Masa Kependudukan Jepang PEMBENTUKAN KEMILITERAN DI SUMATERA UTARA

Tahun 1927 pemerintah Belanda mengeluarkan ketetapan resmi mengenai dasar-dasar pertahanan yang kelak menjadi pedoman pekerja KNIL dan tugas Angkatan Perang Hindia- Belanda, yaitu: 1. Mempertahankan kekuasaan Belanda terhadap ancaman dari wilayah Nusantara serta mempertahankan keamanan dan ketentraman tugas ke dalam 2. Memenuhi kewajiban-kewajiban militer sebagai anggota lembaga bangsa-bangsa tugas ke luar 1 Belanda merancang tugas pokok ini untuk menghempang perjuangan pergerakkan yang sifatnya tertutup, Belanda mengetahui bahwa bangkitnya kembali Nasionalisme yang sifatnya adalah perjuangan perlawanan, Belanda menekankan pentingnya tugas ke dalam dari pada ke luar. Sejumlah anggota KNIL, yang tetap menyadari bahwa tugas baru ini adalah politik mengadu domba sesama bangsa Indonesia, keluar secara diam-diam dan bergabung kembali dengan kaum pergerakan. 2 1 Fa. Mahjuma, Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI AD, Dinas Sejarah TNI AD, Bandung, 1972, hal, 10. 2 Ibid, hal, 11. Anggota KNIL yang kembali kepada pergerakan nasional, membocorkan rahasia tersebut kepada kaum pergerakan yang masih aktif melakukan perlawanan terhadap Belanda. Informasi ini merupakan petunjuk terhadap kaum pergerakan Sebagai bahan untuk mengetahui sejauh mana praktik dan taktik Belanda dalam menjajah bangsa Indonesia. Sebagai kesimpulan dari sistem militer masa pemerintahan kolonial Belanda adalah perlawanan pergerakkan yang bekerja sama dengan kaum pergerakkan politik Nasional. Hal ini berlangsung hingga masuknya Jepang setelah mengalahkan bangsa Belanda di Indonesia.

2.2 Masa Kependudukan Jepang

Universitas Sumatera Utara Jepang memasuki wilayah Indonesia pada saat sedang perang Asia Timur Raya. Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang membom Pangkalan Militer AS di Hawai. Oleh karena itu, Jepang datang ke Indonesia untuk mencari cadangan militer sebagai antisipasi terhadap serangan Sekutu. Kedatangan Jepang disambut baik oleh bangsa Indonesia. Hal ini berkaitan dengan adanya anggapan dari masyarakat yang terdapat dalam ramalan Jayabaya bahwa Jepang telah berjasa besar melepaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan Belanda. Jepang juga menyebut dirinya “Saudara Tua” bangsa Indonesia. Intinya Jepang ingin menciptakan kesan bahwa mereka tidak sama seperti Belanda atau orang-orang Eropa lainnya yang telah menjajah Indonesia sebelumnya. 3 Berbeda halnya dengan politik Belanda yang tidak menginginkan adanya nasionalisme dan berupaya memadamkan nasionalisme tersebut dengan membentuk KNIL. Jepang berusaha meningkatkan patriotisme di segala lapisan masyarakat. Jepang yang menjajah dengan kekuatan militer memberikan warna terhadap masyarakat Indonesia seperti pembentukkan organisasi militer dan semi militer yaitu PETA Pembela Tanah Air dan Heiho. Dari pembentukan organisasi-organisasi kemiliteran ini menandakan bahwa Jepang lebih fokus dalam urusan Meskipun pendudukan Jepang di Indonesia berlangsung dalam kurun waktu yang cukup singkat yakni kurang lebih tiga setengah tahun saja, tetapi penjajahan ini cukup membawa perubahan-perubahan besar dalam masyarakat Nusantara. Apabila kita melihat dari perspektif bangsa Indonesia terhadap penjajahan yang dilakukan oleh Jepang, banyak yang menilai Jepang sebagai negara yang sangat kejam dibandingkan negara-negara Eropa lainnya yang pernah menjajah bangsa Indonesia. Kekejaman Jepang tidak dapat dipungkiri oleh masyarakat yang secara langsung menjadi korban penindasannya. Namun, disamping kekejaman penjajahan pada waktu itu terdapat sedikit titik terang dalam memasuki zaman kemerdekaan. 3 .Amin.Ridwan., Perang Kemerdekaan di Sumatera, Medan: Penerbit Dinas Sejarah Kodam IBB, 1984, hal, 57. Universitas Sumatera Utara perang, untuk menghadapi kekuatan Amerika dan Eropa. Politik ini semakin diperkuat dengan adanya gerakan yang dikenal dengan Gerakan 3A Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia untuk menunjukkan otoritas Jepang di Asia. Selain untuk kepentingan perang, Jepang juga membuat kerja rodi yang dinamakan dengan romusha. Romusha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tentara Jepang PETA dan Heiho. Dengan terbentuknya PETA dan Heiho, rakyat Indonesia mendapat kesempatan untuk ikut serta secara luas dalam bidang pertahanan kemiliteran, sehingga dengan sendirinya menimbulkan pengalaman yang sangat berguna bagi kebangkitan kembali keprajuritan Nasional yang sekaligus merupakan pengembangan sistem pertahanan. Dari Peta Tentara Bentukan Jepang Hingga BKR Secara administratif, pendudukan Tentara Jepang di Indonesia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu wilayah Indonesai bagian Timur yang diduduki oleh tentara Angkatan Laut Jepang, sedangkan Indonesia bagian Barat dikuasai oleh Tentara Angkatan Darat Jepang. Angkatan darat Jepang yang berkedudukan di pulau Sumatera berpusat dan dikendalikan dari Singapura yang dipimpin oleh seorang gubernur Militer dinamakan dengan Gunseikan. Pembagian tentara Jepang menjadi dua bagian bertujuan untuk melengkapi perlengkapan pasukan di dua kelompok besar pertahanan Darat dan Laut. Untuk memperlancar pencarian pemuda calon cadangan pertahanan Jepang, maka dibentuklah Sendendu. Pasukan Sendendu juga dibentuk sebagai propoganda tentang Jepang di Sumatera Utara. Badan ini juga membentuk surat kabar yang terbit di Sumatera Utara sebagai bacaan rakyat. Surat kabar ini dinamakan dengan Sumatera Sinbun. Mereka yang bekerja dalam surat kabar adalah orang-orang Indonesia yang mengecap pendidikan. Universitas Sumatera Utara Pendudukan tentara Jepang yang datang tanpa sebuah bentuk-bentuk kekerasan di Sumatera Utara, sehingga pemuda-pemuda tertarik dengan propoganda Jepang, yaitu pembentukan tentara sebagai pertahanan rakyat. Mereka yang bersedia terlibat dalam kelompok ini dinamakan dengan Heiho, yang artinya sebagai pembantu tentara, kemudian kelompok ini dipersenjatai dan melakukan tugas militer. Kelompok Heiho akhirnya juga berubah statusnya. Pada awalnya sebagai pembantu militer, dan selanjutnya mereka sudah dapat menduduki jabatan Bintara dalam tentara Jepang. Posisi Heiho juga semakin lama semakin besar. Kesibukan tentara Jepang berperang di berbagai daerah di luar Indonesia, sehingga sangat kurang dalam mengurusi masalah dalam negri Indonesia. Keamanan dalam negeri yang semakin kurang perhatian dari tentara Jepang mengakibatkan penerimaan kelompok pemuda menjadi tentara Jepang semakin ditingkatkan. Demikian juga tugas baru yang dibebankan kepada tentara Jepang asal Indonesia semakin khusus. Untuk tugas keamanan di Darat dan di Laut, tugas Defensif dibentuklah badan Seinendan dan Keibodan. Mereka dilatih dengan latihan militer yang sangat keras dan juga disiplin yang sangat ketat. Tugas pokok dari kedua kelompok ini adalah sebagai pasukan perang, dengan metode gerilya dan sebagai pembantu polisi dalam menjalankan tugasnya. Khusus untuk daerah Sumatera Timur, tentara Jepang membentuk pasukan Moku Tai barisan harimau liar, yang diajari dengan ketrampilan perang gerilya dan Kenko Tai Sin Tai barisan Pantai Laut yang bertugas sebagai penjaga pantai Posisi dan juga fungsi tentara Jepang dari Indonesia semakin tinggi, setelah Jepang kewalahan dalam berbagai peperangan di luar Indonesia. Posisi jabatan baru yang bisa diduduki oleh seorang tentara dari Indonesia sudah bisa menduduki komandan Kompi. Untuk wilayah Jawa pasukan bentukan barisan ini dinamakan dengan PETA Pembela Tanah Air pada tahun Universitas Sumatera Utara 1943, sedangkan untuk wilayah Sumatera dinamakan dengan Gyugun dibentuk pada bulan Nopember 1943. 4 Seperti layaknya tentara saat ini, sebelum menjadi anggota Gyugun para pemuda sebelumnya dilakukan pemeriksaan baik itu situasi kesehatan anggota, maupun dari sudut mental. Pemuda yang lolos seleksi ini, mereka akan dikirim ke-Siborong-borong untuk pendidikan pagar alam. Selain pendidikan cagar alam, Siborong-borong juga menjadi tempat para anggota untuk menerima pendidikan perwira. Sebagai anggota pertama yang mengikuti pelatihan perwira ini dari Sumatera Utara diantaranya adalah, Achmad Tahir, Hotman Sitompul, R. Sucipto, Nazaruddin, Wiji Alfisah, Zein Hamit, TPR. Sinaga, Wilson Nasution, Mahidin, Sihar Hutauruk, Alwi Nurdin, M. Kasim Nasution, Jamin Gintings, Ricerdo Siahaan, Nelang Sembiring, Martinus Lubis, Zainuddin Hasibuan, Boyke Nainggolan. Kelompok ini adalah perwira yang akan ditempatkan di Sumatera Timur. Sedangkan perwira pertama dari Tapanuli adalah, Kristian R. Gukguk, Jansen Siahaan, Lucius Aruan, Bongsu Pasaribu, Waldemar Siregar, Hamahe Rambe, Johan Marpaung, Hamonangan Sihombing, Kornelius Rajaguguk, Tahi Manik, Elbiker Situmeang, Jese Simanjuntak, Tambatua Simbolon, Oloan Sarumpaet, Binsar Simangunsong, Bona Parte Siagian, Paima Sibagariang, Togar Muda Dalimunte, S.M Sinurat, dll. 5 Semakin besarnya jumlah pemuda yang masuk menjadi tentara Jepang, berdampak semakin besarnya tentara Jepang di Indonesia. Walapun sebenarnya tentara dijadikan sebagai tentara Jepang dengan posisi yang tergolong strategis, tetapi tetap ada batasan kepada mereka untuk memperoleh kedudukan dalam posisi militer Jepang. Tentara yang dilatih dari Sumatera Utara akhirnya dibentuk menjadi pembantu angkatan perang Jepang melawan serangan dari 4 Dinas Sejarah Komando II Bukit Barisan, Sejarah Perjuangan Komando Daerah II Bukit Barisan, Medan: Team Asistensi Pangdam IIBB, 1977, hal, 31. 5 Ibid, hal, 31. Universitas Sumatera Utara Indonesia maupun dari luar Indonesia. Kelompok ini dikatakan dengan BOMPA Badan Oentuk membantu Pertahanan Asia. Politik Jepang dalam menarik pemuda menjadi tentara memakai sebuah taktik. Indonesia akan memperoleh kemerdekaannya setelah perang selesai, dan mereka akan dijadikan sebagai aparatur, ataupun pengurus dalam pemerintahan tersebut. Perjanjian “Koisho” adalah perjanjian antara Jepang dengan Indonesia berisi tentang pemberian kemerdekaan kepada Indonesia oleh Jepang. Perjanjian ini dilatar belakangi oleh banyaknya kekalahan dalam peperangan yang dialami oleh Jepang di luar Indonesia. Jepang membentuk penasehat pemerintahan Jepang dari Indonesia, yang dinamakan dengan Sangi Kai. Mereka yang terpilih menjadi Sangi Kai adalah tokoh masyarakat yang bisa memberikan pengaruh terhadap masyarakat yang ada di sekitarnya. Seperti dari Tapanuli, yang menjadi Sangi Kai adalah Dr. Ferdinan Lumban Tobing. Jumlah yang duduk dalam badan ini untuk Sumatera Utara berjumlah 40 orang. Secara garis besar mereka yang terpilih menjadi penasehat pemerintah Jepang di Indonesia adalah kaum terdidik yang mempunyai pengaruh dalam masyarakat. Selain penasehat dan para cendikiawan yang tergabung dalam kelompok ini juga memberikan buah pemikiran mereka tentang kemerdekaan. Seperti Dr. Ferdinan Lumban Tobing, Tengku Muhammad Hasan, Adinegoro dan para kelompok pergerakan lainnya. Mereka yang tergabung dalam kelompok ini menjadi anggota panitia kemerdekaan Indonesia. Seperti Muhammad Hasan dan kedua rombongannya yang diberangkat ke Jakarta untuk mengikuti proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Fungsi maksimalnya adalah saat tentara Jepang sudah menyerah, mereka ikut membenahi sistem tatanegara dan politik di negara Indonesia. Kelompok muda yang tergabung dalam tentara bentukan Jepang, sebagian besar ikut barisan keamanan rakyat yang disingkat dengan BKR, cikal bakal Tentara Nasional Indonesia TNI. Universitas Sumatera Utara

2.3 Menuju Pengakuan Kedaulatan