Ilmi Akbar Lubis : Analisis Kasus Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan Dalam Menggandakan Rekening Bank Studi Kasus : No.1945 Pid.B 2005 PN-MDN, 2008.
USU Repository © 2009
Kalaupun ada, menurut pengamatan penulis berbeda dalam substansi pembahasan, pendekatan dan penulisannya dengan Skripsi ini, permasalahan
tindak pidana penggelapan dengan menggandakan rekening bank telah memberikan suatu nuansa atau warna baru dalam perkembangan tindak pidana
seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan teknologi.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Defenisi tindak pidana penggelapan
Perumusan dari Tindak Pidana ini termuat dalam Pasal 372 KUHP dari title XXIV buku II KUHP sebagai berikut: dengan sengaja memiliki dengan
melanggar hukum suatu barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dan yang ada di bawah kekuasaanya onder zich hebben secara lain daripada
dengan melakukan suatu kejahatan. Unsur memiliki barang dengan melanggar hukum sudah cukup dibahas pada tindak pidana pencurian
1
Ditambahkan bahwa barang harus ada di bawah kekuasaan si pelaku dengan cara lain daripada dengan melakukan kejahatan. Dengan demikian,
tergambar bahwa barang itu oleh empunya dipercayakan atau dapat dianggap dipercayakan atau dapat dianggap dipercayakan kepada si pelaku. Maka, pada
pokoknya dengan perbuatan penggelapan, si pelaku tidak memenuhi kepercayaan
.
Suatu tindak pidana baru bisa atau baru dapat dipidana apabila telah memenuhi unsur-unsur yang memenuhi kualifikasi delik itu. Dalam hal ini unsur
yang paling urgensi atau yang paling penting adalah : barang di bawah kekuasaan si pelaku. Unsur ini adalah unsur pokok dari penggelapan barang yang
membedakan dari tindak-tindak pidana lain mengenai kekayaan orang.
1
Wirjono Prodjodikoro, tindak-tindak pidana tertentu di Indonesia, PT.Refika Aditama, Jakarta, 2003, halaman 31.
Ilmi Akbar Lubis : Analisis Kasus Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan Dalam Menggandakan Rekening Bank Studi Kasus : No.1945 Pid.B 2005 PN-MDN, 2008.
USU Repository © 2009
yang dilimpahkan atau dapat dianggap dilimpahkan kepadanya oleh yang berhak atas suatu barang.
Jadi, tidaklah cukup apabila kebetulan suatu barang de facto ada di bawah kekuasaan si pelaku. Apabila, misalnya seekor ayam milik si A masuk ke dalam
pekarangan si B dan bercampur dengan ayam-ayam milik si B, maka ayam itu de facto ada di bawah kekuasaan si B. Akan tetapi, oleh karena tidak ada unsur di
bawah kekuasaan dari tindak pidana penggelapan barang, maka apabila si B memperlakukan ayam itu sebagai miliknya dengan misalnya menggiring ayam itu
ke kandang ayam si B, perbuatan si B masuk istilah pencurian, bukan penggelapan barang.
Sebaliknya, untuk menggelapkan barang tidak perlu bahwa si pelaku de facto selalu dapat menguasai barang itu. Misalnya, seorang A diserahi oleh B
menyimpan suatu barang milik si B, dan kemudian si A menyerahkan lagi barang itu kepada C untuk disimpan. Pada waktu itu, si A de Facto tidak menguasai
barang itu, tetapi apabila ia kemudian menyuruh si C untuk menjual barang itu kepada D tanpa persetujuan si B, maka si A tetap dianggap menguasai barang itu,
dan oleh karenanya dapat dikatakan menggelapkan Barang itu. Berdasarkan penjelasan umum di atas, maka jenis tindak pidana
penggelapan ini adalah sebagai berikut :
A. Barang milik orang lain