Jaya ... 119 5. Surat Ijin Penelitian dari Program Studi S2 IKM USU Medan untuk

BAPPEDA Kabupaten Pidie Jaya Pemerintah Aceh ... 120 6. Surat Ijin Penelitian dari Bappeda Kabupaten Pidie Jaya ... 121 7. Surat Ijin Penelitian dari Program Studi S2 IKM USU Medan untuk DPR

Kabupaten Pidie Jaya Pemerintah Aceh ... 122 8. Surat Ijin Penelitian dari DPR Kabupaten Pidie Jaya ... 123


(19)

ABSTRAK

Penganggaran merupakan elemen penting dalam sebuah organisasi baik pemerintah maupun non pemerintah. Proses perencanaan anggaran harus dilakukan dengan hati-hati dan dapat menjawab kebutuhan lembaga pemerintahan. Proses perencanaan anggaran dinas kesehatan untuk penanggulangan bencana di kabupaten Pidie Jaya perlu dilakukan untuk menjawab kebutuhan anggaran sebelum terjadi bencana.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dan eksploratif, pendekatan ini digunakan untuk menjawab bagaimana proses perencanaan anggaran kesehatan untuk penanggulangan bencana. Pengambilan data dilakukan dengan tehnik wawancara dengan 8 (delapan) informan yang terlibat langsung dalam proses perencanaan anggaran

Hasil penelitian menunjukkan proses perencanaan anggaran kesehatan sudah baik, namun kendalanya jumlah PAD Pidie Jaya masih minim dan masih sangat tergantung dari dana pusat. Proses perencanaan dimulai dari musrenbang tingkat desa sampai dengan musrenbang tingkat kabupaten. Pengalokasian anggaran untuk kesehatan masih banyak dalam bentuk pembangunan fisik dan alat-alat sehingga untuk kegiatan pelayanan masyarakat masih kurang, untuk kegiatan peningkatan kapasitas SDM masih kurang. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat praktis pada elemen terkait kepentingan proses perencanaan anggaran kesehatan khususnya untuk penanggulangan bencana bidang kesehatan,

Kata Kunci: Proses Perencanaan, Anggaran Kesehatan, Penanggulangan Bencana


(20)

ABSTRACT

Budgeting is an important element in a government or non-government organization. The Budged Planning Process should be carefully done and can meet the need of government institution. Health department budget planning process for disaster management in Pidie Jaya needs to be done to address the needs of the budget prior to the disaster

The purpose of this explorative qualitative study was to find out how the process of health service budget planning for disaster mitigation was implemented. The data for this stuidy were obtained through interviews with 8 (eight) informants who were directly involved in the budget planning process.

.

The result of this study showed that the process of health service budget planning was good. The constraint was that the amount of Local Originally-Generated Revenues of Pidie Jaya District was still minimum and very much depending on the fund from the provincial government. Musrenbang planning process starts from the village level up to the district level musrenbang. Budget allocation for health is still much in the form of physical development and tools so as to community service activities is still lacking, for capacity building activities are still lacking. This study is expected to provide practical benefits to the elements of the budget planning process related to the interests of health, especially for health disaster. It is expected that the result of this study can be a practical benefit for the elements related to the importance of health service budget planning service especially for the disaster mitigation in the field of health.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Persatuan Bangsa-bangsa (PBB melalui United Nations International Strategy for Disaster Reduction UNISDR) mencatat kerugian akibat bencana di seluruh dunia mencapai US$ 380 milliar atau Rp 3.420 trilliun. Angka ini menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah. Kerugian tersebut terutama didorong oleh bencana gempa dan tsunami yang menimpa Jepang dua tahun lalu (Anonim, Angga Aliya detikfinance 2013).

Global Assessment Report

Bagi Indonesia hal tersebut sangat terasa dari dampak bencana. Besarnya kerusakan dan kerugian akibat dampak bencana sangat besar. Tsunami Aceh (2004) menimbulkan kerusakan dan kerugian Rp 39 Trilyun. Berturut-turut gempabumi Yogyakarta dan Jawa Tengah tahun 2006 (Rp 27 trilyun), banjir Jakarta tahun 2007 (Rp 4,8 trilyun), gempabumi Sumbar tahun 2009 (Rp 21,6 trilyun), dan erupsi merapi tahun 2010 di luar dari dampak lahar dingin sebesar Rp 3,56 trilyun. Sebuah angka yang sangat besar.Tentu saja hal ini sangat berat jika dibebankan kepada daerah.

(GAR 2011) memperkirakan bahwa kerugian akibat bencana setiap tahunnya rata-rata mencapai 1% dari produk domestik bruto (PDB), atau setara dengan kerugian yang dialami oleh negara-negara yang mengalami krisis keuangan global pada tahun 1980 dan 1990-an (Nugroho, 2013)


(22)

Dalam kondisi normal saja, saat ini banyak daerah-daerah di Indonesia yang defisit, apalagi bila terkena bencana dan harus memulihkan perekonomian daerah. Oleh karena itu Pemerintah Pusat perlu membantu pendanaannya. Dan dalam kenyataannya hampir 90 persen lebih sumber dana dari berasal pemerintah pusat. Guna mengatasi banjir yang terjadi di Jakarta beberapa waktu yang lalu pemerintah telah mengalokasikan dana Rp 2,3 triliun. Dana tersebut untuk normalisasi tiga sungai yaitu Pesanggrahan, Angke dan Sunter. Pelaksanaannya dimulai tahun 2011-2014. Pertahun dialokasi Rp 600 miliar yang dilakukan oleh Kementerian PU dan Pemprov DKI (Nugroho,2013)

Untuk penanggulangan bencana anggaran yang tersedia Rp4 triliun per tahun. Dana itu digunakan untuk pra bencana, saat bencana, pasca bencana. Keterbatasan anggaran menyebabkan kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) jadi terbatas. Padahal menurut undang-undang, pemerintah daerah bersama BPBD melakukan penanganan bencana di wilayah masing-masing. Sementara BNPB memberikan bantuan yang bersifat pendamping. Seharusnya jumlah anggaran ideal penanganan bencana di seluruh Indonesia sekitar Rp 15 triliun. Jumlah itu dibutuhkan karena wilayah Indonesia luas dan terdiri atas berbagai macam daerah dengan kondisi geografis berbeda (Anonim, Vera Erwaty ,Ismainy,

Menurut United Stated Geological Surve (USGS) and The Federal Emergency Management Agency (FEMA) Menyebutkan ”Setiap $ 1 belanja publik untuk mitigasi dan kesiapsiagaan bencana dapat menyelamatkan $ 7 dari kerusakan akibat bencana.” ”setiap $ 1 dana publik yang dibelanjakan untuk metigasi dan


(23)

kesiapsiagaan bencana akan menyelamatkan dana sebesar $ 2 untuk emergency respon” (Rinto Andriano, 2009)

Anggaran untuk melakukan penanggulangan bencana selama 5 (lima) tahun yang disepakati dalam Rencana Nasional Penanggulangan Bencana ini adalah Rp 64.475.060.000.000,- (enam puluh empat triliun empat ratus tujuh puluh lima miliar enam puluh juta rupiah). Atau rata-rata Rp.12.895.012.000.000,-(dua belas triliun delapan ratus sembilan puluh lima miliar dua belas juta rupiah) (Renas PB 2010-2014).

Pemerintah Aceh selain bencana gempa dan tsunami yang meluluhlantakan sebagian besar wilayah Aceh, pada tahun 2006 juga dilanda banjir bandang yang besar yang menerjang kabupaten Aceh Tamiang mengakibatkan sedikitnya 50 orang tewas dan 36 lainnya dinyatakan hilang, 87 ribu warga terpaksa mengungsi ke berbagai lokasi di 12 kecamatan di Aceh Tamiang dan diperkirakan kerugian mencapai Rp 2 Triliun. Disusul oleh banjir di Singkil pada akhir tahun 2012 diperkirakan kerugian Rp 27 milyar. di Aceh Besar baru-baru ini diterjang banjir yang mengakibatkan kerugian sekitar 14,5 milyar kata Kepala BPBD Aceh Besar, Muhammad Hatta, usai rapat koordinasi siaga darurat bencana Aceh 2013 di Aula BPBA, (Anonim, maiwanews walhi.or.id, 2013)

The Globe Journal mencatat jumlah anggaran yang diperuntukkan untuk Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) mengalami penurunan yang sangat drastis tahun 2012 BPBA mendapat anggaran sebesar Rp 53,6 millyar, sedangkan


(24)

pada Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tahun 2013 mendapat kecuran dana Rp.31 millyar. Angaran tersebut belum dibagikan untuk kabupaten/kota. Sebanyak Rp 17 milyarakan dibagikan untuk kabupaten/kota. Selebihnya Rp 14 milyar untuk menanggulangi bencana yang terjadi di Aceh.

Menurut Bupati Pidie Jaya banjir parah di Kabupaten Pidie Jaya terjadi di dua kecamatan wilayah itu, Kecamatan Meureudu dan Meurah Dua. Akibatnya kerugian yang disebabkan oleh banjir tersebut sekitar Rp 10 miliar. Diawal tahun 2013 Pidie Jaya juga dilanda bencana banjir yang melanda hampir seluruh kecamatan yang ada di Kabupetan Pidie Jaya, antara lain kecamatan Uleegle, Jankabuya, Ulim, Trienggadeng dan Luengputu, dengan jumlah kerugian yang belum dapat diperkirakan. Disamping bencana alam, hal ini disebabkan karena faktor letak geografis dan geologi serta demografi.

Bencana mengakibatkan dampak terhadap kehilangan jiwa manusia, harta benda, dan kerusakan prasarana dan sarana. Kerugian harta benda dan prasarana dapat mencapai jumlah yang sangat besar dan diperlukan dana yang sangat besar untuk pemulihan. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya menganggarkan dana siap pakai pada tahun 2012 sebanyak Rp 500 juta, anggaran tersebut ditempatkan pada di Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah (PPKAD), seharusnya dana siap pakai tersebut ditempatkan pada BPBD Kabupaten seperti yang diamanatkan dalam PP no 22 tahun 2008 Pasal 6 ayat 3 dana siap pakai adalah dana yang selalu tersedia dan dicadangkan oleh Pemerintah untuk digunakan pada saat tanggap darurat bencana sampai dengan batas waktu tanggap darurat berakhir.


(25)

Berdasarkan dampak yang ditimbulkan, maka pemerintah membentuk Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, Penanggulangan bencana merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bersifat

preventif, penyelamatan, dan rehabilitatif yang harus diselenggarakan secara

koordinatif, komprehensif, serentak, cepat, tepat dan akurat melibatkan lintas sektor dan lintas wilayah sehingga memerlukan koordinasi berbagai instansi terkait dengan penekanan pada kepedulian publik dan mobilisasi masyarakat.

Secara teoritis kehadiran undang-undang nomor 22 tahun 1999 dan yang telah diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 25 tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 33 tahun 2004 tersebut cukup menjanjikan bagi terwujudnya good governance di berbagai daerah di Indonesia, local accountability, transparency dalam pengelolaan anggaran publik sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan hak masyarakatnya. Meski demikian, perlu disadari bahwa tujuan ideal desentralisasi dan otonomi daerah tidak dengan serta merta dapat dicapai hanya dengan kehadiran kedua UU tersebut (Khusaini, 2006)

Dalam perencanaan anggaran dan pengesahan anggaran melibatkan unsur-unsur eksekutif dan legislatif dimana peran kedua unsur-unsur tersebut sangat penting, sehingga anggaran penanggulangan bencana dapat diperioritaskan secara optimal, kepala seksi bina program dari dinas terkait sangat berpengaruh dalam hal perencanaan disamping lobi-lobi politik lain nya.

Menurut Sutaat dalam Syaukani (2003), hubungan eksekutif dan legislatif mengandung implikasi positif dan negatif. Implikasi positif hubungan eksekutif dan


(26)

legislatif, terutama peran legislatif yang diharapkan dapat lebih aktif dalam menangkap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, kemudian mengadopsinya dalam berbagai bentuk kebijakan publik di daerah bersama-sama dengan eksekutif. Implikasi negatif kemungkinan terjadi konflik berkepanjangan antara eksekutif (Kepala Daerah) dan legislatif (DPRD). Hal tersebut dapat terjadi karena 1) gaya kepemimpinan Kepala Daerah dengan Pimpinan DPRD; 2) latar belakang kepentingan; 3) latar belakang pengalaman dalam berpolitik dan penyelenggaraan pemerintahan.

Kebijakan publik yang menguntungkan masyarakat tidak akan bisa terwujud bila legislatif kurang mempunyai kemauan dan kemampuan yang memadai sebagai wakil rakyat. Diperkirakan tidak semua wakil rakyat mampu menangkap aspirasi arus bawah dan memahami secara utuh kondisi masyarakatnya, keinginan, harapan dan keutuhannya. Bila ini terjadi maka kemungkinan akan muncul kebijakan daerah yang justru tidak memihak kepada rakyat.

Bila dirujuk pada realita bahwa setiap ada bencana pasti ada korban baik korban jiwa, gagal panen, rusaknya infrastruktur pemerintah dan harta benda masyarakat. Maka dalam penanganan setiap korban diperlukan anggaran yang tidak sedikit, dalam hal ini pemerintah daerah perlu mengangarkan anggaran kesehatan bidang bencana untuk antisipasi jatuhnya korban setelah terjadi bencana mengingat banyaknya korban yang mengalami masalah kesehatan.

Untuk mewujudkan visi pembangunan Kabupaten Pidie Jaya, maka ditetapkan misi yang merupakan pernyataan usaha pencapaian visi. Misi


(27)

pembangunan Kabupaten Pidie Jaya periode 2009-2014 adalah: (1) Membangun dan memperbaiki kredibilitas, kapasitas manajemen dan kinerja aparatur Pemerintah Daerah (2) Mengaktualisasikan kembali potensi pembangunan Kabupaten PidieJaya dengan semangat kebersamaan (3) Pemberdayaan ekonomi masyarakat terutama masyarakat bekerjadisektor perkebunan, pertanian dan nelayan (4) Menumbuhkan kembali nilai-nilai islamiah dan perumusan kebijakanpembangunan dan pembinaan kemasyarakatan (5) Memfasilitasi penyediaan modal usaha bagi pertumbuhan ekonomidan kemakmuran masyarakat.Seiring dengan profil dinas kesehatan Pidie Jaya tentang pencapaian Pidie Jaya Sehat 2018 pasokan dana pusat dalam anggaran pembangunan daerah dan bantuan-bantuan lain sangatlah dibutuhkan dalam menunjang pembangunan disegala bidang, khususnya dana untuk anggaran kesehatan ( Profil Kab.Pidie Jaya tahun 2009).

Upaya peningkatan pembiayaan terhadap sektor kesehatan Pidie Jaya mengandalkan anggaran dari APBN, APBD 1& II, bantuan hibah dan negara luar (NGO) serta bantuan dana JAMKESMAS yang dikelola oleh PT Askes yang disalurkan langsung ke unit pelayanan yaitu Rumah Sakit dan Puskesmas yang dianggarkan oleh Departemen Kesehatan RI. (Profil Dinkes Pidie Jaya tahun 2009)

Masalah-masalah yang berkaitan dengan analisis perencanaan anggaran kesehatan bidang bencana telah banyak menjadi fokus penelitian, ada beberapa penelitian yang cukup relevan dengan penelitian tentang analisis proses perencanaan anggaran kesehatan bencana di Kabupaten Pidie Jaya Pemerintah Aceh.


(28)

Penelitian-penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Fazli (2010); menunjukkan bahwa persepsi (pengalaman, proses belajar, motivasi) dan kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap) eksekutif dan legislatif tentang bencana secara simultan berpengaruh terhadap perencanaan anggaran bencana, secara parsial proses belajar dan pengetahuan merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap perencanaan anggaran bencana. Hal ini juga berkaitan dengan hasil penelitian Asludin (2008), yang menunjukkan sumber pendanaan masih tergantung anggaran pusat dan BLN, anggaran lebih berorientasi pada fisik ketimbang program, ketercukupan terhadap PAD masih sangat kecil

Apabila terjadi bencana pihak Pemkab (Sekda) yang merupakan ketua penanggulangan bencana melalaui Badan Penanggulangan Bencana Dearah melakukan koordinasi untuk mengerakan setiap SKPK (satuan Kerja Perangkat Kabupaten) yang terkait langsung denagan bencana untuk melakukan pertolongan baik itu pengobatan dan evakuasi korban, disini dinas kesehatan mempunyai peranan penting dalam penanganan bencanaa dimana menurut UU no 24 tahun 2007 pasal 53 pemenuhan kebutuhan dasar meliputi: 1) kebutuhan air bersih dan sanitasi, 2) pangan, 3) sadang, 4) pelayanan kesehatan, 5) pelalayanan psikososial dan 6) penamungan tempat hunian, dari 6 (enam) komponen diatas urutan 1,4,5 menjadi tanggung jawab dinas kesehatan, maka diperlukan alokasi anggaran yang cukup.

Berdasarkan kondisi tersebut diatas, penulis tertarik untuk menganalisis lebih dalam tentang proses perencanaan anggaran kesehatan untuk penanggulangan bencana di Kabupaten Pidie Jaya.


(29)

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana proses perencanaan anggaran dinas kesehatan untuk penanggulangan bencana di Kabupaten Pidie Jaya tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis proses perencanaan anggaran dinas kesehatan untuk penanggulangan bencana di Kabupaten Pidie Jaya tahun 2013.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi mahasiswa dan Program Studi Manajemen Kesehatan Bencana untuk peneliti selanjutnya.

2. Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait DPRD, Dinkes dan Sekda Kab untuk meningkatkan alokasi anggaran yang maksimal untuk penanganan bencana khususnya dibidang kesehatan

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi perpustakaan hingga menjadi dasar pemikiran untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya.


(30)

BAB 2

TINJUAN PUSTAKA

2.1. Penelitan yang Terdahulu

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Kurniasih (2007), dalam penyusunan anggaran isian usulan RASK tidak sesuai dengan format yang telah ditentukan oleh TPA Eksekutif, untuk perencanaan tujuan dan sasaran yang menjadi pedoman adalah Renstra Dinas Kesehatan selama ini masih berbentuk draf, dalam perencanaan operasional banyaknya kegiatan yang dihilangkan, dalam hal penganggaran usulan RASK tidak semua direalisasi sesuai dengan usulan, dan penetapan anggaran adanya pemotongan anggaran yang dilihat dari seluruh jumlah anggaran

Dalam penelitian Maharani dan Herawati (2008), dikatakan bahwa intervensi politik DPR mempunyai peranan dominan dalam penganggaran di Departemen Keseahtan, khusus anggaran rumah sakit yang bersifat fisik. Intervensi politik terjadi karena transfer anggaran Departemen Kesehatan ke daerah belum didukung oleh legal formal serta perhitungan teknis yang rasional

Sedangkan penelitian Ekeocha (2012), di Negara Nigeria meyimpulkan dengan reformasi kelembagaan dapat mengindentifikasi dan memperbaiki penyimpangan, sehingga ketepatan waktu dapat dicapai dalam proses penganggaran dan membuat pelaksanaan anggaran menjadi efektif.

Dalam penelitian Symond. D (2006), Dikatakan bahwa proses perencanaan kesehatan yang dilaksanakan dengan perencanaan dari bawah ke atas battom-up.


(31)

Kebayakan dari anggaota yang terlibat perencanaan tidak mempunyai pengetahuan yang baik tentang metode perencanaan dan langkah-langkah perencanaan,beberapa hambatan yang ditemukan karena tidak tersedianya data dalam membuat rencana anggaran. Dokumen perencanaan kesehatan yang dibuat berupa Rancangan Anggaran Satuan Kerja (RASK). Tahun anggaran 2006 meningkat 3,8% dibanding tahun sebelumnya.Dapat disimpulkan perencanaan anggaran kesehatan tahun 2006 dilakukan dengan sistem buttom-up, tidak sesuai hasil yang diharapkan karena beberapa anggota yang terlibat dalam perencanaan tedak berpengalaman dan masih minim pengetahuan.

2.2. Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu aktivitas yang bertujuan dan dinamis yang berkenaan dengan pencapaian tujuan yang diinginkan. Dalam definisi lain Perencanaan dijelaskan sebagai suatu proses menentukan sasaran yang ingin dicapai, tindakan yang seharusnya dilaksanakan, bentuk organisasi yang tepat untuk mencapainya dan SDM yang bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan (Nurlan, 2008). Perencanaan merupakan proses untuk memutuskan tujuan-tujuan apa yang akan dicapai selama periode waktu mendatang dan apa yang akan dilakukan agar mencapai tujuan tersebut (Sunyato, 2012)

Menurut G.R.Terry dalam Hasibuan (2010) Perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai


(32)

masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Menurut Wijono (2000), perencanaan adalah proses rumusan misi, rumusan masalah, rumusan tujuan umum dan tujuan khusus, rumusan kegiatan, asumsi perencanaan, strategi pendekatan, kelompok sasaran, waktu, biaya, serta metode penilain dan kriteria keberhasilan. Proses perencanaan adalah menetapkan prioritas masalah dan menetapkan prioritas jalan keluar.

Selanjutnya Koontz dan O’Donnel dalam Robbin (2002), perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang berkaitan dengan pemilihan satu diantara berbagai alternatif untuk mencapai tujuan, melaksanakan kebijaksanaan, prosedur, program dari alternatif yang ada.

Macam perencanaan dibedakan menurut jangka waktu berlakunya rencana (perencanaan jangka panjang, menengah dan pendek), frekuensi penggunaan (perencanaan induk, operasional dan harian), filosofi perencanaan (perencanaan memuaskan, optimal dan adaptasi), waktu (perencanaan yang berorientasi masa lalu-kini dan masa depan, serta menurut ruang lingkup (perencanaan strategik, taktis, menyeluruh dan perencanaan terpadu).

2.2.1. Proses Perencanaan

Proses adalah urutan pelaksanaan ata didesain, mungkin menggunaka yang menghasilkan suatu hasil(Anonim Wikipedia 2013).


(33)

Proses perencanaan atau planning adalah bagian dari daur kegiatan

decision

making)untuk masa depan, baik jangka panjang maupun jangka pendek, sehubungan dengan pokok pertanyaan: apa, siapa, bagaimana, kapan, di mana, dan berapa, baik sehubungan dengan lembaga yang dimanajemeni maupun usaha-usahanya(Anonim Wikipedia 2013).

2.2.2. Lagkah-langkah Perencanaan

Menurut Bryson (2005), langkah-langkah perencanaan anggaran adalah identifikasi mandat organisai, memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi, penilaianterhadap lingkungan eksternal, penilaian lingkungan internal, identifikasi isu-isu strategis yan dihadapi, merumuskan strategi untuk mengelola isu dan penetapan visiorganisasi yang efektif dan efesien

Menurut Stoner (2002), ada 4 langkah proses perencanaan anggaran sebagai berikut : (1) Tetapkan tujuan atau perangkat tujuan. Perencanaan diawali dengan keputusan mengenai apa yang diinginkan atau dibutuhkan oleh sebuah organisasi. (2) Tentukan situasi sekarang. Berapa jauhkah organisasi dari tujuannya, sumber daya apa yang tersedia. Setelah keadaan terakhir dianalisis, rencana dapat disusun untuk membuat peta kemajuan selanjutnya. Jalur komunikasi yang terbuka di dalam organisasi akan memberikan informasi tentang data keuangan dan data statistik . (3) Identifikasi pendukung dan penghambat tujuan. Faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal yang dapat membantu organisasi untuk mencapai tujuan. (4) Kembangkan rencana atau perangkat tindakan untuk mencapai tujuan. Langkah terakhir dalam


(34)

proses perencanaan adalah pengembangan berbagai alternatif cara bertindak untuk mencapai tujuan yang diinginkan, mengevaluasi alternatif-alternatif yang paling sesuai.

Menurut Budi M (2010) Proses penyusunan rancanagan APBD/APBK secara garis besar meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a) Penyusunan Rencana Kerja Pemda, b) Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), c) Pembahasan KUA dan PPAS oleh Pemda dengan DPRD/DPRK, d) Penyusunan Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA SKPD/SKPK, e) Penyusunan Rencana Kerja Angggaran (RKA SKPD dan RKA PPKD) dan f) Penyusunan Rancangan APBD/APBK.

Perencanaan kesehatan pada dasarnya berhubungan erat dengan pemilihan, yaitu: memilih satu cara atau memilh beberapa cara diantara pilihan untuk mencapai tujuan dimasa yang akan datang (Lubis, A F 2009).

Penyusunan rencana dan program pada hakekatnya adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran/tujuan mengandung pengertian bahwa perencanaan berkaitan erat dengan perumusan kebijakan. Sehubungan dengan itu perencanaan pada garis besarnya terdiri atas beberapa tahapan yang harus dilalui dan dilaksanakan oleh unit organisasi. (1) Tahap persiapan rencana: a) mengindentifikasi, menganalisis, dan merumuskan masaalah. b) merumuskan alternatif kebijakan. c) menetapkan kebijakan (2) Tahap penjabaran kebijakan kedalam sasaran dan anggaran. a) mengkoordinasi penjabaran kebijaksanaan kedalam sasaran dan anggaran b) menetapkan penjabaran


(35)

sasaran dan anggaran. c) menetapkan sasaran dan anggaran (bahan nota keuangan) merupakan rancangan anggaran berdasarkan skala prioritas. d) menetapkan rancangan, sasaran dan anggaran (alokasi APBN). e) menetapkan satuan sebagai dasar penyusunan RKA-KL dan DIPA. (3) Tahap penyusunan DIPA dan penetapan pertanggung jawab kegiatan (Anonim, Kartiwa.H.A, 2004)

Tabel 2.1 Kalender Perencanaan dan Penganggaran RAPBK Kab. Pidie Jaya

No Kegiatan Pelaksana Waktu

A Penyusunan Rencana kerja Pembangunan Kabupaten (RKPK) /Rencana Kerja (RENJA) Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK)

1 Pembentukan Tim Penyusun RKPK/tahun 2014

Bappeda Mngg II Bulan Jan 2 Penyusunan Rancangan Awal

RKPK/Renja SKPK

Bappeda Mngg III Bulan Jan 3 Musrenbang Desa/Gampoeng Geuchik Mngg IV Bulan Jan

4 Musrenbang Kecamatan Camat Mngg Is/d III

Bulan Feb.

5 Forum SKPK Bupati Mngg IV Bulan

Feb.s/d mgg I Mart 6 Musrenbang RKPK Pidie Jaya Bupati Mngg Is/d II Bulan

Mart 7 Penyampaian Renja SKPK Tahun

Anggaran 2014

Sekda Mngg III & IV Bulan Feb s/d mgg I Bulan Aprt

8 Musrenbang Aceh Bappeda

Aceh

Mngg IIs/d III Bulan Aprt.

9 Musrenbang Nasional Bappenas Mgg IV Bulan Aprt s/d mgg I Mei 10 Perumusan rancangan akhir/ finalisasi

RKPK Tahun Anggaran 2013

Bappeda Mgg Is/dIII Bulan Mei

11 Penetapan peraturan Bupati tentang RKPK dan Penetapan Renja SKPK

Bupati Mgg IV Bulan Mei B Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan

Plapon Anggaran Sementara (PPAS) 12 Penyusunan Rancangan KUA dan

PPAS Tahun Anggaran2014

TAPK Mgg I Bulan Aprt s/d mgg II bulan juni


(36)

Tabel 2.1 (Lanjutan) 13 Penyampaian Rancangan KUA dan

PPAS Tahun Anggaran2014 Kepada Bupati

TAPK Mgg I s/d II Bulan Jun

14 Penyampaian Rancangan KUA dan PPAS Tahun Anggaran2014 Kepada DPRK

Bupati Mgg II s/d III Bulan Jun 15 Pembahasan KUA dan PPAS Tahun

Anggaran 2014

Bupati/DPRK Mgg III&IV Bulan Jun s/d mgg I bulan Jul.

16 Penetapan Nota Kesepakatan KUA dan PPAS Tahun Anggaran 2014

TAPK Mgg I s/d II Bulan Jul.

17 Penyusunan Rancangan KUA

Perubahan dan PPAS Perubahan Tahun Anggaran 2013

TAPK Mgg III&IV Bulan Jul s/d mgg I&II bulan Agst 18 Penyampaian Rancangan KUA

Perubahan dan PPAS Perubahan Tahun Anggaran 2013 Kepada Bupati

TAPK Mgg III Bulan Agst

19 Penyampaian Rancangan KUA

Perubahan dan PPAS Perubahan Tahun Anggaran 2013 Kepada DPRK

TAPK Mgg IV Bulan Agst s/d mgg I bulan Sept

20 Penetapan Nota Kesepakatan KUA Perubahan dan PPAS Perubahan Tahun Anggaran 2013

Bupati /DPRK

Mgg II s/d III Bulan Sept C Penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten

(RAPBK)

21 Penyiapan SE Bupati tentang pedoman Penyusunan RKA SKPK

DPKAD Mgg III Bulan Jul. 22 Penetapan SE Bupati tentang pedoman

Penyusunan RKA SKPK

Bupati Mgg IV Bulan Jul. 23 Penyusunan RKA SKPK Tahun

Anggaran 2014

SKPK Mgg IV Bulan Jul s/d mgg II bulan Agst

24 Penyampaian RKA SKPK Tahun Anggaran 2014 Kepada TAPK

TAPK Mgg II s/d III Bulan Agst 25 Pembahasan RKA SKPK Tahun

Anggaran 2014 oleh TAPK

TAPK Mgg III Bulan Agst s/d mgg I bulan Sept

26 Penyempurnaan RKA SKPK Tahun Anggaran 2014 oleh TAPK

SKPK Mgg I s/d II Bulan Sept


(37)

Tabel 2.1 (Lanjutan) 27 Penyusunan dan penyampaian RKA

Perubahan SKPK Tahun Anggaran 2013 Kepada TAPK

SKPK Mgg II s/d IV Bulan Sept 28 Penyampaian dan Pembahasan

Rancangan Qanun APBK Parubahan tahun Anggaran 2013 Kepada DPRK

Bupati /DPRK

Mgg III&IV Bulan Sept s/d mgg I Okt 29 Evaluasi Qanun APBK Perubahan TA

2013 dan Perbup ttg Penjabaran APBK Perubahan dan Evaluasi oleh Gubernur

DPKAD Mgg I s/d II Bulan Okt

30 Penyusunan Rancangan Qanun APBK Tahun Anggaran 2014

DPKAD Mgg IV Bulan Sept s/d mgg I&II bulan Okt

31 Penyampaian Rancangan Qanun APBK Tahun Anggaran 2014 Kepada DPRK

Bupati Mgg II s/d III Bulan Okt 32 Pembahasan Rancangan Qanun APBK

Tahun Anggaran 2014

Bupati/DPRK Mgg IV Bulan Okt s/d mgg III bulan Nov.

33 Persetujuan bersama antara DPRK dengan Bupati tentang Rancangan Qanun APBK Tahun Anggaran 2014

Bupati/DPRK Mgg III bulan Nov.

34 Evaluasi Qanun APBK tahun Anggaran 2014 dan peraturan Bupati ttg

Penjabaran APBK oleh Gubernur

DPKAD Mgg IV bulan Nov.

35 Penyempurnaan rancangan Qanun APBK berdasarkan hasil evaluasi

DPKAD Mgg IV bulan Nov. 36 Penetapan Qanun APBK dan Perbub

tentang penjabaran APBK Tahun Anggaran 2014

Bupati Mgg I bulan Des

37 Publikasi APBK Tahun Anggaran 2014 Bupati Mgg II bulan Des. 38 Penetapan DPA-SKPK Tahun

Anggaran 2014

Sekda Mgg III s/d IV bulan Des.

Sumber : Bappeda Pidie Jaya

Siklus APBD terdiri dari empat tahap, yaitu 1) tahap penyusunan yang terdiri dari perencanaan dan penganggaran, 2) tahap pembahasan dan penetapan, 3) tahap pelaksanaan dan 4) tahap pertanggung jawaban APBD. Dari keseluruhan ini, tahap


(38)

pertama dan kedua sangat menentukan bentuk dan profil APBD (Juklak anggaran PUG)

2.3. Anggaran

2.3.1 Pengertian Anggaran

Dari segi pengertian, anggaran didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai ahli.Munandar (2002), Anggaran ialah suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.

Menurut Munandar (2007) Anggaran merupakan suatau hasil kerja (out put) yang dituangkan dalam sebuah naskah tulisan yang disusun secara sistematis dan teratur

Menurut Jones & Pendlybury dalam Ikhsan (2007) Anggaran adalah suatu alokasi sumber daya yang dibuat secara terencana, menganai berbagai hal atau aktifitas yang akan dilakukan pada masa yang akan datang, yang didasarkan pada sejumlah variabel penting, yang ditujukan untuk mencapai sejumlah tujuan tertentu, antara penerimaan yang diperkirakan dengan pengeluaran yang direncanakan, serta menjadi suatu dasar atau basis untuk mengukur dan mengontrol pengeluaran dan pendapatan.


(39)

Anggaran adalah suatau ikhtiar dari hasil yang diharapkan dan pengeluaran yang disediakan untuk mencapai hasil tersebut yang dinyatakan dalam kesetuan uang (Hasibuan.M SP 2010).

Menurut Kumorotomo dan Purwanto (2005), anggaran suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan lembaga, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah (Budi M 2010).

Seperti yang diamanatkan Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 170 ayat (1,2,3). (1) Pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya gunauntuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. (2) Unsur-unsur pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas sumber pembiayaan, alokasi, dan pemanfaatan. (3) Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, swasta dan sumber lain

Sedangkan menurut Pasal 1 ayat 7 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah yang disetujui oleh


(40)

Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut Pasal 11 ayat 1 dan 2 dinyatakan pula bahwa APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan yang setiap tahunnya ditetapkan dengan undang-undang dan di dalamnya terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan.

2.3.2 Jenis-jenis Penganggaran

Anggaran dapat disususn dengan beberapa cara. Cara penyusunan anggaran ini biasanya didasarkan pada berbagai langkah, prosedur, aktivitas, atau cara penyusunan yang digunakan, yang kemudian akan menentukan jenis anggaran tersebut. Ada beberapa jenis anggaran yang penyusunannya didasarkan pada berbagai aspek, seperti (1) line item budgeting anggaran yang penyusunannya didasarkan pada item-item pengeluaran yang dilakukanuntuk membiayai berbagai aktivitas tertentu yang dilaksanakan Pemda. (2) peformance budgeting anggaran yang penyusunannya didasarkan pada hasil yang ingin diperoleh dari setiap aktivitas yang akan dilakukan dengan anggaran yang tersusun tersebut. (3) program budgeting anggaran yang penyusunannya didasarkan pada program-pogram yang akan dilaksanakan oleh suatu organisasi pada periode yang akan datang. (4) zero based budgeting anggaran yang penyusunannya didasarkan pada asumsi bahwa segala kegiatan atau aktivitas organisasi dimulai dari awal. (5) mission driven budget anggaran yang disusun dengan berdasarkan pada misi yang akan dijalakan oleh suatau organisasi

Menurut Ikhsan (2007) yang mengutip pendapat Woelfel (1987) Jenis-jenis anggaran negara yang umum digunakan adalah.


(41)

Jenis anggaran ini dapat dikatakan sebagai jenis anggaran yang paling tua dibanding dengan jenis anggaran yang lain. Jenis anggaran ini mengunakan pendekatan objek pengeluaran dalam penganggaran. Anggaran incremental

menunjukan kategori line item pengeluaran yang harus dilakukan sepanjang tahun.

Line item budgeting merupakan unit-unit pengeluaran yang mengacu pada suatu departemen atau bagian-bagian tertentu dalam organisasi. Anggaran ini lebih menekankan pada objek pendapatan dan pengeluarannya. Pendapatan dapat berupa pendapatan dari pajak, restribusi, dan bantuan (grant) maupun pinjaman (loan). Sedangkan pengeluaran dapat berupa belanja pegawaiatau gaji, belanja peralatan, belanja perlengkapan, biaya perjalanan dan sebagainya.

Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu: (a) cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism dan (b) struktur dan susunan angan yang bersifat line-item. Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah: (c) cendrung sentralistik;(d) bersifat spesifikasi; (e) tahunan; dan (i) menggunakan prisnsip anggaran bruto. Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan.

Anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi tersebut, maka satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan pengguna anggaran (Mardiasmo, 2004)


(42)

b. Performance budgeting/ pengganggaran berdasarkan kinerja,

Suatu struktur anggaran yang berfokus pada aktivitas atau fungsi penciptaan suatu produk atau hasil dan dari mana sumber daya digunakan, serta menunjukan proses penganggaran yang berkaitan antara tujuan organisasi dengan penguna sumber daya (Ikhsan 2007 dalam Woelfen 1987:36). Anggaran ini pada prinsipnya terfokus pada peningkatan efisiensi dangan cara pengklarifikasian aktivitas dan pengukuran biaya (cost). Komponen yang biasanya terdapat dalam sistem anggaran ini adalah klasifikasi aktivitas, pengukuran kinerja, dan laporan kinerja. Namun permasaalahan utama dari sistem angaran ini adalah kesulitan untuk menentukan kriteria kinerja yang sesuai atau cocok.

Kelemahan anggaran berbasis kinerja dibandingkan dengan line item budgeting: (1) Jika diterapkan secara agregat pada tingkat regional atau nasional, estimasi target indikator kinerja tidak lebih baik daripada line item budget; (2) Indikator kinerja, terutama indikator outcome, manfaat dan dampak, dari aktivitas atau pelayanan instansi pemerintah tidak selalu mudah diidentifikasi; (3) Anggaran berbasis kinerja sesuai untuk aktivitas jangka pendek tetapi kurang sesuai untuk aktivitas jangka panjang. Anggaran berbasis kinerja terpaksa harus muncul beberapa kali untuk dapat menunjukkan outcome, manfaat, dan dampak seperti yang diharapkan.

Sebagian dari proses perencanaan, anggaran berbasis kinerja tidak bisa dipisahkan dari hasil perencanaan lainnya, baik perencanaan yang mendahului penyusunan anggaran, seperti perencanaan strategis (strategic planing) dan


(43)

pemograman (programming), maupun perencanaan yang dilakukan sebagai tindak lanjut pelaksanaan anggaran, seperti penyusunan tim pelaksana (staffing) dan penyusunan jadwal pelaksanaan kegiatan (scheduling). Anggaran harus mencerminkan butir-butir perencanaan strategis seperti visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan umum organisasi, maupun butir-butir perencanaan pasca-penganggaran, seperti pedoman penyusunan tim pelaksana dan jadwal kegiatan. Dengan karakteristik tersebut, anggaran tidak saja memiliki fungsi perencanaan, tetapi juga fungsi koordinasi vertikal dan horizontal untuk merealisasi berbagai rencana organisasi.

c. Planning programing budgeting system/PPBS

Merupakan teknik manejarial yang didesain untuk memadukan proses perencanaan dengan pengalokasian dana dengan cara sedemikaian rupa sehingga sulit untuk mengalokasikan dana tanpa ada perencanaan (Ikhsan 2007 dalam woelfen 1987:36). PPBS menekan pada kinerja performance, seperti ouput dan efisien.

d. Zero base budgeting/ZBB

Teknik anggaran ini memulai prose penyusunan anggrannya dengan mengasumsikan lembaga berada pada kondisi nol, meskipun organisasi telah beroperasi sekian lama. Karena itu sumber-sumber dana yang ada tidak harus dialokasikan seperti tahun-tahun sebelunya. Semua jenis dan jumlah penerimaan maupun pengeluaran harus dievaluasi kembali. ZBB merupakan suatu teknik anggaran yang dapat melakukan respon cepat terhadap tutuntan masyarakat dan karena dianggap lebih mampu mengalokasikan sumber-sumber daya secara efektif.


(44)

Langkah-langkah yang sistematis dalam ZBB: (1) mengindentifikasi unit-unit pengambil keputusan decision units. (2) mengalisis unit-unut pengambil keputusan dikaitkan dengan paket paket keputusan atau paket-paket kegiatan decision packages

(3) mereview atau menganalisis dan membuat rangking terhadap dicision packages yang telah dibuat untuk mengembangkan kelengkapan usul (4) menyiapkan anggaran secara rinci sehingga mencerminkan keputusan yang disetujui dalam kelengkapan usul.

Keunggulan sisten ZBB antara lain: (1) Tidak mengasumsikan bahwa polaalokasi tahun-tahun sebelum nya dapat digunakan sebagai dasar untuk pola alokasi untuk tahun-tahun yang akan datang. Karna itu evaluasi terus-menerus dapat dilakukan, sehingga alokasi dana dapat berjalan lebih efektif dan dapat menghindari terjadinya pemborosan anggaran. (2) Menghasil suatu sistem informasiyang lebih baik. (3) Mengikut sertakan lower level pada proses pembuatan anggaran. (4) dapat melakukan penyesuian-penyesuian adjusment yang diperlukan karena terjadi perubahan-perubahan pada sumber dana/apakah berkurang atuakah bertambah

Kelemahan sistem ZBB adalah: (1) Sistem anggaran ini terlalu sempurna, memakan waktu, tenaga biaya yang sangat besar untuk menyusunnya, sehingga bisa terjadi suatu kantor atau unit pemerintah sepanjang tahun kegiatannya hanya membuat atau mempersiapkan anggaran saja. (2) Tidak rasional, karena banyak pola pengeluaran yang sebenarnya sama dengan pola pengeluaran pada tahun-tahun sebelumnya/terutama pengeluaran-pengeluaran yang sifatnya rutin.


(45)

2.3.3. Proses Perencanaan Anggaran

Proses perencanaan anggaran dimulai dari Musrenbang, Musrenbang adalah forum musyawarah perencanaan pembangunan, musrenbang dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkat (Bappeda)

Musrenbang desa/kelurahan adalah forum musyawarah perencanaan pembangunan tahunan Kelurahan yang melibatkan para pelaku pembangunan di Kelurahan, memiliki tujuan: a) menampung dan menetapkan prioritas kebutuhan masyarakat yang diperoleh dari musyawarah perencanaan pada tingkat bawahnya, b)menetapkan prioritas kegiatan Kelurahan yang akan dibiayai melalui alokasi dana Kelurahan yang berasal dari APBD Kabupaten maupun sumber dana lainnya, c)menetapkan prioritas kegiatan yang akan diajukan untuk dibahas pada Musrenbang Kecamatan.

Musrenbang kecamatan merupakan forum musyawarah antar para pemangku kepentingan untuk membahas dan menyepakati langkah-langkah penanganan program kegiatan prioritas yang tercantum dalam daftar usulan rencana kegiatan pembangunan desa/kelurahan yang diintegrasikan dengan prioritas pembangunan daerah kabupaten/kota di wilayah kecamatan, yang dikoordinasikan oleh Bappeda Kabupaten dan dilaksanakan oleh camat.

Musrenbang Kecamatan diselenggarakan untuk: a) membahas dan menyepakati usulan rencana kegiatan pembangunan desa/kelurahan yang menjadi kegiatan prioritas pembangunan di wilayah kecamatan yang bersangkutan, b) membahas dan menyepakati kegiatan prioritas pembangunan di wilayah kecamatan


(46)

yang belum tercakup dalam prioritas kegiatan pembangunan desa, c) menyepakati pengelompokan kegiatan prioritas pembangunan di wilayah kecamatan berdasarkan tugas dan fungsi SKPD kabupaten/kota.

Forum SKPD atau forum gabungan SKPD adalah wadah bersama antar pelaku pembangunan untuk membahas prioritas program dan kegiatan pembangunan hasil musrenbang kecamatan dengan SKPD atau gabungan SKPD, serta menyusun dan menyempurnakan Renja SKPD, yang tata cara penyelenggaraannya difasilitasi oleh SKPD terkait.

Forum SKPD dan/atau forum gabungan SKPD bertujuan untuk, a) mensinergikan prioritas program dan kegiatan pembangunan hasil musrenbang kecamatan dengan rancangan Renja SKPD, b) menetapkan prioritas program dan kegiatan pembangunan dalam Renja SKPD, c) Menyesuaikan prioritas Renja SKPD dengan alokasi anggaran indikatif SKPD yang tercantum dalam rancangan awal RKPD dan d) Mengidentifikasi efektivitas regulasi yang berkaitan dengan fungsi SKPD.

Musrenbang Kabupaten atau musrenbang RKPD kabupaten/kota merupakan wahana antar pihak-pihak yang langsung atau tidak langsung mendapatkan manfaat atau dampak dari program dan kegiatan pembangunan daerah kabupaten/kota sebagai perwujudan dari pendekatan partisipatif perencanaan pembangunan daerah.

Musrenbang SKPD kabupaten/kota bertujuan: a) menyelaraskan prioritas dan sasaran pembangunan daerah kabupaten/kota dengan arah kebijakan, prioritas dan sasaran pembangunan daerah provinsi, b) mengklarifikasi usulan program dan


(47)

kegiatan yang telah disampaikan masyarakat kepada pemerintah daerah kabupaten/kota pada musrenbang RKPD kabupaten/kota di kecamatan dan/atau sebelum musrenbang RKPD kabupaten/kota dilaksanakan, dan c) mempertajam indikator kinerja program dan kegiatan prioritas daerah kabupaten/kota; dan menyepakati prioritas pembangunan daerah serta program dan kegiatan prioritas daerah

Gambar 2.1 Proses Perencnaan Anggaran Daerah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah (Budi M 2010).


(48)

2.3.4. Otonomi Daerah dan Desentralisasi

Menurut Asludin (2008) yang mengutip pendapat Cheema dan Rondinelli (1983), mendefinisikan desentralisasi sebagai perpindahan kewenangan atau pembagian kekuasaan dalam perencanaan pemerintah serta manajemen dan pengambilan keputusan dari tingkat nasional ke tingkat daerah. Pendapat lain yang mengaitkan desentralisasi dengan kekuasaan dikemukakan oleh Smith (1985), yakni desentralisasi sebagai pola hubungan kekuasaan di berbagai tingkat pemerintahan.

Menurut Dwiyanto (2003), desentralisasi dalam realisasinya diwujudkan ke dalam bentuk otonomi daerah sering dimaknai sebagai kepemilikan kekuasaan untuk menentukan nasib sendiri dan mengelolanya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati beresama.Pemaknaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri inilah yang sesungguhnya merupakan prinsip yang esensial dalam memahami otonomi daerah. Dengan kata lain, salah satu makna yang selalu melekat dalam otonomi daerah adalah pembagian kekuasaan antar berbagai level pemerintahan.

Pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dikatakan desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah Pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. Desentralisasi dapat memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang sangat bersifat struktur dari pemerintah pusat. Tingkat pemahaman serta sensitifitas terhadap kebutuhan daerah akan meningkat, hubungan


(49)

antar pejabat dan masyarakat semakin dekat sehingga mengakibatkan perumusan kebijakan yang lebih realistis (Syaukani, 2002).

2.4. Kebijakan Publik (Public Policy) 2.4.1. Pengertian

Pada dasarnya banyak para ahli yang mengemukakan defenisi tentang kebijakan public, antara lain adalah (Winarno,2002) :

a. Thomas R. Dye, menyarankan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan;

b. Richard Rose , menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri

c. William N. Dunn, mengatakan bahwa kebijakan public adalah suatu rangkaian pilihan – pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang – bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan, dan lain – lain;

d. James Anderson, kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan ;


(50)

e. Carl Friedrich, memandang kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan – hambatan dan kesempatan – kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu;

f. Sholichin Abdul Wahab mengajukan definisi dari W.I Jenkis yang merumuskan kebijaksanaan publik sebagai “a set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where these decisions should, in prinsiple, be within the power of these actors to achieve”

(serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekolompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut).

Dari berbagai definisi kebijakan publik diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik, kebijakan – kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau Negara yang berorientasi dengan kepentingan publik.


(51)

2.4.2. Jenis-jenis Kebijakan Publik

Jenis-jenis kebijakan publik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di pasal 7 menjelaskan jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan yaitu Undang-Uundang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah.

Anderson dalam Pasolong ( 2008 ), mengemukakan jenis-jenis kebijakan yaitu : a. Kebijakan substantif vs kebijakan prosedural

Kebijakan substantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang dilakukan pemerintah, seperti kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM), sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dilaksanakan;

b. Kebijakan distributif vs kebijakan regulatori vs kebijakan redistributif

Kebijakan distibutif menyangkut distribusi pelayanan atau pemamfaatannya pada individu atau masyarakat.Kebijakan regulatori adalah kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau sekelompok orang. Kebijakan redistributif adalah kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan pendapatan, kepemilikan atau hak-hak diantara berbagai kelompok dalam masyarakat;


(52)

c. Kebijakan material dan kebijakan simbolis.

Kebijakan material adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya konkrit pada kelompok sasaran sedangkan kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan mamfaat simbolis pada kelompok sasaran;

d. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum ( Public Goods ) dan barang privat ( Private Goods ).

Kebijakan public goods adalah kebijakan yang bertujuan untuk mengatur pemberian barang atau pelayanan publik.Sedangkan kebijakan private goods

adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas.

2.4.3. Analisis Kebijakan Publik

Analisis kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian sehingga dapat memberi landasan dari pembuat kebijakan dalam membuat keputusan. Tujuan analisis kebijakan adalah menyediakan informasi bagi pembuat kebijakan yang digunakan sebagai pedoman pemecahan masalah kebijakan secara praktis, menghasilkan informasi mengenai nilai dan arah tindakan yang lebih baik dan meliputi evaluasi kebijakan dan anjuran kebijakan (Dunn, 2003).

William N. Dunn menggambarkan penggunaan komponen-komponen prosedur metodologi dalam melaksanakan analisis suatu kebijakan dalam suatu sistem.


(53)

Komponen-komponen yang dimaksud dalam prosedur metodologi analisis kebijakan tersebut adalah perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan dan evaluasi. Melakukan analisis kebijakan berarti menggunakan kelima prosedur metodologi tersebut dalam proses kajiannya.

2.4.4. Kebijakan Kesehatan

Kebijakan Kesehatan (Health Policy) adalah segala sesuatu untuk memengaruhi faktor – faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat; dan bagi seorang dokter kebijakan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan.

Kebijakan kesehatan memiliki peran strategis dalam pengembangan, pelaksanaan program kesehatan, sebagai panduan bagi semua unsur masyarakat dalam bertindak dan berkontribusi terhadap pembangunan kesehatan. Melalui perancangan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan yang benar, diharapkan mampu mengendalikan dan memperkuat peran stakeholders guna menjamin kontribusi secara maksimal, menggali sumber daya potensial, serta menghilangkan penghalang pelaksanaan pembangunan kesehatan.

2.4.5. Kerangka Konsep dalam Kebijakan Kesehatan

Pendekatan sederhana dengan suatu tatanan hubungan yang kompleks dinyatakan sebagai segitiga analisis kebijakan yang menunjukkan kesan bahwa keempat faktor dapat dipertimbangkan secara terpisah. Keuntungan Analisis Kebijakan adalah kaya penjelasan mengenai apa dan bagaimana hasil (outcome)


(54)

kebijakan akan dicapai, dan piranti untuk membuat model kebijakan di masa depan dan mengimplementasikan dengan lebih efektif.

Skema segitiga analisis kebijakan dapat dilihat pada gambar berikut; Konteks

Isi / Content Proses Gambar 2.1. Segitiga Analisis Kebijakan

Sumber : Walt and Gilson ( 1994 )

2.4.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebijakan Kesehatan

Lechter ( 1979 ) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan kesehatan adalah :

a. Faktor situasional

Faktor situasional merupakan kondisi yang tidak permanen atau khusus yang dapat berdampak pada kebijakan.

b. Faktor struktural

Faktor struktural merupakan bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah.Faktor ini meliputi sistem politik, mencakup pula keterbukaan sistem tersebut dan kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembahasan dan keputusan kebijakan.

Actor

- Individu

- Grup


(55)

c. Faktor budaya

Faktor budaya dapat memengaruhi kebijakan kesehatan karena dalam masyarakat dimana hirarki menduduki tempat penting, akan sangat sulit untuk bertanya atau menantang pejabat penting atau pejabat senior.

d. Faktor internasional atau exogenous

Faktor internasional yang menyebabkan meningkatnya ketergantungan antar negara dan memengaruhi kemandirian dan kerjasama internasional dalam kesehatan.Meskipun banyak masalah kesehatan berhubungan dengan pemerintah nasional, sebagian dari masalah itu memerlukan kerjasama organisasi tingkat nasional, regional dan multilateral.

Menurut Kepmenkes No 1653//2005 Tentang Pedoman Penanganan Bencana Bidang Kesehatan, ada 3 (tiga) kebijakan yang dapat diambil:

1. Dalam penangan bencana bidang kesehatan pada prinsipnya tidak dibentuk sarana prasarana secara khusus, tetapi mengunakan sarana dan prasarana yang telah ada, hanya intensitas kerja ditingkatkan denagan memberdayakan sumua sumberdaya pemerintah kabupaten/kota dan serta masyarakat dan unsur swasta sesuai dengan ketentuan dan peratutran yang berlaku.

2. Dalam hal terjadinya bencana, pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan sarana kesehatan, tenaga kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan yang tidak dapat diatasi oleh dinas kesehatan kabupaten/kota setempat,maka Dinas kesehatan kabupaten/kota terdekat harus memberi bantuan, selanjutnya secara berjenjang merupakan tanggung jawab dinas kesehatan dan pusat.


(56)

3. Setiap kabupaten/kota berkewajiban membentuk satuan tugas kesehatan yang mampu mengatasi masalah kesehatan pada penanganan bencana diwilayahnya secara tewrpadu berkordinasi dengan Satlak PB.

2.5. Kesehatan

2.5.1. Pengertian Kesehatan

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU no 36 tahun 2009)

Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of diseases or infirmity” Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947) “

Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan (Djekky, Infodari.com 2013)

Pepkins mendefinisikan sehat sebagai keadaan keseimbangan yang dinamis dari badan dan fungsi-fungsinya sebagai hasil penyesuaian yang dinamis terhadap kekuatan-kekuatan yang cenderung menggangunya. Badan seseorang bekerja secara aktif untuk mempertahankan diri agar tetap sehat sehingga kesehatan selalu harus dipertahankan (Djekky, Infodari.com 2013).


(57)

Paune (1983), Sehat adalah fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri

(self care Resouces) yang menjamin tindakan untuk perawatan diri ( self care actions)

secara adekuat. Self care Resouces : mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Self care Actions merupakan perilaku yang sesuai dengan tujuan diperlukan untuk memperoleh, mempertahankan dan meningkatkan fungsi psikososial dan spiritual (Djekky, Infodari.com, 2013).

Pender (1982 )Sehat adalah perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain (aktualisasi). Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten sedangkan penyesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas struktural (Djekky, Infodari.com, 2013).

2.5.2. Pembiayaan kesehatan

Klarman (1964) dalam Lubis, A F (2009), mengatakan bahwa ekonomi kesehatan itu merupakan aplikasi ekonomi dalam bidang kesehatan. Secara umum ekonomi kesehatan akan berkonsentrasi pada industri kesehatan. Ada 4 bidang tercakup dalam ekonomi kesehatan yaitu: (1) Peraturan atau regulation. (2) Perencanaan atau planning. (3) Pemeliharaan kesehatan, organisasi atau the health maintenance. (4) Analisis cost dan benefit

Desentraliasi memberi warna tersendiri terhadap model pembiayaan kesehatan di Indonesia. Sebelum desentralisasi, alokasi anggaran kesehatan dilakukan oleh pemerintah pusat dengan menggunakan model negoisasi ke provinsi-provinsi. Ketika sifat big-bang kebijakan desentralisasi mengenai sektor kesehatan, tiba-tiba


(58)

terjadi alokasi anggaran pembangunan yang disebut dana alokasi umum (DAU) (Siddik, 2002).

Pembiayaan kesehatan di Indonesia terbagi menjadi tiga kelompok besar: (1) Pemerintah, (2) Bantuan/pinjaman Luar Negeri (donor), dan (3) Rumah tangga/swasta. Pada era desentralisai disoroti salah satu fungsi pemerintah sebagai sumber pembiayaan, termasuk di antaranya sumber Luar Negeri yang disalurkan melalui pemerintah. Sumber pembiayaan pemerintah dibagi menjadi: (1) Pemerintah pusat dan dana dekonsentrasi; (2) Pemerintah provinsi melalui skema dana provinsi (PAD ditambah dana desentralisasi DAU provinsi dan DAK provinsi); (3) Pemerintah kabupatenkota melalui skema dana pemerintah Kabupaten/Kota (PAD ditambah dana desentralisasi DAU Kabupaten/Kota dan DAK Kabupaten/Kota) (Pemerintah RI, 1999).

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana Pasal 63 dan 69 ayat (4) mengamanatkan perlunya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang mekanisme pengelolaan dana dan tata cara pemberian dan besarnya bantuan penanggulangan bencana. Untuk melaksanakan kedua ketentuan tersebut, Peraturan Pemerintah tentang anggaran dan pengelolaan bantuan bencana ini mengatur beberapa hal penting antara lain sumber dana, alokasi dana, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan dan pertanggung jawaban pada tahap pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.


(59)

2.5.3. Sumber-sumber Anggaran Kesehatan di Daerah a. Pendapan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD), adalah dana yang berasal dari suatu daerah (Kabupaten/Kota) yang berasal dari pungutan yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Keaungan Daerah, disahkan sebagai penghasilan asli daerah tersebut, dan digunakan/dialokasikan untuk kepentingan dan kebutuhan daerah, tanpa ada campur tangan instansi pemerintah yang lebih tinggi, provinsi ataupun pusat (Harbianto danTrisnantoro, 2004)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam UU No.33/2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, merupakan pendapatan yang diperoleh dan digali dari potensi pendapatan di daerah, meliputi: Pendapatan Asli Daerah (PAD), sumber-sumber PAD adalah: hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berupa (hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; jasa giro, pendapatan bunga, pendapatan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan lain-lain).

b. Dana perimbangan

Dana perimbangan antara pusat dan daerah meliputi: (1) dana bagi hasil; dana bagi hasil bersumber dari pajak terdiri dari: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh). Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam terdiri dari: kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi dan gas, pertambangan panas bumi.


(60)

Dana Alokasi Umum (DAU) konsekuensi otonomi daerah adalah perubahan sistem administratif,dimana daerah dituntut lebih otonom dalam menjalankan pemerintahan dankeuangan daerahnya. Kemampuan satu daerah dengan daerah lainnya tidaksama. Untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah pusatmemberikan kebijakan transfer kepada daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) (Siddik, 2002).

Dana Alokasi Khusus (DAK) .Dana Alokasi Khusus Non-reboisasi Bidang Kesehatan, Dana Alokasi Khusus Non-reboisasi Bidang Kesehatan Dana desentralisasi lainnya untuk bidang kesehatan adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) non-reboisasi. Dana ini dipakai untuk membiayaiupaya peningkatan akses dan kualitas kesehatan masyarakat di Kabupaten/Kota, misalnya rehabilitasi gedung puskesmas, pengadaan puskesmas keliling, dan kendaraan. Prinsipnya, pengalokasian dan alokasi khusus diprioritaskan untuk daerah yang memiliki kemampuan fisik rendah atau di bawah rata-rata Provinsi lain. Propinsi Papua, Provinsi Aceh, Kawasan Timur Indonesia (=KTI, Katimin), wilayah perbatasan, daerah pesisir dan kepulauan, daerah pascakonflik, daerah hilir aliran sungai rawan banjir, dan daerah terpencil (Bhisma Murti. LaksonoTrisnantoro,dkk, 2006). (4) lain-lain pendapatan, terdiri atas pendapatan hibah dan dana pendapatan darurat.

Pemerintah mengalokasikan dana darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan bencana nasional atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD (Prasojo E 2007).


(61)

2.6. Bencana

2.6.1. Pengertian Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU no 24 tahun 2007).

Menurut Federasi Internasional Surveyor (2006) Bencana bisa disebabkan oleh alam atau disebabkan buatan manusia. Bencana alam yang disebabkan oleh iklim sangat bervariasi sehingga menyebabkan kelaparan, kekeringan, dan pemanasan global. Hal ini jugaberhubungan denganbanjir, gempa bumi, seperti serangan angin topanChinook, badai, topanantara lain

Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak/tidak terencana atau secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan normal atau kerusakan ekosistem, sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban yaitu manusia serta lingkungan (kepmenkes no1653/2005).

(Albert A.A, 2011).

Dari sudut pandang ekonomi, bencana berarti kombinasi dari bermacam kerugian, sumber daya manusia, fisik, dan keuangan, dan penurunan kegiatan ekonomi seperti penghasilan, investasi, konsumsi, produksi, dan lapangan kerja dalam perekonomian "nyata" (Albert A.A, 2011).


(62)

Bencana adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar (Kepmenkes No 1357/2001)

2.6.2. Jenis-jenis Bencana

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah langsor.

a. gempa bumi adalah peristiwa pelepasan energi yang diakibatkan oleh pergeseran/pergerakan pada bagiana dalam bumi (kerak bumi)secara tiba-tiba

b. Tsunami adalah rangkaian gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan inpulsif dari dasar laut

c. Gunung meletus merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dengan istilah ”erupsi”

d. Banjir merupakan limpah air yang melebihi tinggi muka air normal, sehingga melimbas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai.

e. Angin topan merupakan pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam atau lebih yang sering terjadi diwilayah tropis diantara balik utara dan selatan, kecuali daerah-daerah yang sangat dekat dengan khatulistiwa.


(63)

f. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau bebatuan ataupun campuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau bebatuan penyusun lereng

Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit, epidemi dan wabah penyakit adalah kejadian terjangkitnya suatau penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secaranyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka (Permenkes RI no1501 th 2010).

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

a. Konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat adalah suata gerakan massa yang bersifat merusak tatanan dan tatatertib sosial yang ada yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai pertentangan atar agama/SARA

b. Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang dengan sengaja menggunakan acaman atua kekerasan sehingga menimbul kan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemardekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda yang lain/mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap


(64)

obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik international

2.8. Alur Pikir

Lingkup kajian dalam penelitian ini meliputi 3 (tiga) institusi

1. Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya sebagai instansi yang mengusul anggaran kesehatan untuk penanggulanagan bencana

2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) sebagai instansi yang merencanakan anggaran untuk setiap Dinas dan badan yang ada di Kabupaten Pidie Jaya

3. Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) sebagai unsur legeslatif yang memegang peranan penting dalam pengesahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) khususnya komisi C yang membidangi anggaran

Gambar 2.3 Alur Pikir Sumber anggaran

APBD KAB.

Proses Perencanaan 1.Menetapkan tujuan. 2.Menentukan Situasi.

a. Sasran. b. SDM.

c. Data keuangan.

3.Indentifikasi faktor –faktor. a. Pendukung.

b. Penghambat.

4.Mengembangkan rencana. a. Berbagai cara bertindak. b. Alternatif-alternatif yang

sesuai.

Tersedianya Anggaran Kesehatan untuk Penanggulangan


(65)

Berdasarkan kerangka pikir diatas aspek-aspek yang ditelaah kemudian dijabarkan menjadi variabel-variabel yang mencakup aspek-aspek sumber anggaran, proses perencanaan dan langkah-langkah perencanaan, maka diperlukan suatu penelitian kualitatif yang mampu menggali bagaimana efektifitas proses perencanaan anggaran kesehatan di Dinas kesehatan Kabupaten Pidie Jaya.


(66)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dan eksploratif . Pendekatan ini digunakan karena tujuan penelitian ini pada prinsipnya adalah untuk menjawab pertanyaan bagaimana pelaksanaan perencanaan anggaran kesehatan bidang penanggulangan bencana di Kabupaten Pidie Jaya Pemerintah Aceh.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pidie Jaya dengan pertimbangan; Pemda Pidie Jaya merupakan salah satu kabupaten pemekaran baru yang ada di Pemerintah Aceh yang secara geografis rawan terhadap bencana alam yang membutuhkan anggran kesehatan bencana serta penelitian ini belum pernah dilakukan dikabupaten Pidie Jaya sehingga cukup tepat untuk dilakukan penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2013

3.3 Informan Penelitian

Penentuan informan kunci yang ditetapkan adalah stakeholder. Adapun yang menjadi informan kunci antara lain: DPRK komisi C bidang anggaran, Kepala Bappeda, sekretaris Beppeda, Kasi SDM Bappeda, Kepala Dinas Kesehatan, Kasubbag Binaprogram Dinas Kesehatan, Kasi Penyelenggara upaya kesehatan khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya,


(67)

Informan pokok yang terlibat langsung dalam proses perencanaan anggaran bencana bidang kesehatan. Kasi penyelangara upaya kesehatan khusus, Kasubbag BinaProgram Dinkes Kab. Pidie Jaya.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan proses triangulasi,yaitu :

1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Menurut Haris Hardiansyah (2012) mengutip pendapat Moleong (2005), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Menurut Gorden wawancara merupakan percakapan antara dua orang yang salah satunya bertujuan untuk mengali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu.Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewancara (interviuwer) yang akan mengajukan pertanyaan terhadap informan(interviewee). Data hasil wawancara dikumpulkan dengan pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, dengan tatap muka langsung dengan informan. Supaya hasil wawancara dapat terekam baik maka digunakan alat bantu yaitu alat tulis, kamera, taperecorder untuk merekam.

2. Pengamatan/ Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan meliputi pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan alat indra. Metode ini dilakukan peneliti terhadap informan kunci dan pokok.


(68)

Menurut Patton ( 1988 ) dalam Sugiyono (2005), Manfaat Observasi adalah : a. Peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam dampak.

b. Diperoleh pengalaman langsung, sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya.

c. Peneliti dapat melihat hal yang kurang atau tak bisa diamati oleh orang lain, khusus nya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap “ Biasa “ dan arena itu tak diungkap bila dengan cara wawancara. Contoh nya melihat informan sedih, tertawa atau menangis lewat ekspresinya

d. Peneliti dapat menemukan hal yang di luar persepsi informan sehingga lebih komprehensif.

e. Peneliti tidak hanya mengumpulkan data yang kaya, tapi lebih merasakan kesan pribadi dan situasi yang ada di sana

3. Dokumentasi

Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan data berupa data dari laporan Renstra Dinas, RKA, Data Keuangan Daerah dan dokumen pendukung lainnya serta aturan-aturan normatif yang terkait penganggaran kesehatan, yang diperlukan untuk mendukung terlaksananya penelitian. Data-data ini diperoleh dari dokumen yang didapat melalui informan kunci.

Uji keabsahan dilakukan dengan teknik triangulasi data. Proses triangulasi dilakukan terus-menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan analisis data,


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)