Efek Samping Aspirin Aspirin .1 Uraian Umum Aspirin Ditjen POM, 1995

2.1.2.4 Aspirin Sebagai Anti Agregasi Platelet

Tromboksan A 2 bersifat vasokonstriktor dan juga merangsang platelet menempel di endothelium jaringan yang rusak adhesi-platelet. Aspirin menghambat sintesis tomboksan A 2

2.1.3 Efek Samping Aspirin

sehingga terjadi penghambatan agregasi trombosit dan perpanjangan waktu pendarahan. Efek hemostatik dapat kembali normal kira-kira 36 jam setelah pemberian dosis obat yang terakhir. Mycek, et al., 2001. a. Saluran cerna : efek aspirin terhadap saluran cerna yang paling umum adalah distress epigastrum, mual, dan muntah. Pendarahan mikroskopik saluran cerna hamper umum terjadi pada penderita yang mendapatkan pengobatan aspirin. Aspirin bersifat asam, pada pH lambung tidak dibebaskan, akibatnya mudah menembus sel mukosa dan aspirin mengalami ionisasi menjadi bermuatan negatif, dan terperangkap, jadi berpotensi menyebabkan kerusakan sel secara langsung. b. Darah : asetilasi irreversibel siklooksigenase trombosit menurunkan kadar tomboksan A 2 c. Pernafasan : pada dosis toksis,aspirin menimbulkan depresi pernafasan dan suatu kombinasi pernafasan yang tidak terkompensasi dan asidosis metabolic. , mengakibatkan penghambatan agregasi trombosit dan perpanjangan waktu pendarahan. d. Proses metabolik : dosis besar aspirin melepaskan fosforilasi oksidatif. Energi yang dikeluarkan untuk menghasilkan ATP secara normal dikeluarkan sebagai panas, yang menyebabkan terjadinya hipertemia. e. Hipersensitivitas : sekitar 15 pasien yang menggunakan aspirin mengalami reaksi hipersensitivitas terutama urtikaria, bronkokonstriksi, atau edema angioneutotik Mycek, et al., 2001. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.2 Kapsul

Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih danatau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang dapat larut dalam air. Pada umumnya cangkang kapsul terbuat dari gelatin. Tergantung pada formulasinya kapsul dapat berupa kapsul gelatin lunak atau keras. Bagaimana pun, gelatin mempunyai beberapa kekurangan, seperti mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan dalam larutan berair Ansel, 2005. Kapsul tidak berasa, mudah pemberiannya, mudah pengisiannya tanpa persiapan atau dalam jumlah yang besar secara komersil. Didalam praktek peresepan, penggunaan kapsul gelatin keras diperbolehkan sebagai pilihan dalam meresepkan obat tunggal atau kombinasi obat pada perhitungan dosis yang dianggap baik untuk pasien secara individual. Fleksibilitasnya lebih menguntungkan daripada tablet. Beberapa pasien menyatakan lebih mudah menelan kapsul daripada tablet, oleh karena itu lebih disukai bentuk kapsul bila memungkinkan. Pilihan ini telah mendorong pabrik farmasi untuk memproduksi sediaan kapsul dan di pasarkan, walaupun produknya sudah ada dalam bentuk sediaan tablet Gennaro, 2000. Stabilitas disolusi dari sediaan kapsul gelatin keras terutama ditentukan oleh kandungan uap lembab dari cangkang, yang kemudian dihubungkan dengan kondisi penyimpanan. Normalnya cangkang kapsul gelatin mengandung air 13- 16 dan aman disimpan dengan kelembapan 30-60 kelembapan relatif KR. Kandungan air di bawah 12, cangkang menjadi rapuh dan mudah pecah. Di atas 18 uap air, cangkang akan menjadi lembab, lembut dan menyimpang cenderung memindahkan lembabnya ke dalam isi kapsul jika isi kapsulnya bersifat higroskopik. Belakangan ini, beberapa bahan telah diuji untuk menggantikan gelatin sebagai bahan untuk pembuatan cangkang kapsul, salah satunya adalah dengan alginat. Masalah-masalah dari kapsul gelatin mungkin dapat diatasi oleh kapsul alginat. Alginat merupakan polimer β-D mannuronic dan α-L guluronic yang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA