61
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Pola Konsumsi Makanan Ibu Nifas yang Melaksanakan Tradisi Badapu
Berdasarkan wawancara pada ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu dengan menggunakan formulir food frekuensi, maka hasil yang didapat
memberikan gambaran pola konsumsi bahan makanan ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu. Pola konsumsi makanan pada ibu nifas yang
melaksanakan tradisi badapu kurang bervariasi dan hampir sama setiap hari dengan menu utama nasi dan ikan gorengpanggang.
Seluruh ibu nifas 100 mengonsumsi beras sebagai bahan makanan sumber karbohidrat penyumbang energi terbesar dan hanya sebagian kecil
13,3 yang mengonsumsi makanan selingan untuk tambahan energi. Hal ini mengakibatkan sebagian besar ibu nifas 73,4 mengalami defisit energi.
Sedikitnya ibu nifas yang mengonsumsi makanan selingan karena ada larangan untuk bisa mengonsumsi makanan tersebut.
Pangan hewani sumber protein yang paling banyak dikonsumsi setiap hari adalah ikan 97,8 karena ikan merupakan lauk utama yang mudah di dapat dan
tidak menimbulkan efek buruk bagi kesehatan ibu nifas dan bayinya. Ada sebagian kecil responden yang mengonsumsi ayam, lele atau telur dengan
frekuensi 2-5Xminggu atau 1Xbeberapa kalibulan sebagai variasi saja. Akan tetapi ada juga responden yang tidak mengonsumsi telur karena dianggap dapat
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
62
menimbulkan gatal pada alat genital sehingga dilarang. Padahal sesungguhnya telur merupakan pangan yang bergizi lagi murah dan justru berguna mempercepat
proses pemulihan setelah melahirkan. Pangan nabati yang banyak dikonsumsi tempe dan tahu dengan frekuensi 2-5X minggu 37,8 . Pangan sumber protein
yang dikonsumsi ibu nifas pada tradisi badapu masih kurang, dari segi jumlah dan jenisnya. Oleh karena itu, ibu nifas harus meningkatkan konsumsi protein dengan
menambah jumlah maupun jenisnya pangan sumber protein. Konsumsi sayur-sayuran masih sangat rendah, karena hanya 15 ibu
nifas yang mengonsumsi sayur-sayuran setiap hari. Begitu pula konsumsi buah- buahan juga masih sangat rendah, kurang dari 5 ibu nifas yang mengkonsumsi
buah-buahan setiap hari. Pola pangan di Indonesia, sebagian besar penduduk menggunakan beras
sebagai bahan makanan pokok. Di antara lauk hewani, penduduk Indonesia relatif lebih banyak makan ikan daripada daging dan telur. Konsumsi rata-rata sayuran
masih rendah, begitu pula dengan konsumsi buah-buahan juga masih rendah Almatsier, 2009. Pola konsumsi makanan ibu nifas yang melaksanakan tradisi
badapu tersebut, relatif sama dengan pola pangan penduduk Indonesia. Pola konsumsi makanan ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu, pada
umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah ibu nifas yang tradisional, karena hanya mengkonsumsi nasi dan ikan saja.
Adapun menu yang disajikan untuk satu hari yaitu nasi dan ikan yang digoreng dipanggang sampai kering untuk sarapan pagi, makan siang dan makan malam.
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
63
Kelompok kedua adalah ibu nifas yang sudah menambahkan sayuran pada menu makan siang dan malam. Menu yang disajikan untuk satu hari berupa nasi,
ikan gorengpanggang dan sayur campur rebus terdiri dari daun katu, daun singkong dan kacang panjang atau bening bayam.
Kelompok ketiga adalah ibu nifas yang sudah melengkapi menu makanan dengan sayuran dan buah-buahan tertentu ditambah makanan selingan sebagai
snack. Menu yang disajikan untuk satu hari berupa nasi, ikan goreng panggang, sayur campur rebus terdiri dari daun katu, daun singkong, kacang panjang atau
bening bayam, buah-buahan jeruk, apel, pisang, roti serta susu. Dari hasil penelitian C.S. Wilson, pola konsumsi makanan ibu menyusui
di daerah RuMuda, Malaysia, dapat dilihat susunan menu yang disajikan untuk satu hari adalah : sarapan pagi berupa tiga buah kue “apam” dengan kunyit,
merica hitam, parutan kelapa dan teh manis; makan siang berupa nasi, semur telur, ikan panggang, ikan asin goreng; dan makan malam berupa nasi, kari ikan tanpa
sauskuah; dan makanan snak berupa teh manis, tiga buah kue bolu dan telur Adair, 1987. Pola konsumsi ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu relatif
sama dengan pola konsumsi makanan ibu menyusui di daerah RuMuda, Malaysia. 5.2.
Asupan Zat Gizi Ibu Nifas yang Melaksanakan Tradisi Badapu.
Dari hasil recall 24 jam yang dilakukan sebanyak dua kali terhadap makanan yang dikonsmsi ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu, maka
diketahui rata-rata asupan energi, protein dan zat besi sebagai berikut :
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
64
5.2.1. Asupan energi
Dari hasil penelitian ini, rata-rata asupan energi ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu adalah 1531,64 ± 329,99. Sebagian besar 73,4
ibu nifas dengan asupan energi tingkat defisit, sebanyak 11,1 dengan asupan energi kurang, sebanyak 13,3 dengan asupan energi tingkat sedang dan 2,2
asupan energi baik. Rata-rata
asupan energi
pada penelitian ini relatif sama dengan rata-rata konsumsi energi ibu menyusui di kecamatan Darmaga kabupaten Bogor dari hasil
penelitian Aritonang 2007, bahwa total rata-rata konsumsi energi ibu menyusui sebelum dilakukan intervensi 1574,0 ± 527,1 Kal. Sedangkan pada penelitian
yang dilakukan C.S. Wilson di daerah RuMuda, Malaysia, konsumsi energi pada ibu nifas setelah 28 hari melahirkan adalah 2087 Kal Adair, 1987.
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi AKG Hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004, kebutuhan energi bagi ibu menyusui enam bulan pertama
ada tambahan sebesar 500 kalhari, sehingga kebutuhan energi per hari pada kelompok umur 16 – 18 tahun sebesar 2700 kal, pada kelompok 19 – 29 tahun
sebesar 2400 Kal dan kelompok umur 30 – 49 tahun sebesar 2300 kal. Bila dibandingkan dengan AKG, maka konsumsi energi ibu nifas yang
melaksanakanan tradisi badapu sebagian besar mengalami defisit 70 AKG. Adapun ibu menyusui di Malaysia, konsumsi energi berdasarkan The
Recommended Dietary Allowances of The Ministry of Health for Malaysians Malay R.D.A.’s sebesar 2700 Kal.
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
65
Rendahnya asupan energi pada ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu dikarenakan sebagian besar ibu nifas hanya mengonsumsi beras sebagai
sumber penghasil energi utama. Kontribusi karbohidrat diperoleh dari beras sebanyak 700 gr sehari untuk tiga kali makan pagi, siang dan malam. Hanya
sebagian kecil responden mengonsumsi makanan selingan untuk tambahan energi dari pangan sumber karbohidrat lain, misalnya rotikrekers dan pisang goreng.
Sesuai anjuran seharusnya ibu nifas mengonsumsi makanan tambahan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi ibu selama menyusui dan kebutuhan bayi, terutama
pada bayi dengan ASI Ekslusif. Pada masa laktasi, seorang ibu memerlukan tambahan energi untuk
memproduksi air susu ibu ASI, untuk energi yang tersimpan di dalam ASI sendiri. Dalam keadaa normal, pada periode enam bulan pertama laktasi
diharapkan seluruh atau sekurang-kurangnya 80 kebutuhan energi bayi dapat disediakan dari ASI. Disamping itu, ibu juga perlu memelihara kesehatannya
sesudah melahirkan Almatsier, 2009. Penambahan kalori sepanjang 3 bulan pertama pascapartum mencapai
sebanyak 500 Kal. Rekomendasi ini didasarkan pada asumsi, bahwa tiap 100 cc ASI berkemampuan memasok 67-77 Kal. Efisiensi konversi energi yang
terkandung dalam makanan menjadi energi susu sebesar rata-rata 80 , dengan kisaran 76-94 . Dari sini dapat diperkirakan besaran energi yang diperlukan
untuk menghasilkan 100 cc susu, sekitar 85 Kal. Sementara kalori yang dihabiskan untuk menghasilkan 850 cc ASI adalah 750 Kal Arisman, 2004.
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
66
5.2.2. Asupan protein
Berdasarkan hasil penelitian ini, rata-rata asupan protein adalah 54,68 ± 14,21 gr. Asupan protein pada sebagian ibu nifas masih kurang. Di antaranya,
sebanyak 33,3 dengan asupan protein tingkat kurang dan 26,7 dengan asupan protein tingkat defisit. Sebanyak 24,4 dengan asupan protein tingkat
sedang dan 15,6 dengan asupan protein tingkat baik. Rata-rata asupan protein pada penelitian ini, lebih tinggi bila dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan Aritonang 2007 pada ibu menyusui di kecamatan Darmaga, Bogor, dimana total rata-rata konsumsi protein ibu menyusui
sebelum dilakukan intervensi adalah 46,7 ± 20,1 gr. Adapun penelitian C.S. Wilson pada ibu menyusui di daerah RuMuda, Malaysia, konsumsi protein adalah
58,9 gr Adair, 1987. Bila dibandingkan dibandingkan dengan AKG Hasil Widya Karya Pangan
dan Gizi tahun 2004, seharusnya konsumsi protein sebesar 67 grhari, setelah ada penambahan sebanyak 17 gr, maka sebagian besar ibu nifas yang melaksanakan
tradisi badapu mengalami kekurangan protein. Pada ibu nifas di daerah RuMuda, Malaysia, seharusnya mengonsumsi protein sebesar 71 gr berdasarkan Malay
R.D.A.s. Protein mempunyai fungsi sebagai zat pembangun. Selain itu berfungsi
dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, mengganti sel-sel yang mati dan aus terpakai. Sebagai badanbadan anti, protein berfungsi dalam mekanisme
pertahanan tubuh melawan berbagai mikroba dan zat toksik lain. Sebagai zat-zat
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
67
pengatur, protein mengatur proses-proses metabolisma dalam bentuk enzim dan hormon. Sumber protein hewani dapat berbentuk daging dan alat-alat dalam hati,
pankreas, ginjal, paru, jantung dan jeroan. Susu dan telur termasuk protein hewani berkualitas tinggi. Ikan, kerang dan jenis udang merupakan protein yang
baik. Sumber protein nabati seperti golongan kacang-kacangan : kacang hijau, kacang kedelei serta olahan kedelei yaitu tempe dan tahu Sediaoetama, 2008.
Asupan protein ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu masih kurang dan defisit karena hanya mengonsumsi sumber protein hewani ikan dan kurang
mengonsumsi sumber protein hewani jenis lainnya dan sumber protein nabati. Selain jenis pangan yang kurang, jumlah yang dikonsumsi juga masih kurang bila
dibandingkan dengan yang seharusnya dikonsumsi ibu nifas. Sehingga kebutuhan protein ibu nifas sebesar 67 grhari tidak dapat terpenuhi.
Kontribusi protein terbanyak diperoleh dari konsumsi ikan yang digorengdipanggang sampai kering berkisar 150 gram setiap hari. Sebagian kecil
saja dari ibu nifas ada yang mengonsumsi tempe dan tahu masing-masing berkisar 100 dan 200 gram makan siang dan malam. Tahu atau tempe tersebut biasanya
dikonsumsi saat adanya hari Onan hari pekan mingguan yang dilaksanakan dua kali seminggu yaitu hari Senin dan Kamis. Sedangkan makanan sumber protein
lainnya adalah susu dan kacang hijau yang hanya dikonsumsi oleh beberapa orang saja. Padahal sesungguhnya konsumsi protein sangat penting dan harus cukup
bagi ibu nifas untuk mengganti jaringan yang telah rusak dan mengatur proses- proses matabolisme serta melawan berbagai mikroba yang datang dari luar tubuh.
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
68
5.2.3. Asupan zat
besi Berdasarkan hasil penelitian ini, rata-rata asupan zat besi adalah 8,66 ±
5,75 mg. Sebagian besar 91,1 ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu mengalami defisit zat besi dan sebesar 8,9 dengan asupan zat besi tingkat
kurang. Rata-rata asupan zat besi pada penelitian ini, sangat rendah dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan Aritonang 2007, di mana total rata-rata konsumsi zat besi ibu menyusui di kecamatan Darmaga, Bogor, sebelum
dilakukan intervensi adalah 13,6 ± 6,6 mg. Sedangkan pada penelitian C.S. Wilson, konsumsi protein ibu nifas adalah 12,8 mg Adair, 1987.
Bila dibandingkan dibandingkan dengan AKG Hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004, konsumsi zat besi seharusnya sebesar 32 mghari, setelah
penambahan sebesar 6 mg, maka sebagian besar ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu mengalami defisit zat besi. Konsumsi zat besi pada ibu nifas di
daerah RuMuda, Malaysia, berdasarkan Malay R.D.A.s hanya 15 mg. Zat besi Fe merupakan microelement yang essensial bagi tubuh. Zat besi
terutama diperlukan dalam hemopobesis pembentukan darah, yaitu dalam sintesa hemoglobin Hb. Di samping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe
sebagai faktor penggiat Sediaoetama, 2008. Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi-hem seperti terdapat
dalam hemoglobin dan mioglobin makanan hewani, dan besi-nonhem dalam makanan nabati. Bentuk besi di dalam makanan berpengaruh terhadap
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
69
penyerapannya. Besi-hem dapat diserap dua kali lipat daripada besi-nonhem. Kurang lebih 40 dari besi di dalam daging, ayam dan ikan terdapat sebagai
besi-hem dan selebihnya sebagai besi-nonhem. Besi-nonhem juga terdapat di dalam telur, serealia, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah-
buahan. Makan besi-hem dan nonhem secara bersama dapat meningkatkan penyerapan besi-nonhem. Daging, ayam dan ikan mengandung suatu faktor yang
membantu penyerapan besi. Faktor ini terdiri dari asam amino yang mengikat besi dan membantu penyerapannya. Susu sapi, keju dan telur tidak mengandung faktor
ini sehingga tidak dapat membantu penyerapan besi Almatsier, 2009. Hanya sekitar 25 WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai dengan AKG
26 mghr. Secara rata-rata, wanita mengkonsumsi 6,5 mg Fe per hari melalui diet makanan. Kecukupan asupan Fe tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan
sumber Fe, tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Variasi ini disebabkan oleh perubahan fisiologis tubuh seperti hamil dan menyusui sehingga
meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe yang dikonsumsi dan faktor diet yang mempercepat dan menghambat penyerapan Fe FKM-UI, 2007.
Apabila dilihat dari pola konsumsi makanan ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu, sebagian besar responden yang defisit zat besi dikarenakan
repsonden sangat kurang mengonsumsi makanan sumber utama zat besi yang banyak terdapat pada daging sapi, ayam, telur, dan sayuran berwarna hijau.
Disamping itu adanya larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu seperti telur, karena dianggap dapat mengganggu kesehatan ibu nifas. Kondisi ini makin
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
70
diperburuk dengan kurang dan tidak adanya mengonsumsi sayuran serta buah- buahan yang mengandung asam askorbat atau vitamin C yang berfungsi untuk
meningkatkan absorpsi Fe dalam tubuh.
5.3. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi Ibu Nifas yang Melaksanakan Tradisi Badapu