Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

114

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang dan memiliki prospek baik ke depan adalah Perkebunan Kelapa Sawit. Dilihat dari proses awalnya, tanaman kelapa sawit sebagai tanaman keras akan menghasilkan minyak sawit dan inti sawit yang telah dikenal di Indonesia sejak jaman Belanda. Sedangkan hilirnya, minyak sawit dan inti sawit tersebut dapat diolah lebih lanjut dan akan menghasilkan minyak goreng olein, mentega dan bahan baku sabun stearin. Lebih ke hilir lagi, komoditi ini dapat menghasilkan ratusan produk turunan lainnya yang secara umum dikonsumsi masyarakat dunia saat ini. Dan saat ini salah satu perkembangan produk turunan kelapa sawit adalah bahan bakar minyak, dimana dengan ditemukannya teknologi ini otomatis kebutuhan CPO sebagai produk turunan pertama kelapa sawit meningkat tajam yang pada akhirnya mendorong kenaikan harga CPO di pasar internasional Pahan Iyung. 2006. Sampai saat ini produksi minyak kelapa sawit masih belum mampu mencukupi kebutuhan dunia di masa mendatang. Siklus badai El Nino yang diprediksi akan menyerang Indonesia dan Malaysia selaku negara produsen sawit utama dunia. Imbasnya terasa pada kapasitas produksi CPO yang otomatis akan menurun selama beberapa waktu. Universitas Sumatera Utara 115 Padahal saat itu konsumsi CPO dunia terus meningkat. Indonesia pada tahun depan seharusnya bisa meningkatkan ekspornya hingga 50 dari total kebutuhan dunia. Sebagai catatan, saat ini Indonesia masih menguasai 44 persen market share perdagangan CPO dunia. Selain faktor cuaca, sebagian besar pohon kelapa sawit juga membutuhkan peremajaan, sementara standar hidup yang makin tinggi di berbagai negara juga menambah kebutuhan akan minyak nabati. Selain kebutuhan pangan, kelapa sawit juga sangat diperlukan di industri farmasi, kosmetik, baja, bahkan juga biodiesel. Seperti diketahui minyak kelapa sawit menjadi salah satu sumber energi alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan dan dan dapat diperbarui. Bahkan sesungguhnya Indonesia dapat menjadi penentu harga sawit dunia, mengingat posisinya sebagai produsen nomor satu di dunia. Sayangnya fakta saat ini adalah penentuan harga ada di tangan pembeli bukan penjual. Produk CPO merupakan komoditas strategis di pasar global, sehingga kondisi dan harga CPO di pasar domestik sangat dipengaruhi oleh pasar global. Produk CPO merupakan komoditas ekspor potensial dan memberikan kontribusi cukup besar bagi perolehan devisa. Berdasarkan informasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM, Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dan pada tahun 2010. Dan dunia berharap Indonesia memberikan kontribusi besar terhadap kebutuhan CPO dunia. Hal ini disebabkan Malaysia sebagai salah satu pemasok CPO terbesar dunia tidak lagi memiliki Universitas Sumatera Utara 116 lahan pengembangan yang baru, hanya bertumpu pada peningkatan produktivitas sebesar 3 per tahun. Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia dengan volume 20,5 juta ton tahun 2009. Indonesia memasok 47 kebutuhan CPO dunia. Indonesia dan Malaysia menguasai 85 pasar CPO dunia. Yang diantaranya diekspor ke Uni Eropa. Beberapa negara tujuan ekspor lain adalah India, China, dan Singapura. Saat ini pasar Eropa merupakan tujuan ekspor terbesar untuk CPO Indonesia. Indonesia merupakan produsen minyak sawit kedua terbesar di dunia setelah Malaysia pada periode 2001-2005. Sejak tahun 2006, jumlah produksi minyak sawit Indonesia telah melebihi Malaysia. Pada tahun 2002 total produksi minyak sawit baru mencapai 9,37 juta ton dan pada tahun 2005 total produksi minyak sawit telah mencapai 14,10 juta ton atau meningkat hampir dua kali lipat dalam kurun waktu 4 tahun. Sedangkan pada tahun 2009, produksi minyak sawit Indonesia mencapai 20,5 juta ton. Dibandingkan produksi tahun 2008 sebesar 19,3 juta ton maka terjadi peningkatan sebesar 5,7 dari produksi tahun 2008. Produksi CPO Indonesia berdasarkan adalah seperti pada Gambar 1.1 berikut. Sumber: Dirjen Bina Produksi Perkebunan, Deptan RI, 2010 Gambar 1.1. Produksi CPO Indonesia Universitas Sumatera Utara 117 Berdasarkan uraian diatas, permintaan dunia terhadap produk CPO asal Indonesia terus meningkat, permintaan negara-negara Uni Eropa terhadap CPO dan produk turunannya asal Indonesia ternyata terus mengalami peningkatan signifikan. Bahkan, permintaan CPO jauh lebih dominan ketimbang produk turunan CPO. Tabel 1.1. Ekspor CPO Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan 000 Ton Tahun Negara Tujuan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Uni Eropa 1.496 1.682 1.885 2.183 2.614 2.782 3.207 3.632 India 1.767 1.916 2.035 2.335 2.789 3.010 3.053 3.096 China 789 980 1.269 1.589 1.930 2.071 2.492 2.913 Malaysia 205 225 660 472 643 544 751 958 Pakistan 669 730 835 863 1.093 1.029 1.161 1.293 Bangladesh 221 262 338 354 430 433 501 569 Turkey 152 160 196 226 260 288 319 350 Nigeria 141 158 181 229 264 272 357 442 Tanzania 114 123 153 168 193 199 219 239 Hongkong 101 110 130 185 213 232 324 416 Jordan 96 112 132 170 196 202 286 370 South Afrika 93 105 179 186 214 224 243 262 Russia 91 103 162 168 193 209 241 273 Egypt 89 129 190 191 220 240 279 318 Other Countries 466 575 651 1.117 1.287 915 1.037 1.159 Jumlah 6.490 7.370 8.996 10.436 12.539 12.650 14.470 16.290 Source: Oil World Annual MBOP, 2010 Sumber Data: Dirjend Bina Produksi Perkebunan, Deptan RI, 2010 Pada tahun 2009, ekspor CPO Indonesia ke negara-negara Uni Eropa sebesar 3,6 juta ton. Dilihat dari komposisi tujuan ekspor, pangsa pasar ekspor CPO dan produk turunannya yang masuk ke negara-negara Uni Eropa sebesar 16,97 pada tahun 2004, kemudian meningkat menjadi 22,3 pada tahun 2009. Universitas Sumatera Utara 118 Berdasarkan data diatas, ekspor CPO Indonesia ke beberapa Negara tujuan tahun 2002 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa pasar ekspor utama Indonesia adalah Uni Eropa, India dan China. Pada tahun 2002 sampai dengan 2007 Uni Eropa adalah pasar terbesar kedua bagi Indonesia, namun mulai pada tahun 2008 pasar Uni Eropa sudah menjadi pasar utama bagi Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa masih cerahnya pasar Uni Eropa bagi Indonesia, walaupun Uni Eropa menerapkan beberapa kebijakan mengenai impor CPO. Menurut Kementrian BUMN 25 Juni 2009, Uni Eropa menjanjikan insentif tambahan dan akan menolong eksportir CPO asal Indonesia, terutama yang proses produksinya bersahabat dengan lingkungan eco friendly. Insentif tambahan itu diberikan hanya kepada pengekspor yang memproduksi dan memproses secara ramah lingkungan, karena maksud dari kebijakan ini adalah kepedulian terhadap lingkungan. Dasar pemikiran ini adalah Uni Eropa berupaya meningkatkan pemanfaatan biofuel di kawasan mereka, dan salah satunya adalah CPO. Insentif tambahan ini tidak akan merugikan pengekspor crude palm oil CPO yang tidak memproduksi secara ramah lingkungan. Semua pengekspor CPO asal Indonesia akan menikmati tarif yang sama seperti yang diperoleh selama ini, terlepas dari bagaimana CPO itu diproduksi dan diproses. Maka Uni Eropa tidak pernah akan membatasi ekspor minyak kelapa sawit asal Indonesia, kenyataannya ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa memperlihatkan kenaikan. Tentu, jika ada yang menyatakan Uni Eropa membatasi CPO dari Indonesia, ekspor dari Indonesia ke kawasan itu pasti sudah turun. Universitas Sumatera Utara 119 Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa akan terus tumbuh karena Uni Eropa menerapkan beberapa kebijakan bukan untuk menghentikannya tapi untuk melindungi lingkungan yang saat ini sudah mulai rusak akibat adanya perkebunan. Dan ekspor CPO Indonesia tetap menikmati akses penuh dan tanpa hambatan tarif ke pasar Uni Eropa. Produsen CPO dari Indonesia tidak akan dikenakan tarif yang lebih tinggi terlepas dari bagaimana minyak kelapa sawit tersebut diproduksi dan diproses. Uni Eropa merupakan salah satu pasar alternatif yang strategis bagi produk Indonesia terutama dari hasil hutan dan Crude Palm Oil CPO. Produk Indonesia akan bisa merambah pasar Eropa asalkan memiliki standar produk. UE salah satu pasar alternatif yang strategis dibandingkan dengan pasar-pasar yang lain. Dengan demikian akses pasar akan lebih luas ke negara lain. Peningkatan kerja sama antara Negara Asean - Uni Eropa khususnya Uni Eropa dan Indonesia. Indonesia membutuhkan line kerja sama tradding perdagangan dan platform mengenai investasi. Kemudian capacity building karena sebenarnya ekonomi Indonesia dengan ekonomi Uni Eropa itu lebih banyak komplementernya dibandingkan kompetisinya. Maka banyak produk yang Indonesia unggul dan Uni Eropa membutuhkannya. Dan juga Uni Eropa memiliki teknologi maupun keuangan yang kuat dan juga membantu Uni Eropa yang begitu besar. Kedua kekuatan ekonomi ini bisa meningkatkan kerja sama yang lebih sinergis dibandingkan dengan kerja sama di bidang yang lain. Melalui kerja sama Negara Asean - Uni Eropa ini diharapkan, Indonesia dapat mengakses teknologi dan akses keuangan untuk Universitas Sumatera Utara 120 pembangunan di Indonesia. Sekaligus meminta Uni Eropa membuka pasar untuk produk- produk dari Indonesia. Produk turunan utama dari CPO yang di produksi oleh Uni Eropa yaitu minyak makan. berdasarkan data Oil World, produksi minyak makan edible oil Uni Eropa menurun dari 17,08 juta ton di tahun 2000 menjadi menjadi 16,8 juta ton pada tahun 2003. Kemudian mulai tahun 2004 produksi minyak makan edible oil Uni Eropa meningkat dari 16,9 juta ton pada tahun 2004 hingga mencapai 18,9 juta ton pada tahun 2009. Peningkatan ini seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Uni Eropa yang secara langsung dapat meningkatkan kebutuhan akan minyak makan Uni Eropa. Produk turunan lainnya yang sedang dikembangkan oleh Uni Eropa adalah Biodiesel. Uni Eropa merupakan produsen dan pasar biodiesel terbesar di dunia dengan target pasar sebesar 5,75 dari total konsumsi minyak diesel untuk transportasi pada tahun 2010. Data European Biodiesel Board EBB juga menunjukkan bahwa produksi biodiesel Uni Eropa meningkat 64,7 dari 1,93 juta ton di tahun 2004 menjadi 3,18 juta ton di tahun 2005. Lebih tinggi dari periode tahun 2002 – 2004 dimana produksi biodiesel di Uni Eropa tumbuh 30 - 35 pertahun. Pesatnya pertumbuhan produksi biodiesel tahun 2005 terutama disebabkan tingginya pertumbuhan produksi di sejumlah Negara produsen terbesar yaitu Jerman, Perancis dan Italia. Selain itu Negara produsen biodiesel di Uni Eropa meningkat dari 11 negara di tahun 2004 menjadi 21 negara di tahun 2006. Kemudian di tahun 2009 produksi biodiesel Uni Eropa menjadi 9,05 juta ton seiring Universitas Sumatera Utara 121 dengan peningkatan kapasitas produksi Uni Eropa. Oil World memprediksikan produksi biodiesel Uni Eropa meningkat dari 3 juta ton di tahun 2005 menjadi lebih dari 9 juta ton di tahun 2010. Selain pengembangan produk turunan CPO, penduduk Uni Eropa saat ini sudah mencapai 500 juta jiwa dengan keanggotaan dari 27 negara. Dengan bertambahnya penduduk Uni Eropa dan adanya kemungkinan bertambahnya keanggotaan Uni Eropa, maka diperkirakan akan semakin besar kebutuhan akan CPO termasuk CPO dari Indonesia. Untuk ekspor Indonesia dengan tujuan negara - negara Uni Eropa, terdapat suatu aturankesepakatan antara negara terkait, yang dikenal dengan REACH Registration, Authorisation and Restriction of Chemicals. Aturan yang diterapkan Uni Eropa terkait penggunaan bahan kimia yang aman ini, dianggap dapat mengurangi daya saing ekspor CPO dan turunannya. Setiap impor yang masuk ke Uni Eropa diwajibkan melakukan registrasipendaftaran kepada European Chemicals Agency ECHA mengenai kandungan bahan kimia. Pendaftaran produk dapat dilakukan oleh negara eksportir non Uni Eropa dengan menujuk sebuah perusahaan yang didirikan Uni Eropa yang bertindak sebagai perwakilan satu-satunya. Pada akhirnya, aturan tersebut kemudian mengharuskan negara eksportir seperti Indonesia menambah biaya. Tantangan lain yang juga dihadapi Indonesia selaku negara pengimpor CPO adalah adanya tarif bea masuk, Indonesia dikenakan tarif bea masuk sebesar 3,8. Hal ini menyebabkan harga CPO meningkat di negara tujuan ekspor Eropa. Universitas Sumatera Utara 122 Ditengah derasnya ancaman boikot produk CPO Indonesia di pasar Negara maju, ternyata negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa tetap saja terus mengimpor dari Indonesia, bahkan volumenya semakin meningkat hingga pada 2009. Berdasarkan uraian diatas maka penulis melihat adanya fenomena terhadap aturan yang diterapkan oleh Uni Eropa, sehingga Indonesia sebagai salah satu Negara pengekspor CPO ke Uni Eropa dikenakan peraturan dan biaya seperti tariff bea masuk. Peraturan dan biaya yang dikenakan untuk Indonesia dirasakan termasuk sulit untuk masuk ke pasar ekspor Uni Eropa. Disamping peraturan tersebut, produk kelapa sawit Indonesia termasuk crude palm oil CPO selama ini sulit masuk ke pasar Uni Eropa dengan alasan standar kualitas, masalah lingkungan dan lain-lain. Selain peraturan yang diterapkan Uni Eropa dan permintaan CPO Indonesia ke Uni Eropa, saat ini kontiniutas Uni Eropa mengimpor CPO dari Indonesia adalah untuk mengembangkan produk turunan dari CPO. Produk turunan utama adalah minyak makan, selain minyak makan produk lainnya yaitu margarine dan bahan bakar biodiesel, dan untuk memenuhi kebutuhan Uni Eropa akan produk CPO dari Indonesia guna memproduksi produk turunan CPO, maka permintaan CPO tersebut akan selalu meningkat. Kondisi yang terlihat justru semakin meningkatnya ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Sehingga peneliti beranggapan perlu untuk meneliti sejauhmana pengaruh ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, serta bagaimana arah hubungan tersebut, maka judul yang Universitas Sumatera Utara 123 diajukan penulis dalam penelitian ini adalah “Analisis Determinan Ekspor Crude Palm Oil CPO Indonesia ke Uni Eropa”.

1.2. Perumusan Masalah