46 a. Uji validitas
Validitas merupakan indeks yang menunjukkan apakah suatu alat ukut yang digunakan dapat mengukur apa yang dia ukur.
Tabel 4.3. Hasil Uji Validitas Pengetahuan 3M Plus
No. Pertanyaan
Nilai Uji R Tabel
n=19 Status
1 P1
0,635
0,456 Sugiyono,
1999 Valid
2 P2
0,635 3
P3 0,652
4 P4
0,462 5
P5 0,461
6 P6
0,854 7
P7 0,642
8 P8
0,642 Semua pertanyaan untuk variabel pengetahuan memiliki nilai uji
validitas di atas nilai R tabel pada n = 19. Oleh sebab itu, seluruh pertanyaannya dinyatakan valid.
47 Tabel 4.4.
Hasil Uji Validitas Sikap 3M Plus
No. Pertanyaan
Nilai Uji R Tabel
n=19 Status
1 S1
0,459
0,456 Sugiyono,
1999 Valid
2 S2
0,667 3
S3 0,667
4 S4
0,667 5
S5 1,000
6 S6
0,667 7
S7 0,667
Semua pertanyaan untuk variabel sikap memiliki nilai uji validitas di atas nilai R tabel pada n = 19. Oleh sebab itu, seluruh pertanyaannya
dinyatakan valid.
48 Tabel 4.5.
Hasil Uji Validitas Tindakan 3M Plus
No. Pertanyaan
Nilai Uji R Tabel
n=19 Status
1 T1
0,464
0,456 Sugiyono,
1999 Valid
2 T2
0,609 3
T3 0,885
4 T4
0,885 5
T5 0,885
6 T6
0,885 7
T7 0,464
8 T8
0,464 Semua pertanyaan untuk variabel tindakan memiliki nilai uji
validitas di atas nilai R tabel pada n = 19. Oleh sebab itu, seluruh pertanyaannya dinyatakan valid.
b. Uji realibilitas Realibilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji realibilitas menggunakan Alpha Cronchbach dimana instrument penelitian
dianggap reliabel jika nilai alpha minimal 0,6.
49 Tabel 4.6.
Hasil Uji Realibilitas
No. Variabel
Alpha Cronchbach Alpha
Minimal Status
1 Pengetahuan
0,810 0,6
Reliabel 2
Sikap 0,845
3 Tindakan
0,819
2. Thermohydrometer Thermohydrometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
kelembaban udara dan suhu. Alat ini dapat bekerja optimal juga sudah diletakkan selama minimal 15 menit.
3. Lampu senter dan lembar kepadatan larva Lampu senter digunakan untuk melihat keberadaan larva yang ada di
dalam TPA rumah responden. Jumlah larva yang ditemukan kemudian dicatat di lembar kepadatan larva yang telah disiapkan.
4. Pedoman wawancara Pedoman wawancara ini digunakan untuk memperkuat informasi terkait
masalah keberadaan larva Aedes aegypti dan kasus DBD yang masih fluktuatif di Kelurahan Kebon Kacang.
50
4.7. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data yang akan dilakukan pada penelitian kali ini yaitu melakukan editing dan coding menggunakan Epi Data. Sedangkan untuk
melakukan entry data akan menggunakan software SPSS. Proses terakhir yang dilakukan adalah cleaning data. Dalam tahap ini dilakukan
pemeriksaan ulang terhadap seluruh data yang telah di entry dan diolah. Jenis analisis data yang digunakan yaitu analisis univariate dan bivariate.
a. Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian berupa gambaran distribusi yang ditampilkan dalam
tabel distribusi frekuensi.
51
BAB V HASIL
5.1. Kondisi Geografis Kelurahan Kebon Kacang
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1227 Tahun 1989 tanggal 8 Mei 1989 tentang Penyempurnaan Lampiran
Keputusan KDKI Jakarta Nomor 1251 Tahun 1986 tanggal 29 Mei 1986 tentang Pemecahan, Penyatuan, Penetapan Batas, Pembaharuan Nomor
Kelurahan di DKI Jakarta, luas wilayah Kelurahan Kebon Kacang terdapat 71 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut Laporan Bulanan
Kelurahan Kebon Kacang, 2013: a.
Sebelah Utara : Di sebelah Utara Kelurahan Kebon Kacang dibatasi oleh Jl. KH.
Fakhrudin atau Jl. KH. Wahid Hasyim Kelurahan Kampung Bali. Kelurahan ini bukan merupakan zona merah.
b. Sebelah Timur :
Kali Cideng atau Kecamatan Menteng adalah wilayah yang membatasi Kelurahan Kebon Kacang di sisi Selatan. Kecamatan
Menteng merupakan satu dari sembilan wilayah yang dinilai sebagai zona merah. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kelurahan
Kebon Kacang. Antara Kecamatan Menteng dan Kelurahan Kebon Kacang hanya dipisahkan oleh Kali Cideng dan jalan di sekitar
Bundaran HI. Tingginya aktifitas manusia di daerah ini dapat menjadi
52 faktor resiko penyebaran kasus DBD dan aka meningkatkan
keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Kebon Kacang. Di Kecamatan Menteng juga terdapat Taman Menteng yang biasa
dijadikan masyarakat sebagai tempat rekreasi dan olahraga di sore hari. Adanya kebiasaan pergi ke taman bisa jadi turut serta dalam
meningkatkan kasus DBD dan keberadaan larva Aedes aegypti di wilayah lain. Hal tersebut dikarenakan mungkin pada saat bermain di
taman, mereka digigit oleh nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus DBD. Berikut akan diberikan gambar peta batas-batas wilayah
Kelurahan Kebon Kacang dan akan memperlihatkan bahwa Kelurahan ini sangat berbatasan langsung dengan Kecamatan Menteng.
c. Sebelah Selatan :
Jl. Kebon Kacang Raya atau Jl. Lontar Raya Kelurahan Kebon Melati membatasi bagian Selatan Kelurahan Kebon Kacang dan bukan
merupakan wilayah zona merah. d.
Sebelah Barat : Kali Banjir Kanal atau Kelurahan Petamburan terletak di sebelah
Barat Kelurahan Kebon Kacang. Wilayah ini bukan termasuk zona merah.
Untuk memperjelas batas wilayah Kelurahan Kebon Kacang, berikut adalah peta wilayah Kelurahan Kebon Kacang dan batas-batas
wilayahnya.
53 Gambar 5.1. Wilayah dan Batas-batas Kelurahan Kebon Kacang
5.2. Kondisi Demografis Kelurahan Kebon Kacang
Kelurahan Kebon Kacang memiliki jumlah Kepala Keluarga KK sebanyak 8347 KK dengan jumlah penduduk sebesar 26.380 jiwa.
Kelurahan Kebon Kacang juga memiliki 11 Rukun Warga RW dan mempunyai 152 Rukun Tetangga RT Laporan Bulanan Kelurahan
Kebon Kacang, 2014.
54
5.3. Wawancara Tokoh Masyarakat
Saat observasi, peneliti juga melakukan wawancara mendalam kepada tokoh masyarakat yang mengerti tentang keadaan wilayah
Kelurahan Kebon Kacang serta masalah kesehatan yang dihadapi di wilayah ini. Beliau adalah seorang ketua RW 10 dan merupakan individu
yang aktif berorganisasi dan dekat dengan semua masyarakat. Sudah lebih dari 20 tahun beliau tinggal di wilayah Kelurahan Kebon Kacang dan
menurutnya masalah DBD masih menjadi isu di wilayah tersebut. Menurutnya, program 3M Plus yang dipublikasikan oleh pihak
kesehatan belum terlalu didengar oleh masyarakat terutam untuk kalangan menengah ke bawah. Lebih lanjut dikatakannya bahwa tidak ada inovasi
baru dari pihak-pihak kesehatan agar memacu semangat masyarakat menjalankan 3M Plus tersebut.
Hambatan dalam menjalankan program tersebut selain kurangnya inovasi yang dilakukan pihak kesehatan, juga masih rendahnya kesadaran
masyarakat untuk hidup sehat dan menyayangi lingkungannya. Hal tersebut terutama berlaku untuk wilayah RW yang padat penduduk dan di
dominasi oleh kalangan menengah ke bawah. Pernyataan itu didukung oleh fakta bahwa hanya beberapa RW saja yang rutin menjalankan kerja
bakti di wilayahnya. Padahal menurut dia, program 3M Plus di masa yang akan datang
akan memiliki pengaruh kuat dalam mencegah keberadaan larva Aedes aegypti dan mungkin akan menghilangkan kasus DBD dengan sendirinya.