9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Status Gizi
Kualitas sumberdaya manusia SDM salah satunya ditentukan oleh status gizi. Hal ini dimungkinkan, karena apabila seseorang mengalami kekurangan gizi
atau status gizinya jelek akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia yang berkualitas hanya dapat dihasilkan dari
seseorang yang berstatus gizi baik. Agar menghasilkan generasi yang berkualitas di masa mendatang, status gizi harus baik, mulai dari berbentuk janin hingga
dewasa. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil dan ibu nifas. Ibu nifas dengan status gizi baik akan
menghasilkan air susu ibu ASI yang berkualitas baik pula, sebagai makanan utama dan yang terbaik bagi pemenuhan kebutuhan zat gizi bayinya hingga
berumur 6 bulan. Menurut Supariasa dkk 2002 menyatakan bahwa status gizi adalah
merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi tiap individu. Sedangkan
menurut Adair 1987 yang mengutip pendapat Mc. Larent, bahwa keadaan gizi sebagai suatu keaadan yang dihasilkan dari keseimbangan antara gizi yang
tersedia pada suatu organisme dengan gizi lainnya yang dikeluarkan. Keaadaan gizi dihubungkan dengan indikator tertentu atau merupakan suatu gabungan
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
10
indikator dari zat gizi yang diwakilkan sehingga memberikan gambaran dari kondisi tersebut. Indikator dari keadaan gizi hanya merupakan pengungkapan
keadaan fisiologis nilai gizi. Biasanya indikator dari bermacam-macam bahan gizi saling berkaitan.
Menurut Departemen Kesehatan RI 2002 bahwa secara langsung keadaan gizi dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi dan penyakit infeksi. Secara
tidak langsung dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, ketersediaan pelayanan kesehatan, pola asuh yang tidak memadai, seperti terlihat
pada gambar 1.
Penyebab Langsung
Ketersediaan
Pangan di tingkat Rumah Tangga
Ketersediaan
Pangan di tingkat Rumah Tangga
Asuhan Ibu Dan
Anak Asuhan Ibu
Dan Anak
Pelayanan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan
Penyebab Tidak Langsung
Penyebab Utama
Akar Masalah
STATUS GIZI
Gambar 1. Diagram Penyebab Masalah Gizi
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
11
Menurut Supariasa dkk, 2002 yang mengutip pendapat Jelliffe DB, penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidang langsung.
Penilaian secara langsung yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak langsung yaitu : survei konsumsi makanan,
statistik vital dan faktor ekologi. Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan pada
masyarakat yaitu antropometri gizi. Pengertian dari antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Dari sudut pandang antropometri, jenis pertumbuhan dapat dibagi atas dua yaitu pertumbuhan yang
bersifat linear dan pertumbuhan massa jaringan. Pertumbuhan linear menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada saat lampau, misalnya :
tinggi badan, lingkar dada, lingkar kepala. Sedangkan pertumbuhan massa jaringan menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada saat sekarang,
misalnya : berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur sattus gizi dari berbagai
ketidakseimbangan antara asupan energi dan protein. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak,
otot dan jumlah air dalam tubuh.
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
12
Berdasarkan pendapat Hadi 2001 bahwa indeks antropometri merupakan kombinasi dari beberapa parameter. Indeks antropometri penting untuk
interpretasi pengukuran. Pada orang dewasa, indeks antropometri yang biasa digunakan yaitu Indeks Massa Tubuh IMT, kombinanasi dari pengukuran berat
badan dan tinggi badan. Menurut Depkes RI 1996 Indeks Massa Tubuh IMT atau Body Mass
Index BMI merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat
badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Nilai IMT
dapat diketahui dengan menggunakan rumus yaitu :
Adapun batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAOWHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan,
yaitu batas ambang normal untuk laki-laki adalah 20,1-25,0; dan untuk perempuan adalah : 18,7-23,8. Adapun ambang batas IMT untuk Indonesia
adalah seperti pada tabel 2.1.
m an
xTinggibad m
n Tinggibada
Kg Beratbadan
IMT =
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
13
Tabel 2.1. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat
17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 - 18,4 Normal
18,5 - 25,0 Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 - 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat 27,0
Dari kategori ambang batas IMT di atas, maka dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang berada pada IMT 17,0 maka keadaan orang tersebut disebut
kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis KEK berat; apabila seseorang berada pada IMT 17,0-18,4 maka keadaan orang
tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK ringan; apabila seseorang berada pada IMT 18,5-25,0 maka keadaan orang
tersebut termasuk kategori normal; apabila seseorang berada pada IMT 25,1-27,0 maka keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat
ringan; apabila seseorang berada pada IMT 27,0 maka keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat berat.
Menurut Aritonang 2007 bahwa rata-rata IMT ibu menyusui di Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor adalah 21,2 dengan kisaran 19,7 – 23,0
atau 21,22 ± 2,53. Hal ini berarti bahwa status gizi ibu menyusui berdasar IMT di Jawa Barat umumnya baik normal.
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
14
Adapun penilaian status gizi secara langsung yang lain adalah pemeriksaan biokimia, yang memberikan hasil lebih tepat dan objektif. Berdasarkan pendapat
Supariasa dkk 2002 dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah pengukuran kandungan berbagai zat gizi dan substansi kimia
lain dalam darah dan urine, misalnya pemeriksaan hemoglobin dalam darah. Hemoglobin Hb merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah.
Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Hasil
pengukuran kadar hemoglobin tersebut dibandingkan dengan standar normal yang telah ditetapkan. Hemoglobin secara luas digunakan sebagai parameter untuk
menetapkan prevalensi anemia. Kandungan hemoglobin yang rendah memberikan indikasi anemia.
Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat dan atau vitamin B
12
, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah buruk dan kecacingan yang masih tinggi. Anemia
gizi merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal, yang dipatok untuk perorangan. Secara
umum penyebab defisiensi zat besi, yaitu 1 kehilangan darah secara kronis, sebagai dampak perdarahan kronis, 2 asupan zat besi tidak cukup dan
penyerapan tidak adekuat, dan 3 peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan
bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan menyusui Arisman, 2004.
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
15
Menurut Departemen
Kesehatan RI 1995, bahwa batasan anemia di
Indonesia, seperti terlihat pada tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.2. Batasan Anemia menurut Departemen Kesehatan
Kelompok Batasan Normal
Anak Balita Anak Usia Sekolah
Wanita Dewasa Laki-laki Dewasa
Ibu Hamil Ibu Menyusui 3 bulan
11 gram 12 gram
12 gram 13 gram
11 gram 12 gram
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas tahun 2007, bahwa rata-rata kadar hemoglobin penduduk perkotaan di Indonesia pada kelompok
perempuan dewasa adalah 13 gdl dengan SD 1,72 gdl dengan kisaran 11,28 – 14,72 gdl, dan pada kelompok ibu hamil rata-rata 11,81 gdl dengan SD 1,55
gdl dengan kisaran 10,26 – 13,36 gdl. Adapun untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam rata-rata pada perempuan dewasa adalah 13,06 gdl. Prevalensi
anemia pada penduduk perkotaan untuk kelompok perempuan untuk Indonesia adalah sebesar 11,3 dan Provinsi NAD adalah 10,4 Depkes, 2008.
Rata-rata kadar hemoglobin hasil Riskesdas ini, relatif sama dengan rata- rata kadar hemoglobin pada ibu menyusui di Kecamatan Darmaga Kabupaten
Bogor, hasil penelitian yang dilakukan oleh Aritonang 2007 yaitu 12,23 ± 1,68 gdl. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kadar hemoglobin ibu menyusui
sudah baik karena ≥ 12 gdl.
Fatma Deri : Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, 2009
16
2.2. Konsumsi Makanan