7 Menurut Sakinah 2008:1, untuk level karyawan, Standar Nasional untuk
turnover yang dapat ditolerir hanya sebesar 10 setiap tahunnya. Bila
dibandingkan dengan data yang dikemukakan diatas maka turnover karyawan pada PT. Daihatsu sudah melewati standar turnover. Hal ini menjadi masalah
yang serius bagi perusahaan apabila turnover karyawan terus meningkat setiap tahunnya.
Uraian diatas tersebut memberi gambaran yang cukup jelas mengenai fenomena yang mempengaruhi turnover intention karyawan, karena itu
penulis tertarik untuk meneliti secara lebih lanjut mengenai
“Pengaruh Stres Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Turnover Intention Karyawan pada
PT. Daihatsu”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat diperoleh rumusan masalah penelitian Apakah stres kerja dan lingkungan kerja
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Turnover Intention karyawan pada PT. Daihatsu?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh stress kerja dan lingkungan kerja terhadap turnover
intention karyawan pada PT. Daihatsu.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain:
Universitas Sumatera Utara
8 a.
Bagi PT. Daihatsu Sebagai sarana informasi dan bahan masukan bagi perusahaan khususnya
yang berhubungan dengan pengaruh stres kerja dan lingkungan kerja terhadap turnover intention karyawan.
b. Bagi Peneliti
Suatu kesempatan yang baik bagi peneliti untuk dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama proses perkuliahan dan memperluas cara
berpikir ilmiah dalam bidang manajemen sumber daya manusia. c.
Bagi Peneliti Lain Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang
ingin melakukan penelitian di bidang yang sama.
Universitas Sumatera Utara
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Turnover Intention 2.1.1 Pengertian Turnover Intention
Keinginan intention adalah niat yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara perputaran turnover adalah berhentinya seorang
karyawan dari tempat bekerja secara sukarela atau pindah kerja dari tempat kerja ke tempat kerja lain. Turnover yang tinggi mengindikasikan bahwa karyawan
tidak betah bekerja diperusahaan tersebut. Jika dilihat dari segi ekonomi tentu perusahaan akan mengeluarkan cost yang cukup besar karena perusahaan sering
melakukan recruitment, pelatihan yang memerlukan biaya yang sangat tinggi, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi suasana kerja menjadi kurang
menyenangkan. Menurut Mathis dan Jackson 2006:125, perputaran adalah proses dimana
karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Sedangkan menurut Rivai 2009:238 turnover merupakan keinginan karyawan untuk berhenti kerja
dari perusahaan secara sukarela atau pindah dari satu tempat ke tempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri. Perputaran turnover dikelompokkan ke dalam
beberapa cara yang berbeda antara lain: 1. Perputaran secara tidak sukarela: jadi berupa pemecatan PHK karena kinerja
yang buruk dan pelanggaran peraturan kerja. 2. Perputaran secara sukarela; dimana karyawan meninggalkan perusahaan karena
keinginannya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
10 Menurut Siregar 2006:214 Turnover Intention adalah kecenderungan atau
niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri. Turnover intention dipengaruhi oleh stres kerja dan lingkungan
kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk pindah kerja, yaitu karateristik individual dan faktor lingkungan kerja. Faktor individual meliputi
umur, pendidikan, serta status perkawinan sedangkan faktor lingkungan kerja terbagi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.
Lingkungan kerja fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi, bangunan, serta lokasi pekerjaan sedangkan lingkungan kerja non fisik meliputi sosial budaya di
lingkungan kerjanya, besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima, hubungan kerja se-profesi, serta kualitas kehidupan kerjanya.
Menurut Mobley 2002:44, turnover karyawan adalah suatu fenomena penting dalam kehidupan organisasi. Namun turnover lebih mudah dilihat dari
sudut pandang negatif saja. Padahal ada kalanya turnover justru memiliki implikasi-implikasi sebagai perilaku manusia yang penting, baik dari sudut
pandang individual maupun dari sudut pandang sosial. Organisasi selalu mencari cara untuk menurunkan tingkat perputaran karyawan, terutama perputaran
disfungsional yang menimbulkan berbagai potensi biaya seperti biaya pelatihan dan biaya rekrutmen. Walaupun pada kasus tertentu perputaran kerja terutama
terdiri dari karyawan dengan kinerja rendah tetapi tingkat perpindahan karyawan yang terlalu tinggi mengakibatkan biaya yang ditanggung organisasi jauh lebih
tinggi dibanding kesempatan memperoleh peningkatan kinerja dari karyawan baru. Berikut rumus persentasi turnover yang digunakan dalam penelitian ini:
Universitas Sumatera Utara
11
Tabel. 2.1 Rumus perputaran turnover
Jumlah karyawan yang masuk + jumlah karyawan yang keluar Jumlah karyawan awal tahun + jumlah karyawan akhir tahun
x
Sumber: Panggabean 2004:20 2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Turnover Intention
Menurut Siagian 2004:230, berbagai faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi turnover intention antara
lain adalah tingginya stres kerja dalam perusahaan, rendahnya kepuasan yang dirasakan karyawan serta kurangnya komitmen pada diri karyawan untuk
memberikan semua kemampuannya bagi kemajuan perusahaan. Sedangkan menurut Mobley 2002:45, faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
pindah kerja turnover intention antara lain: 1. Karateristik Individu
Organisasi merupakan wadah bagi individu untuk mencapai tujuan yang ditentukan secara bersama oleh orang-orang yang terlibat didalamnya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya interaksi yang berkesinambungan dari unsur-unsur organisasi. Karakter individu yang
mempengaruhi keinginan pindah kerja antara lain umur, pendidikan dan status perkawinan.
2. Lingkungan kerja Lingkungan kerja dapat meliputi lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan
fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi, bangunan, dan lokasi pekerjaan. Sedangkan lingkungan sosial meliputi sosial budaya di lingkungan kerjanya,
besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima, hubungan kerja
Universitas Sumatera Utara
12 se-profesi, dan kualitas kehidupan kerjanya. Lingkungan kerja dapat
mempengaruhi turnover intention pada karyawan. Hal ini dapat disebabkan apabila lingkungan kerja yang dirasakan oleh karyawan kurang nyaman
sehingga menimbulkan niat untuk keluar dari perusahaan. Tetapi apabila lingkungan kerja yang dirasakan karyawan menyenangkan maka akan
membawa dampak positif bagi karyawan, sehingga akan menimbulkan rasa betah bekerja pada perusahaan tersebut dan dapat menghilangkan keinginan
pindah kerja turnover intention. Menurut Oetomo dalam Riley 2006:2, keinginan untuk keluar dapat
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 1.
Organisasi Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar
antara lain berupa upahgaji, lingkungan kerja, beban kerja, promosi jabatan, dan jam kerja yang tidak fleksibel.
2. Individu
Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar antara lain berupa pendidikan, umur, dan status perkawinan.
Menurut Rivai 2009:240, beberapa karateristik pekerjaan yang dapat mempengaruhi keinginan pindah kerja adalah sebagai berikut:
a. Beban Kerja Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan
tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan, perilaku, dan persepsi dari pekerjaan. Beban kerja dibedakan
Universitas Sumatera Utara
13 menjadi dua yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja kuantitatif
timbul karena tugas-tugas yang terlalu banyak yang diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, sedangkan secara kuantitatif
yaitu jika seseorang tidak dapat mengerjakan suatu tugas atau tugas yang diberikan tidak menggunakan keterampilan potensi yang sesuai dari tenaga
kerja. b. Lama Kerja
Pada dasarnya, karyawan yang ingin pindah dari tempat kerja disebabkan karena setelah lama bekerja, dimana harapan - harapan yang semula dari
pekerjaan itu berbeda dengan kenyataan yang didapat. Adanya korelasi yang negatif antara masa kerja dengan kecenderungan turnover, yang berarti
semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan perpindahan tenaga kerja. Perpindahan tenaga kerja ini lebih banyak terjadi pada karyawan dengan
masa kerja lebih singkat. c. Dukungan Sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah adanya hubungan saling membantu untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dukungan sosial memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mendukung aspek psikologis karyawan, sehingga mereka
mampu bekerja dengan tenang, konsentrasi, termotivasi, dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap organisasinya. Sedangkan karyawan yang
kurang mendapatkan dukungan sosial bisa mengalami frustasi, stress dalam bekerja sehingga prestasi kerja menjadi buruk, dan dampak lainnya tingginya
Universitas Sumatera Utara
14 absensi kerja, keinginan pindah kerja bahkan sampai pada berhenti bekerja.
d. Kompensasi
Kompensasi didefenisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan
kepada organisasi. Kompensasi mempunyai arti yang sangat penting karena kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Kompensasi yang tidak memadai akan menimbulkan terjadinya turnover intention pada karyawan. Kompensasi
terbagi menjadi kompensasi finansial dan kompensasi nonfinansial. Kompensasi finansial adalah kompensasi yang diwujudkan dengan sejumlah
uang, sedangkan kompensasi nonfinansial adalah balas jasa yang diterima karyawan bukan dalam bentuk uang. Bentuk dari kompensasi nonfinansial
yaitu lingkungan fisikpsikologi dimana seseorang bekerja.
2.1.3 Prediktor Turnover
Menurut Rivai 2006:129, ada beberapa aspek yang bisa dipakai sebagai prediktor dari turnover, yakni:
1. Variabel Kontekstual Contextual Variables
Permasalahan mengenai konteks adalah komponen yang penting dalam mempelajari perilaku. Faktor yang penting dalam permasalahan mengenai
turnover adalah adanya alternatif-alternatif organisasi dan bagaimana individu
tersebut menerima nilai atau menghargai perubahan kerja perceived costs of job change
. Variabel kontekstual ini tercangkup didalamnya adalah: a.
Alternatif-alternatif yang ada di luar organisasi External Alternatives
Universitas Sumatera Utara
15 Dikarenakan adanya kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi
di saat mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan, maka literatur lebih menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal sebagai prediktor dari
turnover intention organisasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka
pengangguran yang rendah berkaitan dengan peningkatan angka turnover. b.
Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi Internal Alternatives Bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada pekerjaan tidak hanya
semata didasarkan pada posisi yang tersedia namun juga konteks organisasi secara keseluruhan. Ketersediaan dan kualitas pekerjaa yang bisa dicapai dalam
organisasi bisa digunakan sebagai indeks utilitas dari turnover disamping persepsi terhadap alternatif eksternal. Karyawan tidak akan melakukan
turnover dari organisasi jika dia merasa bahwa dia bisa atau mempunyai
Kesempatan untuk pindah internal transfer ke pekerjaan lain, di organisasi yang sama yang dianggapnya lebih baik.
c. Harga atau nilai dari perubahan kerja cost of job change
Individu meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya alternatif yang mendorong mereka untuk keluar dari organisasi. Namun ada faktor lain
yang membuat individu memilih untuk tetap bertahan, yakni faktor keterikatan embeddedness. Individu yang merasa terikat dengan organisasi cenderung
untuk tetap bertahan di organisasi. Keterikatan menunjukkan pada kesulitan yang dihadapkan kepada individu untuk berpindahmengubah pekerjaan, meski
dia mengetahui adanya alternatif yang lebih baik. Salah satu faktor yang meningkatkan harga dari turnover intention adalah asuransi kesehatan dan
Universitas Sumatera Utara
16 benefit yang didapat dari organisasi misal pension dan bonus - bonus.
2. Sikap Kerja Work Attitides Hampir semua model turnover dimulai dengan alasan yang menyatakan
bahwa keputusan untuk turnover dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja dan komitmen organisasi yang rendah.
a. Kepuasan Kerja Work Satisfaction Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap turnover
intention. kepuasan ini adalah variabel memaksa. Kepuasan ini dapat
dikonsepsikan sebagai ketidaksesuaian antara apa yang dinilai individu dengan apa yang disediakan oleh organisasi. Beberapa bentuk kepuasan adalah :
1 Kepuasan terhadap pekerjaan secara menyeluruh
2 Kepuasan terhadap pembayaran
3 Kepuasan terhadap promosi
4 Kepuasan terhadap beban pekerjaan
5 Kepuasan terhadap rekan kerja
6 Kepuasan terhadap penyelia
7 Kepuasan terhadap kondisi kerja
b. Komitmen Organisasi Organizational Commitment Selain kepuasan dengan pekerjaan, komitmen seseorang terhadap organisasi
dan tujuannya merupakan salah satu alasan seseorang untuk tetap bertahan. Beberapa teori menempatkan komitmen organisasi sebagai faktor kuat yang
menghambat terjadinya turnover intention dibanding faktor kepuasan.
Universitas Sumatera Utara
17
3. Kejadian-Kejadian Kritis Critical Events
Kebanyakan orang jarang memutuskan apakah mereka tetap bertahan di pekerjaan yang ada ataupun tidak, dan tetap mempertahankan pekerjaan yang
sama sebagai fungsi dari suatu pilihan dibanding dengan suatu kebiasaan. Kejadian-kejadian kritis, memberikan kejutan yang cukup kuat bagi sistem
kognitif individu untuk menilai ulang kembali situasi yang dihadapi dan melakukan tindakan nyata. Contoh dari kejadian-kejadian kritis diantaranya
adalah perkawinan, peceraian, sakit atau kematian dari pasangan, kelahiran anak, kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan seperti diabaikan dalam hal promosi,
menerima tawaran yang lebih menjanjikan atau mendengar tentang kesempatan kerja yang lain. Semua kejadian-kejadian tersebut bisa meningkatkan atau
menurunkan kecenderungan seseorang untuk turnover, karena setiap kejadian bisa disikapi secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain.
4. Organizational Withdrawal
Penarikan diri dari organisasi organizational withdrawal adalah suatu konstruk yang menjelaskan berbagai variasi perilaku yang berkaitan dengan
proses penarikan diri yang merupakan substitusi atau pertanda akan adanya keputusan melakukan turnover. Menurut Sofyandi 2000:191, ada dua macam
model penarikan diri, yaitu: a. Mengurangi Jangka Waktu Dalam Bekerja Work Withdrawal
Karyawan yang merasa tidak puas dalam bekerja akan melakukan beberapa kombinasi perilaku seperti tidak menghadiri rapat, tidak masuk kerja,
menampilkan kinerja yang rendah dan mengurangi keterlibatannya secara
Universitas Sumatera Utara
18 psikologis dari pekerjaan yang dihadapi.
b. Mencari Alternatif Search for Alternative Pada model ini, ada keinginan dari individu yang bersangkutan untuk
meninggalkan tempat ia bekerja secara permanen. Jika turnover adalah proses rasional, individu akan mencari alternatif sebanyak mungkin untuk mencari
yang terbaik.
2.1.4 Kategori Turnover
Menurut Handoyo 2004:56, berhentinya karyawan dari suatu perusahaan berdasarkan siapa yang memunculkan inisiatif untuk berhenti kerja, dapat dibagi
dalam dua kategori, yaitu : 1.
Turnover yang terjadi sukarela Voluntary turnover Hal ini terjadi apabila karyawan memutuskan baik secara personal ataupun
disebabkan oleh alasan profesional lainnya untuk menghentikan hubungan kerja dengan
perusahaan, misalnya karyawan
berkeinginan untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik ditempat lain .
2. Turnover yang dipisahkan Involuntary turnover
Terjadi jika pihak manajemenpemberi kerja merasa perlu untuk memutuskan hubungan kerja dengan karyawannya dikarenakan tidak ada kecocokan atau
penyesuaian harapan dan nilai-nilai antara pihak perusahaan dengan karyawan yang bersangkutan atau mungkin pula disebabkan oleh adanya
permasalahan ekonomi yang dialami perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
19
2.2 Stres Kerja 2.2.1 Pengertian Stres Kerja
Stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang
dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor sumber stres tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu
atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian
terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stress
dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsikan suatu peristiwa.
Stres tidak hanya dilihat dari suatu kondisi karyawan didalam menghadapi lingkungan kerja, namun stres kerja dapat merupakan suatu perasaan. Stres kerja
merupakan perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Menurut Rivai 2009:307, stres adalah tuntutan-
tuntutan eksternal mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga bisa
diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Stres tidak hanya dilihat dari suatu kondisi
karyawan didalam menghadapi lingkungan kerja namun stres kerja dapat merupakan suatu perasaan. Terdapat dua faktor penyebab stres atau sumber
munculnya stres kerja yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor
Universitas Sumatera Utara
20 lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan
sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwapengalaman pribadi maupun kondisi sosial ekonomi
keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. Menurut Mangkunegara 2008:28 menyatakan bahwa stres kerja adalah
perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari simpton antara lain emosi tidak
stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan
mengalami ganguan pekerjaan. Stres lebih sering dikaitkan dengan tuntutan dan sumber daya. Tuntutan merupakan tanggung jawab, tekanan, kewajiban dan
bahkan ketidakpastian yang dihadapi para individu ditempat kerja. sumber daya adalah hal-hal benda-benda yang berada dalam kendali seorang individu yang
dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan.
2.2.2 Penyebab Stres Kerja
Menurut Handoko 2001:201, suatu kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressors. Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya satu
stressors , biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi stressor s. Ada
dua kategori penyebab stres, yaitu on-the-job dan off-the-job. Ada sejumlah kondisi kerja di dalam perusahaan yang sering menyebabkan stres bagi para
karyawan. Di antara kondisi- kondisi kerja yang menyebabkan stres “on-the-
job ” tersebut adalah sebagai berikut:
1. Beban kerja yang berlebihan;
Universitas Sumatera Utara
21 2. Tekanan atau desakan waktu;
3. Kualitas supervisi yang jelek; 4. Iklim politik yang tidak aman;
5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai; 6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab;
7. Memenduaan peranan role ambiguity; 8. Frustasi;
9. Konflik antar pribadi dan antar kelompok; 10. Perbedaan antar nilai-nilai perusahaan dan karyawan;
11. Berbagai bentuk perubahan. Di lain pihak, stres kerja juga dapat disebabkan masalah-masalah yang
terjadi di luar perusahaan yang dapat menyebabkan stres bagi para karyawan. Adapun penyebab-
penyebab stress ”off-the-job” antara lain: 1. Kekhawatiran finansial
2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak 3. Masalah-masalah fisik
4. Masalah-masalah perkawinan misal; perceraian 5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal
6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara. Menurut Siagian 2004:140, stres merupakan interaksi antara seseorang
dengan lingkungannya dengan ciri ketegangan emosional yang mempengaruhi Kondisi fisik dan mental seseorang
. Terdapat tiga kelompok ”stressor” dalam kehidupan seseorang, yaitu faktor-faktor lingkungan, faktor-faktor organisasional,
Universitas Sumatera Utara
22 dan faktor-faktor individual. Faktor-faktor lingkungan merupakan salah satu
faktor penyebab seseorang menghadapi stres yang menyangkut masalah-masalah ketidakpastian dalam bidang ekonomi, politik dan dampak dari perkembangan
teknologi. Faktor-faktor organisasional yang dapat menjadi stressor bagi karyawan
berasal dari lingkungan pekerjaannya seperti tekanan untuk menghindar dari berbuat kesalahan, menyelesaikan tugas pada satu jangka waktu tertentu, beban
tugas yang terlalu berat, atasan yang kaku, tidak peka dan terlalu banyak menuntut, rekan sekerja yang tidak mendukung. Dengan perkataan lain, faktor-
faktor organisasional yang dapat menjadi ”stressor” ialah: 1. Tuntutan tugas
2. Tuntutan peran 3. Tuntutan hubungan interpersonal,
4. Struktur organisasi 5. Kepemimpinan dan siklus hidup organisasi.
Faktor-faktor individual merupakan faktor yang berasal dari apa yang terjadi atau tidak terjadi pada jam-jam di luar jam kerja seorang karyawan yang
berpengaruh pada timbul tidaknya stres dalam kehidupan kekaryaaan seseorang. Terdapat faktor-faktor yang bersifat individual yang menjadi stressor dalam
kehidupan seseorang seperti masalah-masalah keluarga, masalah-masalah ekonomi dan kepribadian seseorang.
Universitas Sumatera Utara
23
2.2.3 Akibat dari Stres Kerja
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun, pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan
memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik.
Biasanya pekerja atau karyawan yang stresakan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha untuk mengatasi stres.
Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres flight atau berdiam dirifreeze.
Menurut Mangkunegara 2008:30, akibat dari stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum yaitu:
1. Fisiologis Physiological
Memiliki indikator yaitu terdapat gangguan jantung, pernapasan, darah tinggi, perubahan metabolisme tubuh, dan sakit kepala.
2. Psikologis Psychological
Memiliki indikator yaitu terdapat ketidakpuasan hubungan kerja, tegang, cemas mudah marah, rasa bosanjenuh, rasa jengkel, dan sering menunda pekerjaan.
3. Perilaku Behavour Memiliki indikator yaitu perubahan tingkat produktivitas, kemangkiran dalam
bekerja, perasaan tidak tenang, dan kehadiran. Stres yang dapat timbul karena adanya tekanan atau ketegangan yang
bersumber pada ketidakselarasannya seseorang dengan lingkungan dan apabila saran dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan
Universitas Sumatera Utara
24 seseorang maka ia akan mengalami stres, stres juga dapat melahirkan tantangan
bagi yang bersangkutan.
2.2.4 Tindakan-tindakan untuk Mengurangi Stres Kerja
Menurut Siagian 2008:302 ada berbagai langkah yang dapat diambil untuk menghadapi stres para karyawan antara lain:
1. Merumuskan kebijaksanaan manajemen dalam membantu para karyawan menghadapi berbagai stress.
2. Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan dalam
bentuk apapun jika mereka menghadapi stress. 3. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya
gejala-gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil langkah-langkah tertentu sebelum stress itu berdampak negatif terhadap
prestasi kerja para bawahannya. 4. Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber stress.
5. Terus membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga mereka benar-benar diikutsertakan untuk mengatasi stres yang dihadapinya.
6. Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat menjadi sumber stress dapat teridentifikasi dan dihilangkan secara dini.
7. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikian rupa sehingga berbagai sumber stress yang berasal dari kondisi kerja dapat
teratasi.
Universitas Sumatera Utara
25
2.2.5 Strategi Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampak yang negatif. Manajemen stres lebih dari pada sekedar
mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dan apa yang harus
dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara
efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh.
Menurut Munandar 2001:45, secara umum strategi manajemen stres kerja
dapat dikelompokkan
menjadi strategi
penanganan individual,
organisasional dan dukungan sosial. 1.
Strategi Penanganan Indivudual Yaitu strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi
individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: a.
Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perbuatan reaksi kognitif. Artinya, jika seorang karyawan meras a dirinya ada kenaikan ketegangan,
para karyawan tersebut seharusnya time out terlebih dahulu. Cara time out ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam
ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat jika menyediakan, pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudhu bagi orang
Islam, dan sebagainya. b.
Melakukan relaksasi dan meditasi
Universitas Sumatera Utara
26 Kegiatan relaksasi dan meditasi ini bisa dilakukan di rumah pada malam
hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Dengan demikian karyawan
yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks ke dalam perusahaan di mana mereka
mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan adalah dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang
mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.Melakukan diet dan fitnes.
c. Melakukan diet dan fitnes
Beberapa cara yang bisa ditmpuh adalah mengurangi masukan atau konsumsi makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan
yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tennis, bulutangkis, dan
sebagaianya. 2.
Strategi Penanganan Organisasional Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol
penekan tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurangi stres kerja untuk pekerja individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan
dengan: a.
Menciptakan iklim organisasional yang mendukung. Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur
birokratik yang tinggi dengan menyertakan infleksibel, iklim impersonal. Ini
Universitas Sumatera Utara
27 dapat membawa dampak pada stres kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah
strategi pengaturan mungkin membuat struktur tebih terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan keputusan partisipatif dan aliran komunikasi ke
atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin menciptakan Iklim yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih banyak
kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin mencegah atau mengurangi stres kerja mereka.
b. Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik dengan
meningkatkan faktor isi pekerjaan atau dengan meningkatkan karateristik pekerjaan pusat seperti skill, identitas tugas, signifikasi tugas, otonomi, dan
timbal balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau pengalaman berani, tanggung jawab, dan pengetahuan hasil-hasil.
2.3 Lingkungan Kerja 2.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja
Seorang karyawan akan mampu bekerja secara optimal apabila didukung oleh suatu kondisi lingkungan kerja yang baik. Suatu kondisi lingkungan kerja
dikatakan baik apabila manusia dapat melakukan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Sedangkan lingkungan kerja yang tidak baik dapat
memberikan akibat dalam waktu jangka panjang. Lingkungan kerja merupakan bagian terpenting dalam suatu organisasi
yang memiliki pengaruh besar terhadap perputaran karyawan. Menurut Sedarmayanti 2001:183, lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan
bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode
Universitas Sumatera Utara
28 kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai
kelompok. Menurut Nitisemito 2000:183, lingkungan kerja adalah segala sesuatu
yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja merupakan tempat dimana
karyawan melakukan aktifitas. Lingkungan kerja yang kondusif akan memberikan rasa aman dan nyaman yang memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja secara
optimal, jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktifitas sehingga
waktu kerja dapat di pergunakan secara efektif. Produktifitas akan semakin tinggi dan otomatis prestasi kerja karyawan juga akan semakin tinggi.
2.3.2 Jenis-jenis Lingkungan Kerja
Menurut Sedarmayanti 2001:21, secara garis besar lingkungan kerja terbagi menjadi 2 dua yaitu sebagai berikut:
1. Lingkungan Kerja Fisik Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di
sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua
kategori, yakni: a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan seperti: pusat kerja,
kursi, meja dan sebagainya. b. Lingkungan perantara atau lingkungan urnum dapat juga disebut lingkungan
kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban,
Universitas Sumatera Utara
29 sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap,
warna, dan lain-lain. 2. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan
sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Suasana dan kondisi lingkungan kerja yang baik akan dapat tercipta dengan adanya penyusunan tata letak secara baik dan benar sebagaimana yang
dikatakan oleh Sedarmayanti 2001:21, bahwa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan
karyawan, diantaranya adalah: 1.
Penerangan atau Cahaya di Tempat Kerja Cahaya atau penerangan besar manfaatnya terhadap keselamatan dan
kelancaran kerja. Diperlukan cahaya yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang atau terlalu menyilaukan akan menghambat pekerjaan
sehingga akan menjadi lamban, mengalami kesalahan dan tidak efisien dalam pelaksanaan pekerjaan.
2. Temperatur di tempat kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan
normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat
Universitas Sumatera Utara
30 menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh.
3. Kelembapan di Tempat Kerja
Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara
bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya.
4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja
Dengan sirkulasi udara yang bagus akan membantu memberikan rasa sejukpada para pekerja sehingga pekerja dapat bekerja tanpa adanya
gangguan udara. 5.
Kebisingan di Tempat Kerja Pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya
dihindarkan pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien. 6.
Getaran Mekanis di Tempat Kerja Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi
alam ini beresonansi dengan frekuensi dari getaran mekanis. 7.
Bau-bauan di Tempat Kerja Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai
pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau -bauan yang terjadi terus- menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman.
8. Tata Warna di Tempat Kerja
Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan suatu dekorasi, sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang,
Universitas Sumatera Utara
31 sedih, dan lain-lain karena warna dapat merangsang perasaan manusia.
9. Dekorasi di Tempat Kerja
Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang saja tetapi berkaitan juga dengan
cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja. 10.
Musik di Tempat Kerja Menurut para pakar musik, musik yang nadanya lembut sesuai dengan
suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk
dikumandangkan di
tempat kerja.
Tidak sesuainya
musik yang
diperdengarkan di tempat kerja akan menggagu konsentrasi kerja. 11.
Keamanan di Tempat Kerja Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan
aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan ditempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan
Petugas Keamanan SATPAM.
2.3.4 Indikator Lingkungan Kerja
Berdasarkan indikatornya, Nitisemito 2000:183 membagi lingkungan kerja menjadi dua macam, yaitu lingkungan fisik kondisi kerja dan lingkungan
non-fisik iklim kerja. 1.
Lingkungan Fisik kondisi kerja Merupakan keadaan kerja dalam perusahaan yang berbentuk fisik, misalnya
penerangancahaya, suhu udara, suara bising, bau ruangan, pewarnaan, dan
Universitas Sumatera Utara
32 ruang gerak yang diperlukan.
2. Lingkungan Non-Fisik iklim kerja
Sebagai hasil persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja yang tidak dapat dilihat atau disentuh tetapi dapat dirasakan oleh karyawan tersebut.
Lingkungan non-fisik meliputi hubungan yang baik antar sesame rekan kerja dan rasa peduli.
2.4 Penelitian Terdahulu Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu No
Nama Tahun
Variabel Penelitian Metode
Penelitian Hasil
Penelitian
1 Syafira
2006 Pengaruh
Lingkungan Kerja
Terhadap Niat
Pindah Karyawan Pada Bank Danamon Cabang
Medan Analisis
Linier Regresi
Sederhana Lingkungan
Kerja berpengaruh
terhadap niat pindah
karyawan pada Bank Danamon
Cabang Medan.
2 Tarigan
2011 Pengaruh Lingkungan Kerja
Terhadap Niat Pindah Kerja Karyawan Pada PT.
Pertamina Persero Cabang Wilayah I Medan
Analisis Regresi
Linier Sederhana
Lingkungan Kerja
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Niat
Pindah Karyawan.
3 Agustina
2013 Pengaruh Stres Kerja
Terhadap Turnover Karyawan Bagian Produksi
PT. Longvin Indonesia Sukabumi Jawa Barat
Analisis Regresi
Berganda Variabel stres
kerja berpengaruh
signifikan terhadap
turnover
karyawan.
Universitas Sumatera Utara
33 4
Paramita 2013
Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stres Kerja Terhadap
Turnover Intention pada Karyawan PT. Unitex di
Bogor Analisis
Regresi Berganda
Kepuasan kerja berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap turnover
intention
, sedangkan stres
kerja memiliki pengaruh positif
dan signifikan terhadap
turnover intention
. 5
Qureshi, Iftikhar,
dkk 2013
Relationship Between Job Stress,Wokload,Environme
nt,And Employees Turnover Intention : What We Know,
What Should We Know Analisis
Regresi Berganda
Stres kerja, lingkungan
kerja dan kepuasan kerja
berpengaruh positif terhadap
turnover intention.
6 Iqbal,
Ehsan, dkk
2014 The Impact of Organizational
Commitment, Job Satisfaction, Job Stress and Leadership
Support on Turnover Intention in Educational Institutes
Analisis Regresi
Berganda Hasil penelitian
menunjukkan bahwa stres
kerja berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap Turnover
intention
karyawan.
Universitas Sumatera Utara
34
2.5 Kerangka Konseptual