70
diperburuk dengan kurang dan tidak adanya mengonsumsi sayuran serta buah- buahan yang mengandung asam askorbat atau vitamin C yang berfungsi untuk
meningkatkan absorpsi Fe dalam tubuh.
5.3. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi Ibu Nifas yang Melaksanakan Tradisi Badapu
Berdasarkan hasil uji statistik bivariat dengan menggunakan uji chi-square, maka diketahui bahwa asupan energi dan protein tidak ada hubungan secara
signifikan dengan IMT dengan nilai p=0,0830,05 dan p=0,0970,05. Sedangkan pada asupan energi, protein dan zat besi ada hubungan secara signifikan dengan
kadar hemoglobin dengan masing-masing nilai p=0,000 0,05. 5.3.1. Hubungan asupan energi dengan IMT ibu nifas
Dari hasil uji statistik, menyatakan bahwa asupan energi tidak ada hubungan yang signifikan dengan IMT p=0,0830,05. Pada tabel 4.19 dapat
dilihat, bahwa di antara ibu nifas yang asupan energi tingkat defisit, ada sebanyak 21,2 dengan IMT gemuk. Demikian pula pada asupan energi tingkat kurang,
terdapat sebanyak 60 dengan IMT gemuk. Kondisi ini memperlihatkan bahwa meskipun asupan energi ibu nifas pada tingkat defisit dan kurang, namun IMT ibu
nifas masih pada kategori gemuk. Hal ini dimungkinkan, pada masa hamil status gizi ibu IMT pada kategori baik atau gemuk.
Kelebihan energi sebagian akan disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot, sebagian lagi diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
71
sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak Almatsier, 2009. Meskipun ibu nifas mengalami defisit energi pada saat melaksanakan tradisi badapu, akan
tetapi masih mempunyai cadangan pada masa hamil, sehingga akan dipergunakan sebagai sumber energi pada masa badapu. Oleh sebab itu, cadangan lemak dan
otot belum terurai menjadi energi. Keadaan ini dapat dilihat dari kondisi ibu nifas tidak ada yang memilki IMT kurang IMT 18,5.
Simpanan lemak selama hamil, sebanyak 4 kg atau setara dengan 36.000 Kal akan habis setelah 105 - 121 hari, atau sekitar 3,5 - 4 bulan Arisman, 2004.
Oleh karena masa pelaksanaan tradisi badapu hanya berlangsung berkisar 40 – 60 hari, sehingga ibu nifas masih dapat mempergunakan cadangan energi yang ada
dalam tubuh tersebut untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh ibu nifas.
5.3.2. Hubungan asupan protein dengan IMT ibu nifas Dari hasil uji statistik, menyatakan bahwa asupan protein tidak ada
hubungan yang signifikan dengan IMT p=0,0970,05, seperti terlihat pada tabel 4.20. Di antara ibu nifas asupan energi defisit, terdapat 8,3 ibu nifas yang
gemuk. Sedangkan di antara ibu yang asupan protein kurang, sebanyak 26,7 ibu nifas yang gemuk. Hal ini memperlihatkan bahwa meskipun asupan protein defisit
dan kurang, namun ibu nifas memilki IMT gemuk. Protein berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh;
pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh seperti hormon dan enzim; mengatur keseimbangan air; memelihara netralitas tubuh; pembentukan antibodi,
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
72
mengangkut zat-zat gizi dan juga sebagai sumber energi. Kebutuhan protein untuk orang dewasa dihitung dengan cara keseimbangan nitrogen. Keseimbangan
nitrogen dihitung dengan membandingkan jumlah jumlah konsumsi nitrogen melalui makanan dengan kehilangan nitrogen dari tubuh melalui urine, feses dan
dari permukaan kulit. Bila konsumsi nitrogen melebihi kehilangan nitrogen, seseorang dikatakan dalam keadaan keseimbangan nitrogen positif.
Keseimbangan ini harus terjadi pada bayi, anak-anak, remaja, selama kehamilan dan menyusukan serta dalam masa penyembuhan.
Bila sel membutuhkan protein tertentu, sel tersebut akan membentuknya dari asam amino yang tersedia. Di dalam protein sel-sel, ada persediaan metabolik
asam amino yang berada dalam keseimbangan dinamis yang dapat digunakan. Perubahan protein secara terus menerus pada orang dewasa diperlukan untuk
memelihara persediaan asam amino agar terpenuhi segera kebutuhan asam amino bagi berbagi sel dan jaringan. Jaringan yang paling aktif dalam perubahan protein
adalah protein plasma, mukosa saluran cerna, pankreas, hati dan ginjal. Sedangkan jaringan otot dan kulit biasanya tidak terlalu aktif Almatsier, 2009.
Selama menyusui, ibu membutuhkan tambahan protein di atas kebutuhan normal sebesar 17 grhari. Peningkatan kebutuhan ini ditujukan bukan hanya
untuk transformasi menjadi protein susu, tetapi juga untuk sintesis hormon yang memproduksi ASI yaitu prolaktin serta yang mengeluarkan ASI yaitu oksitoksin
Arisman, 2004.
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
73
Berdasarkan pernyataan di atas, protein yang dikonsumsi ibu nifas lebih diutamakan pada pemeliharaan dan perbaikan jaringan tubuh ibu setelah
melahirkan dan tidak terlalu aktif digunakan pada jaringan otot. Selain itu, protein bagi ibu nifas untuk menghasilkan Air Susu Ibu. Asupan protein yang defisit dan
kurang pada ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu, tentunya akan mempengaruhi pemulihan kondisi ibu menjadi lebih lama. Selain itu juga akan
mempengaruhi ASI yang dihasilkan baik dari kuantitas maupun kualitas. Dari keadaan tersebut, dapat dinyatakan bahwa asupan protein tidak ada hubungannya
dengan IMT ibu nifas. 5.3.3. Hubungan asupan energi dengan kadar hemoglobin ibu nifas
Dari hasil uji statistik, menyatakan bahwa asupan energi ada hubungan yang signifikan dengan kadar hemoglobin darah p=0,0000,05. Semakin tinggi
asupan energi ibu nifas, semakin banyak yang memiliki kadar hemoglobin ≥ 11
gr tidak mengalami anemia, seperti terlihat pada tabel 4.21. Seluruh ibu nifas 100 yang asupan energi sedang memiliki kadar hemoglobin
≥ 11 gr tidak mengalami anemia. Sementara seluruh ibu nifas 100 yang asupan energi
defisit memiliki kadar hemoglobin 11 gr mengalami anemia. Hal ini menunjukkan bahwa asupan energi berhubungan dengan kadar hemoglobin darah.
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup guna menunjang proses pertumbuhan dan melakukan aktivitas harian. Kegiatan vital
tubuh meliputi mempertahankan tonus otot, sistem peredaran darah, pernapasan,
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
74
kelenjer juga metabolisme dalam sel dan mempertahankan suhu tubuh FKM-UI, 2007.
Sebagian besar besi berada dalam hemoglobin yang berperan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbon
dioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Menurunnya hemoglobin darah mengakibatkan energi di dalam otot terganggu dan terjadi
penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah Almatsier, 2009. Oleh karena asupan energi pada ibu nifas yang melaksanakan tradisi
badapu defisit dan kurang, mengakibatkan kurangnya pembentukan hemoglobin, sehingga ibu mengalami kekurangan Fe yang ditandai dengan gejala letih, lelah,
lesu dan lemas. 5.3.4. Hubungan asupan protein dengan kadar hemoglobin ibu nifas
Dari hasil uji statistik, menyatakan bahwa asupan protein ada hubungan yang signifikan dengan kadar hemoglobin darah p=0,0000,05. Semakin tinggi
asupan protein ibu nifas, semakin besar yang memiliki kadar hemoglobin ≥ 11
gr tidak mengalami anemia, seperti terlihat pada tabel 4.22. Di antara ibu nifas dengan asupan protein baik, seluruh ibu nifas 100 tidak mengalami anemia.
Sedangkan di antara ibu nifas dengan asupan protein kurang serta defisit, seluruh ibu nifas 100 mengalami anemia. Hal ini menunjukkan bahwa asupan protein
berhubungan dengan kadar hemoglobin darah.
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
75
Hemoglobin, pigmen darah yang berwarna merah dan berfungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbon dioksida adalah ikatan protein. Begitupun bahan-
bahan lain yang berperan dalam pengumpalan darah Almatsier, 2009. Di dalam tubuh, zat besi tidak terdapat bebas, tetapi berasosiasi dengan
molekul protein. Dalam timbunan, zat besi berbentuk ferri dan berasosiasi dengan protein membentuk ferritin. Komponen proteinnya disebut apoferritin. Dalam
kondisi transport, zat besi terdapat dalam bentuk ferro dan berasosiasi dengan protein membentuk transferin. Komponen proteinnya diberi nama apotransferin.
Transferin di dalam plasma darah disebut serotransferin, sedang yang di dalam air susu disebut lactotransferin dan di dalam telur di sebut ovotrasferin. Perbedaan
dalam karakteristik komponen proteinnya Sediaoetama, 2009. Konsumsi protein khususnya pangan hewani akan bermanfaat membantu
absorbsi zat besi. Sumber utama Fe adalah pangan hewani terutama berwarna merah, yaitu hati dan daging. Pangan hewani relatif lebih tinggi tingkat
absorpsinya yaitu 20-30 dibandingkan pangan nabati hanya 1-7 . Absorpsi Fe dalam pencernaan dipengaruhi oleh simpanan serta hal-hal lain terkait dengan
cara Fe dikonsumsi. Zat peningkat absorpsi adalah sistein daging, vitamin C, sitrat, malat dan laktat yang umunya terdapat dalam buah-buahan FKM-UI,
2007. Rendahnya asupan protein ibu nifas dikarenakan ibu nifas pada umumnya
mengonsumsi pangan hewani jenis ikan dan jarang mengonsumsi daging yang merupakan sumber utama zat besi dan zat peningkat absorpsi. Di samping itu
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
76
jumlah yang dikonsumsi kurang, sehingga mempengaruhi metabolisme zat besi dalam tubuh. Hal tersebut mengakibatkan sebagian besar 82,2 ibu nifas yang
melaksanakan tradisi badapu mengalami anemia. 5.3.5. Hubungan asupan zat besi dengan kadar hemoglobin ibu nifas
Dari hasil uji statistik, menyatakan bahwa asupan zat besi ada hubungan yang signifikan dengan kadar hemoglobin darah p=0,0000,05. Semakin tinggi
asupan zat besi ibu nifas, semakin besar yang memiliki kadar hemoglobin ≥ 11
gr tidak mengalami anemia, seperti terlihat pada tabel 4.22. Di antara ibu nifas yang asupan zat besi kurang, seluruh ibu nifas 100 tidak mengalami anemia.
Di antara ibu nifas yang asupan zat besi defisit, sebagian besar ibu nifas 90,2 mengalami anemia. Hal ini menunjukkan bahwa asupan zat besi berhubungan
dengan kadar hemoglobin darah. Di dalam erythyocyt zat besi terdapat dalam bentuk ferro dan merupakan
komponen dari struktur hemoglobin, zat khusus yang sanggup mengangkut O2 dari paru-paru ke sel-sel jaringan dan sebaliknya mengangkut CO2 dari sel-sel
jaringan ke paru-paru untuk dibuang ke luar tubuh dalam udara respirasi Sediaoetama, 2009
Defisiensi kekurangan Fe terjadi saat jumlah Fe yang diabsorpsi tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya
asupan Fe, penurunan bioavailabilitas Fe dalam tubuh, peningkatan kebutuhan Fe karena perubahan fisiologi. Defisiensi Fe menunjukkan terjadinya kondisi
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
77
penipisan cadangan Fe dalam tubuh yang dibuktikan adanya penurunan level serum ferritin.
Kekurangan Fe dapat menyebabkan anemia mikrositik. Anemia jenis ini anemia yang paling banyak terdapat di dunia, dimana sekitar 60-70 anemia
disebabkan oleh kekurangan Fe. Dalam hemoglobin, Fe akan mengikat 4 oksigen, sehingga gejala kekurangan Fe akan menyebabkan rendahnya peredaran oksigen
dalam tubuh sehingga mengakibatkan mudah pusing, lelah, letih dan lesu dan turunnya konsentrasi belajar FKM-UI, 2007.
Bila di dalam hidangan kadar Fe rendah, disebut defisiensi type primer. Bila kandungan Fe dalam hidangan mencukupi, tetapi absorpsi dan utilisasinya
dalam proses metabolisme Fe terhambat disebut defisiensi sekunder. Type sekunder terutama terjadi karena infestasi cacing tambang. Anemia defisiensi Fe
di Indonesia dapat berbentuk type primer maupun type sekunder. Pada ibu yang sedang hamil atau menyusukan, adalah kombinasi kurangnya konsumsi dan
meningkatnya kebutuhan untuk kehamilan dan produkdi air susu Sediaoetama, 2009
Pada ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu, defisiensi Fe terjadi karena supplai zat besi dari makanan sangat rendah type primer dan kebutuhan
zat besi ibu nifas yang meningkat type sekunder. Kurangnya asupan zat besi, akan mengakibatkan kekurangan Fe dalam tubuh, sehingga ibu akan mengalami
kekurangan hemoglobin, yang ditandai dengan rendahnya kadar Hb. Akibat kekurangan Fe tersebut, ibu nifas mengalami anemia mikrositik dengan gejala
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
78
pusing, lelah, letih dan lesu. Di samping itu kebutuhan zat besi bagi ibu nifas meningkat, sehingga perlu penambahan Fe sebesar 6 mghari. Penambahan
diperlukan untuk mengganti kehilangan darah, mempertahankan Fe tubuh serta memproduksi air susu.
Banyaknya ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu mengalami anemia tidak terlepas dari kondisi ibu saat hamil. Dari registrasi pemeriksaan
darah pada ibu hamil di Puskesmas Singkil, kira-kira 80 ibu hamil mengalami anemia. Bagi setiap ibu hamil akan diberikan tablet tambah darah atau Tablet Fe
sebanyak 90 tablet. Namun ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe masih sangat rendah, yang tergambar dari hasil cakupan yaitu Fe1 : 29,84 dan Fe3 : 24,94 .
Hal ini dapat diasumsikan, bahwa sekitar 20 ibu hamil yang menkonsumsi tablet Fe. Pada ibu hamil yang tidak mengonsumsi tablet Fe besar kemungkinan
akan mengalami anemia.
5.4. Persepsi Masyarakat terhadap Makanan Tradisi Badapu