ABRI dan Kelahiran Golkar

35 Komando Resor Militer Korem di Tingkat Karesidenan, Komando Daerah Militer di Tingkat Provinsi. Militer dijadikan alat kekuasaan oleh Soeharto yang berakibat kurangnya simpati masyarakat terhadap militer. Soeharto juga mendayagunakan peran sosial dan politik ABRI untuk mewujudkan stabilitas ekonomi dan politik dengan membentuk format politik orde baru dengan menonjolkan politik yang sentralistik di tangan eksekutif, intervensi terhadap partai politik, menjadikan Partai Golkar sebagai kekuatan di parlemen, peran ABRI dalam legislatif dan kontrol terhadap birokrasi. Dalam prakteknya untuk mengkontrol dan menjalankan status quo pemerintahan pada saat itu dilakukan beberapa tindakan yaitu :

2.3.1 ABRI dan Kelahiran Golkar

Kelahiran Golkar tidak terlepas dari peran dan dukungan dari militer sebagai reaksi atas meningkatnya kampanye PKI. Milter menggalang kekuatan poltik memalui unsur-unsur golongan fungsional golongan yang tidak berafiliasi pada suatu partai, termasuk militer yang kemudian disatukan dalam suatu federasi bernama Sekretariat Bersama Golongan Karya Sekber Golkar. Pembentukan Sekber Golkar pertama kali ditujukan untuk merespon PKI dan kekuatan sayap kiri lainnya, bukan menjadikan partai politik untuk mengatur negara. Hanya setelah kudeta PKI tahun 1965, Sekber Golkar secara berangsur-angsur berubah menjadi semacam partai politik. Apalagi setelah kudeta PKI 1965 dapat digagalkan oleh militer, maka militer 36 muncul menjadi satu-satunya kekuatan sosial dan politik yang sangat berpengaruh dalam pemerintahan. 30 Ketika orde baru muncul, Sekber Golkar menjadi pilihan pemerintah Orde Baru, karena menganggap tidak ada satu pun partai politik yang mewakili Sebenarnya sebagai golongan fungsional untuk membedakan dengan istilah Golongan Karya yang dikembangkan tahun 1959 organisasi ini dapat ditelusuri lebih jauh sebelum kemerdekaan. Konsep Golongan Fungsional ini sudah ada pada zaman Belanda sebgaia golongan yang duduk di volksraad yaitu semamacam parlemen pada masa itu. Setelah kemerdekaan, terutama dalam Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP, golongan fungsional ini duduk mewakili kelompok tani dan buruh. Kehadiran golongan fungsional dalam lembaga-lembaga tersebut belum sepenuhnya mencerminkan peran politik yang lebih luas. Dalam perjuangannya, ABRI sendiri menyadari sepenuhnya bahwa terjadinya instabilitas keamanan dalam negeri yang berupa pemberontakan bersenjata di setiap daerah. Oleh karena itu, ABRI pada tahun 1958 mengambil langkah-langkah politik dengan tujuan merangkul dan membina kekuatan dalam bentuk kerjasama dalam upaya stabilitas keamanan dalam negeri. Militer juga membentuk organisasi massa untuk menghempang kekuatan PKI yang dipimpin oleh perwira militer seperti Soski, Kosngoro, MKGR dll. 30 Leo Suryadinata, Golkar dan Militer, Studi Tentang Budaya Politik, LP3ES, Jakarta. 1992.hal 26. 37 kepentingan militer. Partai politik lebih mementingkan kepentingan kelolmpoknya sendiri seperti NU, Masyumi, PNI dan Parkindo. Oleh karena itu, pemerintah menjatuhkan pilihannya kepada Sekber Golkar sebagai alat untuk menjamin posisi dominasi militer di dalamnya. Militer mulai memaikan peranan politiknya dengan memberikan dukungan dan mitra seperjuangan kepada Sekber Golkar sewaktu melawan PKI. Pada tanggal 30 Juli 1966, Jenderal Soeharto sebagai ketua presidium Kabinet memberikan pidato tertulis dalam “Pekan Latihan Sekber Golkar” dengan mengungkapkan bahwa golkar harus mempunyai misi. Sejak itulah dimulai revitalisasi Sekber Golkar yang ditujukan untuk melegitimasi sekaligus menjamin posisi dominasi militer. 31 Dalam Musyawarah Kerja Nasional Mukernas I tanggal 9-11 Desember 1965 sekber golkar masih berkutat pada masalah konsolidasi dan pembentukan pengurus baru. duduknya orang yang masih pro terhadap Soekarno menjadi hambatan terbesan organisasi ini. Sehingga pada Mukernas II orang yang pro terhadap Soekarno berhasil disingkirkan barulah militer berhasil mendominasi struktur kepengurusan yang ada. Untuk memuluskan jalan militer menggapai kekuasaan dengan sekber golkarnya maka dibuatlah ketentuan bahwa keanggotaan yang berada dilingkungan MPRS dan DPRGR haruslah orang golongan fungsional murni yang artinya tidak berafiliasi terhadap suatu partai politik manapun. 31 Ibid hal 28 38 Munculnya kekuatan Golkar sebagai kekuatan baru sering dianggap sebagai kekuatan bulduzer orde baru karen dalam kaitan ini, Golkar didukung oleh tiga kekuatan dominan orde baru yaitu, ABRI sebagai kekuatan kunci untuk melakukan tekanan atas kekuatan sipil yang coba mengganggu kekuatan Golkar, monoloyalitas birokrasi yang dibangun, dan Golkar dijadikan alat untuk melanggengkan kekuasaan melalui formulasi yang dianggap demokrasi dengan tata cara prosedur pemilihan umum. 32 Setelah Sekber Golkar berhasil meraih kemenangan Pemilu tahun 1971, maka dipandang sudah waktunya untuk mengadakan konsolidasi lebih lanjut. Dalam hal ini, dipandang perlu untuk merubah bentuk organisasi dari federasi menjadi bentuk kesatuan, sebagai langkah awalnya dilakukanlah perubahan sekber golkar menjadi Golkar. Sebagai kekuatan bulduzer orde baru hubungan antara Golkar, ABRI, dan pemerintah ditata sedemikian rupa sehingga semua unsur itu harus mempunyai peran dalam suatu sinergi untuk memenangkan Golkar dalam pemilihan umum. Hubungan tersebut dilakukan untuk melawan kekuatan politik yang warisan Orde Lama seperti NU, Masyumi PNI dan barisan kiri. Sinergisitas yang terbangun itu untuk menciptakan format politik dari pusat hingga daerah untuk mengusir lawan politiknya dengan harapan dapat menciptakan mayoritas tunggal. 32 Ikrar Nusa Bhakti, Opcit hal 119 39

2.3.2 Intervensi Militer dalam Partai-Partai Politik Menjelang Pemilu