91
negara, dengan harapan tidak terulang kembali dominasi militer seperti pada orde baru.
Pemerintahan pada waktu itu tidak antusias untuk mendorong penegakan reformasi militer demi tegaknya supermasi sipil. Hal ini disebabkan pada masa
pemerintahan Abdurrahman Wahid ada anggapan bahwa jatuhnya pemerintahan tersebut terjadi karena hubungan yang tidak baik antara pemerintahan sipil dengan
militer. Oleh karena itu pemerintahan Megawati cenderung berhati-hati dalam membuat kebijakan yang menyangkut eksistensi dan kepentingan militer.
3.2.4 Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Kekhawatiran tentang kembalinya dominasi militer dalam perpolitikan Indonesia muncul ketika Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai presiden
setelah memenangkan pemilu tahun 2004. Akan tetapi, kekawatiran tersebut ditepis oleh perwira militer tersebut dengan figur yang di kenal sebagai militer yang lebih
moderat dan mendukung penghapusan Dwi Fungsi ABRI. Perkembangan demokrasi yang sangat pesat tidak memberikan sedikit celah
kepada militer untuk kembali tampil dominan dalam percaturan politik nasional seperti di masa orde baru. Perkembangan tersebut di dukung juga dengan kebijakan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan menunjuk Prof. Juwono Sudarsono
92
sebagai Menteri Pertahanan yang dari kalangan sipil dan juga kebijakan tentang adanya pensejahteraan prajurit militer.
Kontrol sipil terhadap militer pada pemerintahan ini lebih mengarah pada bentuk yang ideal. Supermasi sipil yang dilakukan dalam menjaga hubungan yang
harmonis antara sipil dan militer, hal ini sangat disesuaikan dengan pokok-pokok pikiran Susilo Bambang Yudhoyono yang cenderung moderat dan militer reformis
yang menegakkan nilai-nilai profesionalisme militer. Langkah pemerintah saat itu dalam menegakkan profesionalisme militer tidak
terlepas dari penempatan orang-orang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam pemahaman sipil dan militer. Seperti Prof. Dr. Juwono Sudarsono sebagai Menteri
Pertahanan yang diberikan mandat untuk melakukan netralitas TNI dan penertiban sistematis mengenai pengadaan alusitas di Departemen Pertahanan.
Tindakan tersebut layaknya model serapan yang dilakukan pemerintah sipil dalam meningkatkan profesionalitas militer, di mana model pemerintahan sipil ini
memperoleh pengabdian dan kesetiaan dengan cara menanamkan ide dan para ahli politik kedalam tubuh angkatan bersenjata. Persamaan ide politik antara kedua belah
pihak yang timbul kemudian akan menghapuskan gejala konflik diantara mereka. Bentuk serapan ini begitu berkesan dalam mempertahankan penguasaan sipil.
93
Seandainya timbul konflik kepentingan dan ide politik, pihak sipil mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk melakukan penyelidikan dan pengawasan.
Keberhasilan pemerintahan tersebut dalam membatasi peran militer dalam politik terhadap pola hubungan sipi-militer disebabkan oleh pendekatan kontrol sipil
objektif objective civilian control. Pemerintah juga menghindari dari keterlibatan yang lebih jauh dalam masalah internal TNI. Militer pada saat lebih berkarakter
sebagai moderator dan pemerintah membuat militer memiliki batasan yang jelas dalam cakupan politik nasional dan pemerintahan.
Kekuatan militer di Indonesia saat ini sudah semakin baik dengan bukti prestasi oleh KOPASSUS yaitu dengan dinobatkan sebagai pasukan terbaik nomor 3
di dunia versi Discovery Channel Military. Jadi tidak dipungkiri beberapa kali reformasi yang dilakukan dalam bidang kemiliteran memberi dampak yang positif
dan baik bagi kedaulatan bangsa. Sehingga saat ini militer Indonesia dapat sejajar dengan kekuatan-kekuatan militer negara lain. Penambahan alusitas TNI untuk ini
bisa dikatakan mengalami peningkatan signifikan yang sudah dijalankan pada tahun 2009.
92
Pada masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono kabinetnya merupakan orang-orang yang berasal dari kalangan sipil, demikian halnya dengan kepala daerah-
kepala daerah juga sebagian besar dari kalangan sipil. Dalam penggantian panglima
92
http:rahimaros.blogspot.com di akses tanggal 20 agustus 2015
94
TNI juga terlihat lebih berhati-hati, pemerintah memilih berdasarkan loyalitas terhadap instansi militer tersebut. Walaupun ada wacana bahwa pemerintah pada saat
itu yang mengangkat Jenderal Moeldoko sebagai panglima TNI telah melenceng dari ketentuan militer itu sendiri, yang seharusnya menjadi panglima TNI adalah dari
Angkatan Udara tetapi malah dari Angkatan Darat. Akan tetapi, pada dasarnya militer itu sendiri mempunyai prosedur formal untuk menentukan siapa yang pantas dan
setelah itu juga tidak terjadi pergolakan yang besar terhadap stabilitas instansi tersebut.
3.3 Hubungan Sipil dengan Militer Pasca Orde Baru 3.3.1 Keberadaan TNI di Lembaga Legislatif