65
6.2. Kepadatan dan Persebaran Larva Aedes aegypti
Observasi kepadatan larva Aedes aegypti dilakukan terhadap 201 KK yang sudah terpilih untuk kemudian dilihat keberadaan larva di dalam
TPA yang ada di dalam rumah KK tersebut. Observasi terhadap kepadatan larva dan kondisi lingkungan dilakukan pada pukul 08.00 – 16.00 WIB.
Observasi ini menggunakan lampu senter yang diarahkan langsung ke dalam TPA. Depkes RI 2004 menyatakan bahwa larva Aedes aegypti
sepanjang hidupnya kebanyakan berdiam di permukaan air dan mereka akan berenang ke dasar TPA jika terganggu dengan cahaya dan getaran
atau jika sedang mencari makanan. Namun, satu hingga dua menit kemudian larva akan kembali lagi ke permukaan untuk bernafas. Hal ini
terlihat ketika dilakukan observasi menggunakan lampu senter. Ketika ada TPA yang di dalamnya terdapat larva Aedes aegypti, larva tersebut akan
bergerak cepat ke bawah hingga akhirnya akan kembali lagi ke permukaan air. Larva yang ditemukan itulah yang kemudian dihitung jumlahnya dan
dianggap ada. Menurut Soegijanto 2004 dan Soedarmo 2005, tempat
perindukan Aedes aegypti yang ada di dalam rumah yang paling utama adalah tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, bak wc, tandon
air minum, tempayan, gentong tanah liat, gentong plastik, ember, drum, dan vas tanaman hias yang kurang diperhatikan kebersihannya dan jarang
dikuras. Akan tetapi, responden yang ada di Kelurahan Kebon Kacang hanya menggunakan bak mandi dan ember sebagai TPA yang ada di
66 dalam rumahnya. Semua larva yang ditemukan berada di bak mandi dan
tidak ada larva yang ditemukan di ember. Hal tersebut dikarenakan penggunaan ember tidak seperti penggunaan bak mandi. Bak mandi
digunakan untuk menampung air dalam jumlah lebih banyak dan dalam waktu yang lebih lama daripada ember. Sedangkan ember biasanya hanya
digunakan sekali pakai dan kemudian akan diisi kembali sehingga tidak memungkinkan untuk nyamuk berkembang biak di ember.
Penggunaan jenis TPA tersebut tenyata menentukan keberadaan larva Aedes aegypti. Hal tersebut berkaitan dengan perilaku nyamuk Aedes
aegypti terkait tempat perindukannya. Selain penggunaan jenis TPA, belakangan ini terdapat pula penelitian yang membahas adanya perubahan
perilaku pada nyamuk Aedes aegypti. Hadi 2005 menyatakan bahwa perubahan cuaca dianggap juga sebagai salah satu pemicu kepadatan
nyamuk meningkat serta adanya kemungkinan berubahnya perilaku berkembang biak nyamuk vektor. Terdapat indikasi perubahan perilaku
nyamuk, salah satunya adalah berkembangnya larva nyamuk Aedes aegypti pada tempat-tempat yang tidak jernih. Penelitian ini juga didukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh Agustina 2006 yang menyatakan bahwa kondisi kering akan menyebabkan kepadatan nyamuk meningkat di
dalam rumah dan akan berkembang biak di air yang jernih maupun tidak jernih.
67 Kemudian menurut Depkes RI 2010, kepadatan larva bisa dilihat
dari nilai ABJ atau Angka Bebas Jentik yaitu ada tidaknya rumah yang tidak ditemukan larva pada tempat penampungan air di rumah yang
diperiksa. ABJ dikatakan baik jika nilainya ≥ 95 dan dikatakan buruk jika 95. Dari hasil observasi, terdapat 13 rumah yang ditemukan larva
dari total 201 rumah yang diperiksa. Jadi dapat diketahui nilai ABJ yang ada di Kelurahan Kebon Kacang adalah 93,5 yang artinya lebih kecil
dari standar yang ditetapkan oleh Depkes RI. Nilai tersebut dapat memperlihatkan keadaan kepadatan larva yang ada di Kelurahan Kebon
Kacang termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini dapat menjadi masalah kesehatan di kemudian hari jika
tidak dilakukan pengelolaan lingkungan dengan baik sekaligus membuktikan bahwa program 3M Plus di Kelurahan Kebon Kacang
belum berjalan optimal. Ini dibuktikan dengan dari 201 responden, terdapat 16 penderita DBD di dalam anggota keluarga mereka dalam
kurun waktu Januari hingga Mei 2014. Hasil observasi ini dimasukkan dalam kuesioner penelitian dimana terdapat pertanyaan untuk mendukung
dan memperkuat penelitian ini. Pertanyaan tersebut adalah terkait ada tidaknya penderita DBD di dalam rumah mereka dalam kurun waktu yang
sudah ditentukan.