61 Berdasarkan tabel 5.4., dari 6,5 rumah yang ditemukan larva
Aedes aegypti, 85 berasal dari rumah ibu rumah tangga yang memiliki pengetahuan 3M Plus yang buruk, 92,3 berasal dari rumah ibu rumah
tangga yang memiliki sikap 3M Plus yang baik, dan 54 berasal dari rumah ibu rumah tangga yang memiliki tindakan 3M Plus yang baik.
62
5.7. Kepadatan Larva Aedes aegypti Menurut Kondisi Lingkungan
Berikut adalah distribusi kepadatan larva menurut kondisi lingkungan. Tabel 5.5.
Distribusi Kepadatan Larva Menurut Kondisi Lingkungan di Kelurahan Kebon Kacang Tahun 2014
Hasil Kepadatan Larva Aedes
aegypti Total
Ada Tidak Ada
n n
n Kondisi TPA
Terbuka 10
5,6 168
94,4 178
100 Tertutup
3 13
20 87
23 100
Total 13
6,5 188
93,5 201
100
Suhu
Optimal 13
15,9 69
84,1 82
100 Tidak
Optimal 119
100 119
100 Total
13 6,5
188 93,5
201 100
Fungsi Jendela
Berfungsi 7
9 70
91 77
100 Tidak
Berfungsi 6
4,8 118
95,2 124
100 Total
13 61,7
188 38,3
201 100
63 Berdasarkan tabel 5.5, dari 6,5 rumah yang ditemukan larva
Aedes aegypti, 77 berasal dari TPA yang terbuka, 100 pada suhu yang optimal, dan 46 pada jendela yang tidak berfungsi dengan baik.
Sedangkan larva Aedes aegypti ditemukan pada kelembaban dengan rata- rata 29,38.
64
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Dalam prosesnya, penelitian ini memiliki beberapa kelemahan antara lain : a.
Suasana formal saat pengambilan data. Beberapa responden terlihat menjawab hal-hal yang baik saja dikarenakan mereka berpikir bahwa
penelitian ini digunakan sebagai laporan ke pihak Puskesmas Tanah Abang.
b. Letak TPA. Keberadaan dan lokasi TPA tidak menjadi perhatian di
penelitian ini. Terdapat perbedaan cara dan waktu pengelolaan TPA yang berlokasi di dalam dan di luar ruangan.
c. Suhu di dalam air. Perkembangan larva Aedes aegypti amat tergantung
dengan suhu di dalam air. Penelitian ini hanya mengukur suhu lingkungan saja sehingga tidak mengetahui suhu optimal di dalam air
untuk perkembangan larva. d.
Cuaca. Cuaca di lingkungan wilayah penelitian tidak diperhatikan. Hal tersebut dapat menyebabkan bias saat menilai kelembaban udara dan
suhu lingkungan. e.
Sampel. Sampel yang digunakan untuk uji validitas tidak menggunakan standar perhitungan parametrik.
65
6.2. Kepadatan dan Persebaran Larva Aedes aegypti
Observasi kepadatan larva Aedes aegypti dilakukan terhadap 201 KK yang sudah terpilih untuk kemudian dilihat keberadaan larva di dalam
TPA yang ada di dalam rumah KK tersebut. Observasi terhadap kepadatan larva dan kondisi lingkungan dilakukan pada pukul 08.00 – 16.00 WIB.
Observasi ini menggunakan lampu senter yang diarahkan langsung ke dalam TPA. Depkes RI 2004 menyatakan bahwa larva Aedes aegypti
sepanjang hidupnya kebanyakan berdiam di permukaan air dan mereka akan berenang ke dasar TPA jika terganggu dengan cahaya dan getaran
atau jika sedang mencari makanan. Namun, satu hingga dua menit kemudian larva akan kembali lagi ke permukaan untuk bernafas. Hal ini
terlihat ketika dilakukan observasi menggunakan lampu senter. Ketika ada TPA yang di dalamnya terdapat larva Aedes aegypti, larva tersebut akan
bergerak cepat ke bawah hingga akhirnya akan kembali lagi ke permukaan air. Larva yang ditemukan itulah yang kemudian dihitung jumlahnya dan
dianggap ada. Menurut Soegijanto 2004 dan Soedarmo 2005, tempat
perindukan Aedes aegypti yang ada di dalam rumah yang paling utama adalah tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, bak wc, tandon
air minum, tempayan, gentong tanah liat, gentong plastik, ember, drum, dan vas tanaman hias yang kurang diperhatikan kebersihannya dan jarang
dikuras. Akan tetapi, responden yang ada di Kelurahan Kebon Kacang hanya menggunakan bak mandi dan ember sebagai TPA yang ada di