Menuju Pengakuan Kedaulatan PEMBENTUKAN KEMILITERAN DI SUMATERA UTARA

2.3 Menuju Pengakuan Kedaulatan

Kemerdekan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, berkumandang ke seluruh negara- negara. Indonesia sudah menjadi negara yang bebas dari penjajahan. Pembacaan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno dan Moh Hatta di Jakarta, sebagai utusan seluruh bangsa Indonesia. Momen ini dilakukan di hadapan Jepang yang saat itu masih berada di wilayah Indonesia. seperti di Sumatera sendiri, Jepang masih menduduki kota Medan. Proklamasi yang dibacakan di Jakarta, membutuhkan dukungan dari daerah di seluruh wilayah Indonesia. Langkah awal untuk merealisasikan kemerdekaan adalah mempersiapkan pembentukan pemerintahan mulai dari pusat hingga ke daerah-daerah dan melakukan perlawanan terhadap penjajah yang masih berada di Nusantara, dalam hal ini adalah bangsa Jepang. Respon masyarakat di Sumatera terhadap Proklamasi beraneka ragam. Setelah mengikuti pembacaan proklamasi di Jakarta, Muhammad Hasan, Muhammad Amir, dan Abdul Abbas, harus menyinggahi beberapa tempat di Sumatera untuk menyampaikan bukti proklamasi kepada pemimpin-pemimpim daerah, agar berita tentang hal tersebut tersiar di seluruh Sumatera. Setelah menyinggahi Jambi, Tebing Tinggi, dan Tarutung, Muhammad Hasan dan rombongan sampai di Medan tanggal 28 Agustus dengan mendapati Medan dalam suasana tenang, 6 1. Pihak pemerintah dan tentara pendukung Jepang yang masih mempunyai kekuatan dan kekuasaan di Sumatera Utara. sebab tentara Jepang selalu dalam keadaan siaga melihat pergerakan rakyat. Posisi politik di Sumatera Utara terbagi atas beberapa kelompok, yaitu: 6 Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat, Sejarah Perang Kemerdekaan di Sumatera, Bandung: Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat, 1972, hal, 7. Universitas Sumatera Utara 2. Golongan pejuang bangsa Indonesia yang sudah tidak sabar lagi menumggu komando perjuangan menegakkan negara Republik Indonesia di Sumatera Utara. 3. Golongan pendukung pemerintah penjajah Belanda di Sumatera Timur, khususnya raja-raja ataupun sultan-sultan, yang mengharapkan kedatangan Belanda kembali ke Sumatera Timur setelah kekalahan Jepang. 7 Muhammad Hasan belum mendapati badan resmi politik dan badan kemiliteran. Karena masih takut kepada kekuatan Jepang, yang ada hanyalah rencana menuju sebuah pembentukan organisasi yang resmi. Proklamasi sendiri baru berkumandang di Sumatra Utara setelah rakyat beserta pemuda mendesak Muhammad Hasan segera membacakannya. Pada tanggal 30 September 1945, Muhammad Hasan di hadapan rakyat Sumatera Utara tepatnya di Jalan Ampelas, melakukan keinginan rakyat membacakan Proklamasi dan memberitahukan bagaimana perkembangan politik di Indonesia. 8 Dengan semangat proklamasi di Medan, kelompok pemuda yang dulunya sebagai anggota Gyu Gun Peta dan Heiho, merencanakan latihan untuk pemuda-pemudi yang ada di Medan dan di seluruh Sumatera Utara. Tujuan pelatihan ini membentuk barisan pertahanan Setelah selesai pembacaan proklamasi di Medan yaitu di lapangan Fukuraido, para peserta rapat raksasa mengadakan pawai sekeliling Medan dengan membawa bendera Merah Putih sambil meneriakkan “Merdeka”. Pembacaan proklamasi juga diikuti oleh daerah-daerah lainnya di Sumatera Utara, seperti di Tapanuli sendiri proklamasi di bacakan oleh F.L Tobing tanggal 3 Oktober 1945, dan diikuti dengan pembentukan BKR Badan Keamanan Rakyat yang bertugas untuk daerah Tapanuli. Pembacaan Proklamasi di Tarutung, secara serentak daerah Tapanuli menerima kemerdekaan Indonesia tanpa terkecuali. 7 Ibid, hal, 8. 8 Ibid, hal, .9. Universitas Sumatera Utara menuju sebuah organisasi resmi dari Indonesia dalam bentuk melakukan perlawanan kemiliteran. Dalam waktu yang singkat, rencana itu pun segera terwujud. Opersi ini disebut dengan “Latihan cepat” yang menggunakan fasilitas gedung sekolah. Pendidikan yang diterima para pemuda yang ikut terllibat dalam barisan muda bertahan ini adalah pendidikan yang diterima para bekas Gyu Gun dan anggota Peta selama dididik pada masa tentara Jepang. Di Medan sendiri latihan cepat ini diadakan di delapan tempat yang berbeda, yaitu: 1. Di Jalan Sungai Rengas, yang dipimpin oleh T. Nurdin bekas Syoi 2. Di Jalan Istana yang dipimpin oleh M. Kasim Nasution bekas Syoi 3. Di Suka Ramai yang dipimpin oleh Wiji Alvisah bekas Syoi 4. Di Gelugur dipimpin oleh Nazarutdin Nasution bekas Syoi 5. Di Jalan Mabar dipimpin oleh Zeid Ali bekas Zun-i 6. Di Suka Raja, dipimpin oleh Burhanuddin bekas Zun-i 7. Di Petisah dipimpin oleh A. Gani bekas Zun-i 8. Di Jalan Sutomo dipimpin oleh Boyke Nainggolan bekas Zun-i Latihan yang mendapat sambutan hangat dari seluruh rakyat Sumatera Utara ini, diikuti kelompok muda-mudi dengan jumlah yang sangat besar. Mereka memperoleh pendidikan praktik, baris-berbaris, gerak regu sampai dengan gerak kompi, membaca posisi, latihan menyerang, dan latihan menembak, dengan menggunakan senjata yang terbuat dari kayu. Yang terpenting dalam latihan ini adalah pemahaman berkelahi dengan menggunakan Sangkur. Sebab senjata api belum cukup untuk dibagikan kepada seluruh anggota. Sedangkan kelompok pergerakan nasional mendidik para pemuda-pemudi, mempunyai semangat juang yang sangat besar. Di samping itu pemuda dibekali dengan rasa tanggung-jawab yang besar dalam Universitas Sumatera Utara mempertahankan negaranya, yaitu negara Republik Indonesia yang direbut dengan perjuangan yang sangat panjang. 9 1. Pasukan Kasim di Sungai Sengkol dipimpin oleh Letnan -I Kasim Nasution. Seiring dengan perkembangan pemerintahan di Sumatera Utara, Pemerintah pusat menunjuk Muhammad Hasan sebagai Gubernur Sumatera Utara, tepatnya tanggal 29 September 1945. Selanjutnya diikuti dengan pembentukan organisasi-organisasi pemerintahan di bawahnya. Dalam bidang keamanan sendiri, para kelompok Muda yang didik dengan Latihan Cepat, diangkat menjadi Tentara Keamanan Rakyat setelah mendapat persetujuan dari pusat. Tentara Keamanan Rakyat diresmikan di Sumatera Utara pada tanggal 10 Oktober 1945. Pada saat itu juga Mayor Ahmat Tahir diangkat sebagai kepala TKR untuk Sumatera Utara, dan R Sucipto sebagai kepala markas umum yang bertempat di Jakarta. Pembentukan TKR di Sumatera Utara sudah terlihat rapi, meskipun sementara waktu hanya terbagi atas tujuh kesatuan. yaitu: 2. Pasukan Karim di Deli Tua , dipimpin oleh Letnan –I A. Karim Saleh 3. Pasukan Wiji di Batang Kuis dipimpin oleh Letnan-I Wiji Alvisah. 4. Pasukan Nazaruddin di Labuhan Deli dipimpin oleh Letnan-I Nazaruddin 5. Pasukan Jamin di Kaban Jahe dipimpin oleh Letnan-I Djamin Ginting. 6. Pasukan Martinus di Berastagi dipimpin oleh Letnan-I Martinus Lubis, 7. Pasukan Burhan di Binjai dipimpin oleh Letnan-II Burhanuddin. 10 Selain para pemuda yang terlibat dalam Tentara Keamanan rakyat mempertahankan kemerdekaan dan membersihkan kelompok penjajah, organisasi yang berbasis kerakyatan juga membentuk kekuatan. Kelompok ini dibentuk oleh kelompok-kelompok politik yang 9 H.R. Sjahnan, Dari Medan Area Ke Pedalaman Dan Kembali Ke-Kota Medan, Medan: Dinas Sejarah Kodam-IIBB, 1982, hal, 13. 10 Ibid, hal, 14. Universitas Sumatera Utara berkembang saat itu. Kelopok laskar yang terbentuk dengan latarbelakang yang berbeda, saling menunjukkan perjuangan masing-masing, guna memperkenalkan partai enderbow mereka. Kelompok laskar yang ada di Sumatera Utara saat itu adalah : 1. Laskar Napindo dari Partai Nasional Indonesia 2. Laskar Pesindo Hisbullah dari Partai Masyumi 3. Laskar Harimau Liar dari BHL. 4. Laskar Barisan Merah dari PKI 5. Laskar Divisi Panah dari Parkindo dan laskar yang lainnya. 11 Perjuangan dari laskar ini pada umumnya dilakukan di daerah perkotaan sebagi pusat dari partai-partai tersebut yaitu menghadapi tentara Sekutu yang juga mengambil posisi di daerah perkotaan. Perlawanan terhadap Sekutu pada umumnya masih didominasi oleh Laskar Rakyat dari pada Tentara Keamanan Rakyat. Yang lebih memfokuskan kegiatannya dalam membentuk organisasi kemiliteran. Organisasi Laskar Rakyat dan juga Tentara Keamanan Rakyat terlihat semakin erat setelah datangnya Sekutu yang dibonceng oleh NICA tanggal 15 September 1945, dengan tujuan melucuti persenjataan Jepang dan mengembalikan kekuasaan Belanda yang ada di Indonesia. Melalui dukungan Sekutu, Belanda kembali menduduki Sumatera Utara sekitar bulan Oktober sampai Desember 1945. Kedatangan Sekutu ke berbagai daerah di Sumatera Utara menimbulkan insiden-insiden di berbagai daerah. Hal ini terjadi karena pihak Tentara Keamanan Rakyat yang sudah dibentuk di berbagai daerah Divisi tidak menerima kedatangan Sekutu kembali ke Sumatera Utara. Tentara Keamanan Rakyat semakin erat dengan Laskar Rakyat dan juga pemuda karenan semakin kuatnya musuh yang mereka hadapi. Sekutu membentuk tentara 11 Ibid, hal, 40. Universitas Sumatera Utara yang berasal dari kelompok Cina dinamakan dengan “Poh An Tui” yang ditujukan sebagai pembantu tentara Sekutu pada posisi depan. Kelompok tentara dari etnis Cina ini, menjadi kelompok yang paling keras terhadap kelompok Tentera Keamanan Rakyat dan juga Laskar Rakyat yang tidak setuju dengan kedatangan Sekutu. Posisi Belanda semakin kuat, setelah Sekutu serah terima kota Medan kepada kekuasaan Belanda. Artinya, Sekutu yang didominasi oleh pasukan Inggris, menyerahkan kota Medan sepenuhnya kepada kekuasaan Belanda. Posisi ini akan merapikan kembali pemerintahan Belanda di Sumatera Utara. Walaupun posisi Belanda semakin kuat dan strategis, tetapi Tentara Keamanan Rakyat dan kelompok perjuangan rakyat laskar dan kelompok pemuda semakin berani dan merapikan susunan pertahanan mulai dari tingkat nasional hingga pertahanan ke daerah-daerah. Hal ini tidak terlepas dari susunan pemerintahan yang samakin rapi. Tiga bulan setelah Belanda mendapat posisi yang dominan di Medan dari Sekutu, Tentara Keamanan Rakyat juga semakin rapi. Tentara Keamanan Rakyat yang pada awalnya hanya dibentuk di berbagai daerah, tanpa mempunyai sinergitas dengan pemerintah pusat dan daerah lainnya, pada tanggal 15 Januari kelompok TKR menjadi satu kesatuan yang dinamakan dengan Tentara Republik Indonesia atau disingkat dengan TRI. 12 Setelah berubah bentuk, nama, dan juga fungsinya, TRI menjadi organisasi yang mendapat pengakuan dari pihak Internasional. TRI sudah ikut terlibat dalam masalah keamanan dan politik di tingkat nasional mapun tingkat internasional. Hal ini tidak terlepas dari pemerintah pusat yang sudah menjadikan TRI menjadi salah satu komponen penting dalam negara Indonesia. Ada beberapa perbedaan antara TRI dengan Tentara keamanan Rakyat.yaitu terletak pada susunan dan juga pelaksanaan tugas setiap harinya. Sejak pembentukan TRI, anggota TRI semakin berani menjalankan tugasnya secara terbuka walaupun tentara Belanda di sekitar 12 Ibid, hal, 27. Universitas Sumatera Utara mereka. Di samping itu pasukan TRI sudah memiliki susunan jabatan yang diangkat dengan proses upacara kemiliteran, dan markas yang dibangun di pinggir jalan. Organisasi ini terlihat mulai disiplin dalam menjalankan tugasnya layaknya seperti tentara. Anggota TRI sudah banyak yang memiliki senjata walaupun dominan berasal dari hasil rampasan Pada bulan Mei 1946, setelah melakukan revolusi sosial terhadap Zelfbestuur kekuasaan sultan-sultan di wilayah Deli, mereka mendapatkan upacara kenaikan pangkat dan reorganisasi divisi Sumatera Timur. Upacara resmi kemiliteran yang dipimpin oleh Jenderal Mayor Suharjo Harjowardoyo ini menjadi awal upacara pengangkatan jabatan ditubuh TRI. Hasil reorganisasi yang baru memutuskan bahwa: 1. Divisi Sumatera Timur menjadi Divisi –IV berkedudukan di Pematang Siantar, dipimpin oleh Kolonel Ahmat Tahir dengan kepala markas Umum dipegang oleh Letnan kolonel Hotman Sitompul. 2. Resimen –I berkedudukan di Berastagi, dipimpin oleh Mayor T. Nurdin, dengan kepala markas umum dipegang oleh Kapten Sihar Hutauruk. 3. Resimen –II berkedudukan di Bunut Kisaran dipimpin oleh mayor M. Kasim dengan kepala markas umum Kapten Liano Siregar. 4. Batalyon-I, Resimen-I, berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Mayor Wiji Alvisah. 5. Batalyon-II, Resimen-I berkedudukan di Kota Cane dipimpin oleh Mayor Bahren 6. Batalyon-III, Resimen-I, berkedudukan di Kaban Jahe dipimpin oleh Kapten Nalang Sembiring. 7. Batalyon-IV, Resimen-I, berkedudukan di Binjai dipimpin oleh Kapten Burhanuddin. Universitas Sumatera Utara 8. Batalyon-V, Resimen-I, berkedudukan di Perbaungan dipimpin oleh Kapten T.P.R. Sinaga. 9. Batalyon-I, Resimen-II, berkedudukan di Tanjung Balai dipimpin oleh Mayor Jamin Ginting. 10. Batalyon-II, Resimen-II, berkedudukan di Pematang Siantar dipimpin oleh Ricardo Siahaan. 11. Batalyon-III, Resimen-II, berkedudukan di Tebing Tinggi dipimpin oleh Kapten Zeid Ali. 12. Batalyon-IV, Resimen-II, berkedudukan di Wingfoot dipimpin oleh Mayor Martinus Lubis. 13. Batalyon-B berkedudukan di Two River dipimpin oleh Kapten Nip Karim. 14. Batalyon pengawas kereta api dan tambang minyak, berkedudukan di Pangkalan Brandan dipimpin oleh Mayor Nazaruddin Nasution. 13 Setelah TRI membentuk susunan kemiliteran di Sumatera Utara, pasukan Belanda terasa dikekang dan tidak diberi ruang dalam menjalankan tugasnya. Demikian juga anggota dari Laskar Rakyat yang selalu bertindak agresif semakin membuat tentara Belanda terjepit. Tidak jarang ada pengorganisasian dari TRI bersama-sama dengan Laskar Rakyat serentak melakukan penyerangan terhadap markas Belanda pada waktu tertentu. Seperti yang dilakukan oleh Mayor Martinus Lubis pada tanggal 15 Februari 1947, menyerang pertahanan Belanda di Simpang Marindal dan Kampung Baru, yang telah merepotkan tentara Belanda. Pasukan TNI juga mengalami kerugian dalam pertempuran ini. Komandan Tentara Resimen-I Martinus Lubis, pemimpin serangan ini ikut gugur bersama 2 anggotanya. 13 Ibid, hal, 35-36. Universitas Sumatera Utara Serangan-serangan yang dilakukan oleh pasukan TNI yang baru saja berubah nama bersama-sama dengan Laskar Rakyat, semakin mempersempit ruang gerak dari Belanda. Tetapi kekompakan antara TNI dan Laskar Rakyat ini segera berkurang, setelah pasukan Belanda mengajak pihak Sekutu, Belanda, pemerintah dan Tentara Republik Indonesia, yang membuat TNI yang ada di Medan semakin dipojokkan. Pasukan TNI tidak dapat memasuki kota Medan, sesuai dengan garis demarkasi yang disetujui oleh pemerintah pusat dan pihak Belanda. Untuk mengatasi hambatan dan pembatasan yang dilakukan oleh pihak Belanda, pasukan TNI bersama-sama dengan Laskar Rakyat adalah, membentuk taktik baru yakni menempatkan sejumlah posko Laskar Rakyat di kota Medan yang digandeng oleh pasukan TNI. Pasukan Laskar Rakyat hanya sebagai simbol kerakyatan, tetapi di dalamnya peralatan dan struktur pasukan TNI bersama dengan Laskar Rakyat. Posko laskar rakyat tersebut: 1. Sektor Utara yaitu Timur jalan raya Medan-Belawan, ditempati oleh Laskar Rakyat Napindo bersama-sama pasukan TNI. 2. Sektor Utara sebelah barat jalan raya Medan-Belawan ditempati oleh laskar Rakyat Napindo, Laskar Rakyat Pesindo dan barisan Merah Hisbullah. 3. Sektor Timur Tembung dan Bandar Setia ditempati oleh Napindo dan Pasindo bersama dengan pasukan TNI. 4. Sektor Tenggara Denai, Binjai Amplas ditempati oleh Laskar Rakyat Marsuse. 5. Sektor Selatan Titi Besi dan Tanjung Morawa ditempati oleh Laskar Rakyat Napindo, Pasindo, dan pasukan tentara Resimen-II dan Resimen –III. 6. Sektor Selatan sebelah Barat, ditempati oleh Laskar Rakyat Marsuse, dan pasukan TNI. Universitas Sumatera Utara 7. Sektor Selatan sebela Barat ditempati oleh Deli Tua ditempai oleh laskar Rakyat Pesindo bersama pasukan TNI. 8. Sektor Barat Daya, ditempati oleh tentara Batalyon V, bersama laskar Rakyat . 9. Sektor Barat sebelah selatan Pancur Batu, ditempati oleh Tentara Batalyon-III dan laskar Rakyat Napindo Halilintar. 10. Sektor Barat sebelah Barat Daya Tuntungan ditempati oleh Tentara Batalyon-II bersama Laskar Rakyat Barisan Harimau Liar BHL. 11. Sektor Barat Kampung Lalang dan Sunggal, ditempati oleh Tentara Divisi Gajah-I, resimen Istimewa Medan Area dan Laskar rakyat Napindo. Pasukan Belanda yang merasa semakin terdesak dengan pembentukan susunan TNI. Belanda secara terang-terangan menambah kekuatannya dan perlengkapannya berupa panser, tank, dan juga peralatan udara dengan tujuan ingin melakukan serangan-serangan melalui udara dan darat. Rencana Belanda diwujudkan melalui serangan yang dilakukan tanggal 19 Desember 1948, pasukan Belanda untuk pertama kali menyerang ibu kota Yokyakarta dengan kekuatan senjata dari darat dan juga udara. Belanda secara terang-terangan menyatakan “tidak akan tunduk terhadap perjanjian Renville 17 Januari 1948, dan akan melakukan serangan terhadap pasukan TNI. Serangan yang dilakukan oleh pasukan Belanda tanggal 19 Desember 1948 ibu kota Yogyakarta mengakibatkan kota tersebut jatuh ke tangan pihak Belanda. Belanda kembali melakukan serangan di Sumatera Utara. Serangan itu disebut dengan Agresi Militer-II Belanda. Dengan kekuatan satu batalyon infantri bersenjata tank, panser wagen, ditambah dengan serangan dari pesawat terbang, tanggal 19 Desember 1948, pasukan Belanda menduduki kota Rantau Prapat. Selanjutnya tanggal 20 hingga 25 Desember, serangan dilanjutkan ke kota Pinang, Tanggal 25 Desember Kota Pinang akhirnya jatuh kedalam kekuasaan Belanda. Tanggal 23 Desember, tindakan yang sama juga dilakukan oleh pasukan Universitas Sumatera Utara Belanda, ke wilayah Parapat, dan melanjutkan serangan ke daerah Balige, Porsea hingga Si borong-borong. Pasukan TNI yang kurang mengetahui tentang serangan yang akan dilakukan oleh pasukan Belanda terpaksa menyingkir secara mendadak ke daerah hutan, untuk menghindari serangan yang dilakukan dari udara dan darat. Tanggal 26 Desember, Belanda meneruskan operasinya ke daerah Utara, yaitu Dairi dan berakhir di Padang Sidempuan tanggal 1 Januari 1949, dengan kekuatan yang sama seperti yang dilakukan di daerah-daerah lainnya. Tanggal 2 Januari 1949, Belanda dapat menguasai daerah Sumatera Utara, setelah melumpuhkan semua basis-basis TNI di daerah-daerah. Serangan yang dilakukan selama satu bulan oleh Belanda terhadap basis-basis TNI di Sumatera Utara ternyata hanya memberikan kerugian terhadap markas dan peralatan yang ditempatkan di dalam markas tersebut, sedangkan pasukan yang berada dalam markas tersebut mereka segera menyelamatkan diri bersembunyi ke pedalaman. Serangan yang dilakukan oleh Belanda secara mendadak telah menyebabkan pasukan TNI semakin benci terhadap Belanda. Pasukan TNI yang sudah banyak kehilangan persenjataan, akibat serangan Agresi Militer Belanda II, terpaksa memakai taktik baru dalam perang yaitu teknik perang gerilya. Taktik ini berupa penyerangan dengan menyamar dan bersembunyi, lalu menggunakan senjata membunuh musuh serta mengubur sejumlah ranjau-ranjau darat bentuk bom, di jalan vital yang dilalui oleh kendaraan Belanda. Tujuan taktik ini adalah melumpuhkan pasukan Belanda yang mengunakan kendaraan. Hal ini dilakukan pada pos tentara Belanda yang ada di daerah-daerah. 14 “…kecuali di sektor Barat Laut teritorium sumatera Utara, Tanah Karo, dan di Vak 5-10, RI terutama jalan Tiga Binanga-Mardingding Seperti yang dilakukan oleh Batalyon-XV, dengan nama samaran satuan, “Pasukan Gelatik” di tanah Karo dan Mardingding. Serangan yang dilakukan oleh pasukan Gelatik sangat membuat pasukan Belanda lumpuh dengan persenjataannya, seperi pengakuan dari perwira Militer Belanda: 14 A. H. Nasution, Pokok-Pokok Gerilya, Bandung: Angkasa Bandung, 1953, hal, 1-3. Universitas Sumatera Utara musuh menggunakan bom tarik dan ranjau-ranjau. Banyak anggota yang berani mengendarai panser dan Wagen Truk telah menjadi korban akibat itu juga banyak yang menjadi korban tembakan dari penghadangan”. 15 “…Pelaksanaan perang girilya diorganisir dengan baik. Di setiap kampung TNI mempunyai pembantu-pembantu yang tidak bersenjata dan pos-pos pengintai yang disebut dengan “semesta” pertahanan rakyat hampir semua patroli-patroli berjangka lama yang begitu dipersiapkan hanya seperti “menangkap angin, dimana musuh sempat menyingkir karena sudah diberitahu terlebih dahulu oleh rakyat”. Dalam perang Gerilya yang dilakukan oleh pasukan TNI, terhadap Belanda masyarakat menjadi kelompok yang membantu pasukan TNI. Masyarakat berperan sebagai pemberi informasi pasukan Belanda dan aktivitasnya. Informasi ini akan disampaikan kepada pasukan TNI, agar dapat menyusun strategi penyerangan. Untuk serangan ini, seorang perwira militer Belanda mengatakan: 16 Ternyata taktik gerilya yang dibuat oleh pasukan TNI, menjadi awal kemenangan bagi mereka. Belanda mendapat halangan yang sangat berat, sebab jalan dan juga jembatan sudah dipasang ranjau dan bom. Komandeman daerah Militer Resimen –IV Dipisi –X TNI, menyatakan bahwa perang ini sangat efektif dalam memenangkan pertempuran, sehingga cara perang gerilya dipelihara dan dipraktikkan dalam tubuh TNI.. Perang gerilya yang dilakukan karena latar belakang kekalahan pasukan TNI ketika berhadapan langsung dengan Belanda yang mempunyai peralatan yang sangat lengkap selalu menimbulkan kekalahan ditubuh TNI. TNI mencari cara yang paling efektif, yaitu berperang sambil bersembunyi agar pasukan Belanda tidak mengetahui siapa dan dari mana datangnya musuh. Untuk menutupi keberadan dan rencana pasukan TNI, maka markas yang dulunya berada di kota atau pusat keramaian dipindahkan ke pedalaman, tempat yang susah dijangkau oleh pasukan Belanda. Perang gerilya mengikutkan 15 H.R. Sjahnan, Op.Cit, hal, 274. 16 Ibid, hal, 304. Universitas Sumatera Utara masyarakat sebagai pembantu dalam sabotase, dinamakan dengan perang yang lengkap dengan pengorganisasian dan anggaran dasar. 17 Pertempuran semakin sengit, yang mengakibatkan banyaknya pasukan Belanda yang tewas dan juga tertawan. Pasukan TNI yang paham dengan situasi lokasi bukit barisan merasa diuntungkan dalam perang. Belanda akhirnya merasakan betapa susahnya keadaan ini, sehingga mereka mengajukan masalah ini ke meja perundingan, Tanggal 23 Juli, perundingan dilakukan dan menghasilkan beberapa poin kesepakatan. Daerah Sumatera Utara diwakili oleh Kolonel Hidayat. Luasnya daerah Sumatera Utara yang diliputi berbagai bukit yang berbaris, dan lembah yang sangat luas, memberikan keuntungan bagi pasukan TNI. Pasukan Belanda hanya bisa berpatroli di kota dan tidak bisa berhadapan langsung dengan pasukan TNI. Keadaan ini semakin kuat setelah panglima tentara teritorium Sumatera Utara memerintahkan adanya pembagian daerah yang dinamakan dengan Territorial dan pembagian daerah teritorial tersebut sampai ke tingkat kecamatan. Daerah teritorium akan dipimpin oleh Praja bekerjasama dengan pemimpin militer yang dinamakan dengan Gubernur Militer, untuk tingkat gubernur hingga camat militer untuk tingkat kecamatan. Tujuan dari pembentukan ini adalah memperkuat hubungan antara pemerintah, rakyat Indonesia, dan perjuangan TNI. 18 “……. Aku tau hai anak-anak dari Angkatan perang, engkau akan tunduk kepada perintahku ini kesepakatan perundingan, korban- korban telah banyak, dan Aku, dan seluruh tanah air berterima kasih Sebelum tembusan kesepakatan ini sampai kepada tangan para prajurit, Jenderal Sudirman, sebagai panglima tertinggi TNI, menyampaikan sejumlah dukungan dan harapan kepada pasukannya di Sumatera Utara yang berbunyi: 17 Ibid, hal, 305-314. 18 Team Asisten Pangdam IIBB, Sejarah Perjuangan Komando Daerah Militer II Bikit Barisan, Medan: Dinas Sejarah Kodam IIBB, 1977, hal, 604. Universitas Sumatera Utara atas korbanmu itu. Dengan persetujuan politik itu berubahlah berubahlah kewajibanmu mengadakan perang gerilya kepada penghentian perang gerilya itu, sambil ikut serta menjaga keamanan pada tempatmu masing-masing untuk keselamatan Rakyat. TNI adalah tentara buatanmu, dan sikapmu, bahwa juga diwaktu tidak berperang atau diwaktu damai engkau tetap pahlawan-pahlawan…..” 19 1. Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda merupakan uni Belanda-Indonesia dibawah ratu Juliana. Setelah isi gencatan senjata disampaikan kepada pasukan TNI yang berada di dalam hutan posisi gerilya, mereka segera kembali ke tempat tinggal masing-masing. Keadaan ini berlangsung lama, hingga Konfrensi Meja Bundar dilakukan. Dengan berakhirnya perjuangan dengan peluru, tahap selanjutnya ke pembenahan organisasi dan terlibat dalam percaturan politik. Muhammad Hatta terpilih menjadi pimpinan delegasi mengikuti Konfrensi Meja Bundar, yang mengikutkan sejumlah perwira Militer TNI. Agenda dan permintaan Indonesia adalah pengakuan kedaulatan dan penghapusan dominasi Belanda di Indonesia. Cita-cita yang diusung oleh delegasi Indonesia ternyata mempunyai dukungan yang sangat besar dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Berkat dukungan dari segenap bangsa Indonesia dan negara-negara Asia lainnya, maka Indonesia menerima yang menjadi bagiannya, dimana Konfrensi Meja Bundar menghasilkan beberapa poin yang mengatur hubungan Indonesia dengan Belanda.yaitu: 2. Hutang bekas Hindia Belanda akan dipikul oleh R.I.S. 3. Tentara Belanda, K.L dan K.N.I.L akan dibubarkan. 4. T.N.I menjadi inti tentara R.I.S dan akan berangsur-angsur mengoper penjagaan keamanan di seluruh RIS. 5. Penyerahan kedaulatan akan dilakukan sebelum akhir tahun 1949. 19 Ibid, hal, 605-608. Universitas Sumatera Utara 6. Kedaulatan Irian Barat akan ditetapkan dalam perundingan pada tahun berikutnya. 20 Demikianlah isi Konfrensi Meja Bundar yang dilengkapi dengan penjelasan-penjelasan beberapa poin dari butir-butir yang kurang jelas, 21 20 Ibid, hal, 613. 21 Ibid, hal, 614 Inti dari keputusan ini adalah, mengharuskan Belanda keluar dari tanah Republik Indonesia. Universitas Sumatera Utara

BAB III LATAR-BELAKANG BERDIRINYA KODAM-IIBB DI SUMATERA UTARA